EMPAT BELAS

10.5K 784 29
                                    

Hari Minggu pagi sampai siang Rania menenggelamkan dirinya dikamar kesayangannya. Memanjakan tulang punggungnya yang terasa lelah dan rindu akan senderan empuk kasurnya. Sebenarnya Rania ingin sekali seharian hanya dirumah namun ia perlu keluar dan harus keluar mengingat selama seminggu penuh ia yang lakukan hanya kerja dan kerja, lembur dan lembur.

"Semangat Ran. Jika yang kamu lakukan kerja dan kerja, lembur dan lembur lalu kapan ketemu jodohnya? Cinderella aja perlu pergi ke pesta untuk bertemu pangerannya dan harus berusaha untuk kabur dari ibu dan saudara tirinya. Jadi siapa tuh yang bilang Cinderella hanya perlu duduk manis dirumah nunggu pangeran menjemputnya?! Sekelas Cinderella aja pengorbannya besar agar bisa ketemu pangeran apalagi upik abu sepertimu Rania" ucap Rania memotivasi dirinya sendiri.

"Ajak siapa ya" ucapnya sambil melihat beberapa kontak di handphonenya.

"Abi? Nggak mungkin, Itu pria laknat pasti sedang kencan dengan wanita entah yang mana" ucap Rania ketika melihat nama Abi dalam kontaknya.

"Shaza dan Lioni, nggak begitu akrab. Sebatas rekan kerja doang. Ntar malah nggak asik" Rania melewati kontak-kontak rekan kerjanya.

"Cuma Arlin doang ya temanmu Rania. Menyedihkan sekali hidup persosialitaanmu nak nak" ucapnya pada dirinya sendiri.

'Lin, sore jalan yuk'
_Rania_

Kebetulan Arlin sedang online, Rania saat itu juga langsung mendapatkan jawaban penolakan paling absurd dari Arlin.

'Nggak. Aku lagi nunggu Devan. Aku lagi nunggu takdir aku datang'
_Arlin_

Rania membaca pesan itu dengan kening mengerut.

"Kok anak ini nggak nyambung sih? Apa jangan-jangan udah gila karena cinta?" ucap Rania berdialog sendiri.

"Ih amit-amit" namun kemudian Rania bergidik ngeri sendiri.

"Ya udahlah hunting jodoh sendiri aja" ucap Rania sambil bergegas mandi dan dandan yang cantik.

Rania melepas kacamatanya dan menggantinya dengan softlens berwarna coklat tua dan menghias wajahnya dengan make up tipis-tipis. Namun cukup dengan hal sederhana itu saja, penampilan Rania yang dibalut dress selutut dengan sepatu sendal saja sudah menjadi pusat perhatian beberapa pria.

"Keliling dulu atau isi amunisi dulu ya?" gumam Rania pelan sambil berpikir.

"Baiklah. Isi amunisi aja dulu. Kebetulan dilantai dasar" ucap Rania kemudian dan memutuskan ke resto fast food favoritenya.

Ia berdiri memesan minuman dan makanan kesukaannya. Setelah itu seperti biasa, tempat duduk kesukaan Rania adalah diteras luar. Tempat dimana ia bisa diterpa angin tanpa penghalang dan bisa melihat mobil yang berlalu lalang dengan harapan siapa tau ada jodohnya yang lewat.

"Udah lama nungguin saya?"

Rania yang sedang asik melamun langsung buyar ketika mendengar kalimat yang ia tau siapa pemilik suara berat itu.

"Idih..siapa juga yang nungguin bapak" bantah Rania.

"Refleks kamu makin lama makin bagus. Biasa kamu bengong dulu kalau ngeliat saya" jawab Arvin sambil menahan senyumnya.

"Saya duduk disini ya" tanya Arvin namun pria itu sudah duduk dari tadi tanpa dipersilahkan.

"Memang saya bisa ngebantah permintaan pak bos?" ucap Rania malas sambil menyedot soda float nya.

"Jadi kalau saya minta hati kamu boleh?"

Rania menatap Arvin lekat-lekat. Satu kesimpulan yang diambil Rania, bosnya sedang iseng.

"Nanti kalau saya kasih hati. Bapak mintanya jantung lagi. Kalau hati dan jantung saya udah bapak ambil lalu saya mencintai bapak pakai apa?" timpal Rania manja menanggapi keisengan Arvin.

Arvin berdehem sebentar lalu bertanya "Kamu ngapain kesini?"

"Nyari jodoh pak. Bapak lagi nyari jodoh juga?" tanya Rania balik.

"Nggak. Memangnya saya sengenes kamu. Nyari jodoh itu di biro jodoh bukan di mall" ucap Arvin sambil mulai menggigit burgernya.

"Ya siapa tau kan jodoh saya lagi nyasar di mall ini" jawab Rania sambil melahap rice box nya alias nasi kotaknya.

Mereka memilih makan dalam hening.

"Kamu kok hari ini nggak pakai kacamata?" tanya Arvin yang dari tadi memperhatikan mata indah Rania yang dihiasi eyeshadow bernuasa coklat nude yang terlihat samar dan terbingkai eyeliner dengan garis tipis dan bulu mata yang lentik. Bola mata Rania yang berwarna coklat gelap senada dengan warna rambut panjang wanita itu yang dibuat sedikit bergelombang khusus hari ini.

"Biar saya bisa melihat jodoh saya lebih jelas tanpa adanya halangan meskipun halangan itu tak terlihat seperti lensa yang tak tampak" ucap Rania secara puitis.

"Balik lagi ke jodoh ya?" tanya Arvin sampai geleng-geleng.

Rania nyengir lebar. "Ya harap maklum pak, saya kan udah umur 26 tahun. Kalau wanita udah matang. Memang saya bapak apa yang nggak takut busuk. Target saya nikah ditahun ini. Titik nggak pakai koma"

"Udah siap berarti kalau diajak nikah?" tanya Arvin dengan alisnya yang terangkat sebelah.

"Udah dong" jawab Rania dengan mantap.

"Yakin?" tanya Arvin lagi.

"Yakin dong" jawab Rania dengan yakin.

"Awas ya kalau ditolak"

"Hah apanya yang ditolak?" tanya Rania dengan wajah bingungnya namun terlihat polos dan menggemaskan bagi Arvin.

Arvin tertawa sambil mengacak-acak rambut Rania.

"Ih bapak. Rambut saya yang sudah saya tata kan jadi berantakan" protes Rania.

Arvin menghentikan tawanya namun senyum manis Arvin yang terlihat lepas baru pertamakali ini Rania lihat. Wanita itu menggigit bibir bawahnya.

'Kok senyum Arvin manis dan bikin gemes sih? Duh...nggak boleh halu. Perasaan tadi cuma minum soda bukan alkohol masa jadi halu gini' gumam Rania dalam hatinya.

"Kamu kenapa ngeliatin saya seperti itu?" tanya Arvin curiga.

"Bapak kok kalau dikantor jarang senyum sama ketawa sih? Kan saya bawaannya jadi tegang mulu gara-gara dimarah mulu" protes Rania.

"Kalau dikantor saya senyum dan ketawa mulu ntar dikira saya udah gila lagi Ran. Terus nanti kamu nggak hormat lagi sama saya" ucap Arvin menghentikan tawanya.

"Bapak udah kayak tiang bendera aja minta dihormatin" ucap Rania asal.

"Biar kamu terbiasa menghormati saya sebagai pemimpin kamu" ucap Arvin dengan sejuta makna membuat Rania menatap curiga pada bosnya. Rania melirik minuman Arvin.

'Arvin juga minum soda kok bukan alkohol, jadi masa Arvin mabuk sih? Kan nggak mungkin' gumam Rania bermonolog dengan batinnya sendiri.

PERFECT MISTAKE (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang