LIMA

12K 800 15
                                    

"Ma, Arlin mau resign kerja tahun ini" wanita muda itu meremas jari-jemarinya. Sesekali diliriknya mamanya yang sedang duduk menonton sinetron di tv.

"Kenapa sih kamu bahas ini terus? Mama rasa jawaban mama sudah jelas dan sudah tidak bisa diganggu gugat" jawab Mamanya tanpa menatap wajah sang anak.

"Tapi Ma, Arlin nggak bisa kerja disana. Bertentangan dengan hati nurani Arlin. Arlin tertekan disana Ma" ucap sang anak berusaha menjelaskan kepada ibunya.

"Kalau kamu resign, siapa yang nambah pemasukan untuk keluarga?" Tanya mamanya yang sekarang menatap anaknya.

"Kenapa harus Arlin sih Ma yang jadi tulang punggung keluarga. Abang kan ada. Apa sih fungsinya Abang. Dia laki-laki Ma. Namun sedikitpun rasa tanggung jawab didalam dirinya terhadap keluarga ini, terhadap orangtuanya, terhadap adik-adiknya nggak ada" ucap Arlin kesal.

Wanita itu lalu tertawa sumbang "Bodoh memang mengharapkan Abang bertanggung jawab terhadap keluarga ini. Bertanggung jawab terhadap dirinya aja nggak bisa. Umurnya sudah 28 tahun tapi kerjaannya cuma main-main"

"Arlin capek, Ma. Arlin tertekan" Wanita itu meninggalkan mamanya. Arlin melangkah dengan kesal menuju kamarnya.

Didalam kamarnya, wanita mungil berparas ayu itu menghubungi Rania. Namun berkali-kali Arlin berusaha menghubungi Rania, berkali-kali juga panggilannya berakhir tanpa jawaban.

Ia mencoba menghubungi Devan. Namun yang terjadi sama. Melihat selisih waktu antara negara tempat tinggalnya dan negara tempat tinggal Devan, Arlin berpikir bahwa pria itu pasti masih tidur mengingat ini sudah tengah malam jika di negara Pakistan.

Akhirnya Arlin memutuskan untuk mengirim pesan ke Devan.

Selesai rapat, Rania melihat ponselnya. Kening Rania mengernyit melihat puluhan panggilan dari Arlin. Baru saja Rania ingin menghubungi Arlin balik, sebuah suara menginterupsi niatnya.

"Rania. Keruangan saya sebentar"

Rania melangkah dengan malas menuju keruangan Arvin Aksavaro.

Rania mengetuk pintu ruangan Arvin sebelum masuk dan menghadap kepala timnya, bos nya.

"Ngapain kamu keruangan saya?" Ucap Arvin ketus.

Rania mematung didepan Arvin. Ia yakin ia tidak salah dengar. Arvin memang memanggilnya keruangan terlaknat ini.

"Kan bapak manggil saya kesini" ucap Rania bingung.

"Hah? Ngapain saya manggil kamu" ucap Arvin kesal.

Rania mengernyit 'kenapa jadi pria ini yang kesal. Bukannya harusnya Rania yang teraniaya ini yang kesal?!' gumam Rania dalam hati.

"Ya mana saya tau bapak. Kan bapak yang manggil. Mana saya tau kenapa bapak manggil saya. Justru kedatangan saya keruangan Pak Arvin Aksavaro kesini untuk mencari tau kenapa pak Arvin yang terhormat memanggil saya" ucap Rania dengan nada tak kalah kesalnya dari Arvin.

"Kamu boleh keluar. Kalau saya sudah ingat nanti saya panggil" ucap Arvin kemudian kembali menekuri dokumen-dokumen di mejanya.

Rania memasang senyum terpaksanya "Baik. Permisi Pak Arvin Aksavaro yang terhormat"

Rania berjalan dengan kesal menuju kubikelnya. Dihempaskannya bokong seksinya dibangku busanya. Disandarkannya punggungnya kekursi. Dipejamkannya mata indahnya untuk menghalau semua gejolak jiwanya yang sedang kesal.

"Kenapa sih? Habis disemprot Arvin?" Tanya Abi.

"Bos Lo tuh. Gila!" Sembur Rania kesal.

Abi tertawa mendengar cerita Rania. "Bos lo juga itu. Gila-gila gitu, Arvin bos lo. Dan otw menuju jadi jodoh lo, Rania Andrelia"

Rania melotot mendengar ucapan Abi. Gadis itu langsung duduk tegak dan memukul lengan kekar Abi dengan kekuatan maksimal.

"Sembarangan banget itu mulut kalau mangap. Amit-amit deh. Iihhh...gila-gila-gila" Rania memeluk tubuhnya sendiri seolah merinding dan ketakutan.

Abi tertawa kian nyaring melihat reaksi Rania. Handphone Abi berbunyi nyaring.

"Hallo Pak Bos"

Ucapan Abi membuat Rania melotot kaget.

"Siap pak bos" ucap Abi sambil melemparkan cengiran jahil kearah Rania yang membuat Rania kian merinding.

Abi kembali meletakkan handphonenya diatas meja setelah Arvin memutuskan panggilan.

"Dipanggil pak bos keruangannya. Katanya kangen sama elu" ucap Abi sambil terkikik.

"Kangen, kangen kepala lo peyang. Bohong lo. Dasar pendusta" hujat Rania.

Abi tertawa kian nyaring. "Sumpah. Lo dipanggil ke ruangannya"

"Berarti nggak ada embel-embel kangen. Jangan nambah-nambah. Dasar pria penggosip" hardik Rania kembali.

"Kangen itu jeritan hati Pak Bos yang tak terucapkan. Udah gih sana. Jangan buat Rindu seorang Arvin Aksavaro kian menyiksa" ucap Abi sok puitis yang membuat Rania melotot kesal.

"Ada juga dia yang nyiksa aku. Bukan aku yang nyiksa dia. Memutar balikkan fakta tuh dosa, Abi" ucap Rania kesal sambil berdiri dan bersiap-siap menghadap bos besarnya.

"Kok perasaan aku berdebar-debar ya, Bi?" Rania memegangi dadanya.

"Apakah mungkin ini cinta?" Jawab Abi.

Rania kembali melotot menatap Abi "Hush. Ngarang. Nggaklah. Nggak mungkin. Khawatir disuruh lembur lagi ini"

"Bisa jadi. Soalnya Lo 'glowing in the dark'. Membuat malam gelapnya bersinar" ucap Abi.

"Gila!" Hardik Rania sebelum pergi meninggalkan Abi dan sebelum ia terkena tekanan darah tinggi juga gara-gara candaan Abi.

Rania mengatur nafasnya sebelum mengetuk ruangan Arvin dan masuk ketika sudah mendapat persetujuan dari Arvin.

"Bapak manggil saya?" Tanya Rania.

Arvin masih asik dengan dokumen yang ia baca.

"Kamu siapa?" Tanya Arvin tanpa menatap wajah Rania.

"Hah?" Tanya Rania bingung. Ini bosnya dari tadi kenapa sih?!

"Nama kamu siapa?" Ulang Arvin dengan nada datar dan tatapan tetap fokus pada dokumennya.

"Rania, pak. Belum ganti dan belum berniat ganti nama" ucap Rania dengan bingung.

"Nama lengkap?"

Rania kembali mengernyit namun tetap menjawab dengan bingung "Rania Andrelia. Belum nambah nama siapa-siapa lagi dibelakangnya karena jodohnya lagi saya cari nyangkut dimana"

Arvin mengangguk. Lalu menutup dokumennya dan menatap wajah Rania yang sudah kebingungan maksimal.

"Nanti malam kamu bisa pulang on time. Nggak ada lembur"

Rania terperangah dengan ucapan Arvin. Ia memang berencana pulang on time karena memang tidak ada perintah lembur. Biasanya juga kalau nggak ada perintah lembur berarti nggak lembur dan bisa pulang sesuai jam kerja seharusnya. Hal seperti ini tidak perlu merepotkannya sampai begini bukan?

'Jadi Arvin manggil dirinya dua kali hanya untuk ini? Luar biasa!' dumel Rania dalam hati.

"Kenapa diam? Kamu kecewa nggak lembur sama saya malam ini? Sedih nggak bisa lihat wajah saya malam ini?" Ucap Arvin sambil menahan senyumnya.

"Nggak kok pak" jawab Rania cepat.

"Saya nggak sedih dan nggak kecewa. Saya bahagia" sambung Rania sambil nyengir lebar.

Arvin menatapnya sambil bersandar di kursi empuk tahtanya. Tatapan pria itu masih datar, cenderung kesal.

"Ngapain kamu masih disini? Masih belum puas memandang wajah tampan saya?"

Rania terperanjat mendengar ucapan Arvin. "Saya permisi" ucapnya refleks dan segera menjauh dari ruangan Arvin.

"Dasar bos aneh" hardiknya setelah ia menutup pintu ruangan Arvin rapat-rapat.

PERFECT MISTAKE (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang