DUA PULUH DUA

10.1K 747 14
                                    

Sudah hampir sebulan Arlin dan Devan bermain kejar-kejaran dengan posisi Arlin mengejar dan Devan dikejar. Devan berkali-berkali berkata bahwa ia tidak tertarik sama sekali dengan Arlin langsung kepada Arlin tidak melalui perantara siapa-siapa. Arlin dengan kepercayaannya bahwa Devan adalah takdirnya dengan ngotot berkata 'Tidak apa-apa jika kau tidak mencintaiku sekarang, nanti kau pasti akan mencintaiku karena aku adalah takdirmu'. Devan bahkan dengan keyakinan penuh berkata 'Sampai dunia kiamatpun, aku tidak akan pernah mencintaimu dan bersamamu'.

Rania yang menyaksikan video itu hanya bisa menghela nafas. Setiap melihat video-video yang direkam Abi membuat hati Rania berdenyut nyeri. Jauh didalam lubuk hatinya, ia menyesal. Namun sebagian dari dirinya berteriak bahwa dia tidak bersalah. Dulu yang Rania lakukan hanyalah ingin memberikan teman terbaik untuk Arlin. Bukan salah Rania jika pada akhirnya Arlin tergila-gila dengan Devan.

Rania melihat Devan menghela nafas frustasi. "Aku harus pakai kata apa dan bahasa apa sih agar kamu paham aku nggak tertarik, nggak suka bahkan muak dengan kamu, Arlina. Kamu udah gila atau apa sih? Dan kamu tau kenapa aku dengan yakin nggak bakal suka dengan kamu? Karena dengan cara kamu ngejar-ngejar aku kayak gini bagi aku kamu wanita yang nggak punya harga diri dan aku nggak akan jatuh cinta pada wanita yang nggak ada harganya. Tidak akan pernah!" ucap Devan kesal. Ini adalah pertamakalinya Rania mendengar Devan berkata sekasar itu pada seorang wanita. Devan orang yang sangat menjunjungi tinggi sopan santun terutama terhadap wanita. Devan berjalan pergi meninggalkan Arlin yang mematung mendengar ucapan Devan. Devan pikir, ucapan yang menyakitkan itu akan menusuk dengan tajam ke relung terdalam hati Arlin namun ternyata perkataan Devan dianggap angin lalu.

Sampai suatu hari di pagi hari yang cerah, Devan naik kelantai CEO untuk mencari Rania.

"Rania" panggil Devan dengan nada yang lelah dan terlihat lesu.

"Dev" ucap Rania iba.

"Duduk sini" Rania mempersilahkan Devan untuk duduk dibangkunya.

"Kamu punya ide nggak sih? Bagaimana lagi caranya aku menolak Arlin yang kayak orang gila itu. Aku terganggu Ran. Sangat" ucap Devan dengan memelasnya.

Rania menggigit bibir bawahnya.

"Ada sih" jawab Rania ragu. Devan menunggu Rania melanjutkan kalimatnya dengan wajah penuh harapan.

"Kan selama ini, Arlin taunya kamu nggak punya pacar. Coba kamu cari pacar lebih bagus lagi kalau kamu punya calon istri. Siapa tau dengan begitu Arlin menyerah dan mundur" Rania menatap Devan yang sedang memikirkan sarannya.

"Boleh juga. Akan aku pikirkan. Aku balik kebawah dulu ya" Devan berdiri dan berjalan kearah lift. Rania ikut berdiri dan mengantar pria itu sampai didepan pintu lift. Devan berhenti didepan pintu lift terlihat ragu untuk turun. Lalu pria itu berbalik dan menatap Rania.

"Kalau kamu aja yang jadi pacar aku gimana?"

"Hah?" ucap Rania kaget setelah mendengar ucapan Devan.

"Aku..aku tidak menyangka harus mengatakan ini. Tapi, kamu yang mengenalkan dia padaku. Kamu harus tanggung jawab dan menyelesaikan kutukan ini" ucap Devan dengan tatapan dan nada memelasnya.

Selangkah demi selangkah Devan maju mendekat pada Rania. Didekapnya wanita itu dengan erat dan penuh penyesalan.

"Maafkan aku Rania" ucap Devan sambil mendekap Rania dalam pelukannya.

Pintu lift terbuka. Rania menatap sosok Arvin yang terlihat terkejut menyaksikan pemandangan didepan matanya. Meskipun Arvin terkejut, pria itu tetap terlihat tenang namun terasa dingin.

"Aku mohon jadilah pacarku, Rania Andrelia" ucap Devan dengan penuh pengharapan yang tidak hanya terdengar oleh Rania namun juga oleh Arvin. Didalam pelukan Devan, manik mata Rania terperangkap dalam manik mata dingin berwarna hitam kelam milik Arvin.

PERFECT MISTAKE (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang