SEMBILAN BELAS

10.5K 801 12
                                    

Rania duduk sambil menatap jengkel pada komputer kerjanya yang baru padahal komputer tersebut tidak memiliki dosa apapun pada Rania. Di lantai ini, hanya ada dia dan Arvin. Satu lantai ini hanya dikuasai mereka berdua. Tidak, lebih tepatnya didominasi oleh Arvin. Ruangan Arvin begitu luas. Sementara ia tetap tidak memiliki ruangan. Posisi Rania berada diluar ruangan Arvin. Namun dari posisi Rania duduk, ia bisa dengan jelas melihat Arvin meskipun hanya terhalang kaca transparan namun cukup mengganggu pemandangan Rania. Meskipun harus Rania akui bahwa Arvin terlihat tampan dan sangat sexy dan hot ketika sedang serius menekuni pekerjaannya. Tapi tetap masih kalah kalau dibandingkan dengan Devan.

Rania melirik jam tangannya yang menunjukan pukul 12.15. Tidak ada tanda-tanda Arvin akan melakukan makan siang padahal perut Rania sedang berdendang kelaparan. Niat Rania ingin meninggalkan Arvin begitu saja namun entah kenapa setelah melihat Arvin bekerja sekeras itu, hati Rania tiba-tiba menjadi tidak tega. Rania berdiri untuk mengetuk pintu ruangan CEO yang menjadi ruangan Arvin sekarang.

"Pak Arvin" sapa Rania begitu ia dipersilahkan masuk keruangan Arvin.

"Ada apa?" tanya Arvin tanpa menatap Rania karena pria itu masih sibuk dengan apa yang ia kerjakan.

"Sudah lewat 15 menit dari waktu makan siang. Saya lapar" ucap Rania berusaha memasang wajah semenyedihkan mungkin.

"Oh ya? Udah adzan berarti ya?" kali ini Arvin memandang Rania dengan ekspresi terkejut.

"Sudah pak" jawab Rania sambil menganggukkan kepalanya.

"Pesan saja lewat aplikasi. Pesankan saya satu. Saya mau sholat dulu. Kamu jangan lupa sholat" ucap Arvin yang membuat Rania tercengang sekaligus bingung. Kan Rania mau turun kebawah, mau makan siang sambil bergosip dengan rekan kerjanya didivisi CFO dan mau melihat sitampan Devan.

"Tapi pak..." Rania hendak membantah.

"Tidak ada kata 'tapi'. Lakukan sekarang. Dan awas kalau sehabis sholat saya lihat kamu kabur kebawah. Awas kalau kamu menghilang dari lantai ini" ucap Arvin lalu meninggalkan Rania yang terbengong-bengong sendirian. Dengan kesal Rania keluar dari ruangan Arvin dan melakukan penjelajahan online untuk menentukan makan siangnya dan memesan makan siangnya dengan Arvin.

"Kalau kamu begitu mudah kelaparan makanya lain kali bawa bekal" ucap Arvin sambil menarik kursi didepan meja kerja Rania.

Rania hanya melirik Arvin sekilas. Hatinya masih jengkel membuat Rania menjawab saran Arvin "memangnya saya anak sekolahan apa pakai acara bawa bekal. Udah macam orang mau kemah aja"

"Loh kan para pekerja juga banyak yang bawa bekal, bukan hanya anak sekolah aja. Biar hemat" saran Arvin.

Rania tertawa sumbang "saya lagi nggak berhemat pak. Malah saya lagi bingung mau ngabisin gaji saya karena dari hari Senin-Sabtu saya lembur tiada henti, Minggu kadang saya terkapar seharian dikasur. Jadi saya nggak punya waktu untuk shopping dan menghabiskan duit gaji saya"

"Kamu curhat?" tanya Arvin dengan muka tanpa dosanya.

"Nggak. Saya protes" jawab Rania dengan kesal. Lalu wanita itu berdiri hendak meninggalkan Arvin.

"Kamu mau kemana?" tanya Arvin bingung dan tidak terima ditinggalkan begitu saja ditengah perbincangan.

"Mau wudhu biar saya nggak kepanasan dan penuh emosi begini. Habis itu sholat. Jangan sok-sok mau ngeimamin saya ya. Saya bisa sendiri. Nggak butuh imam kayak bapak" ucap Rania kesal.

Bukannya tersinggung, Arvin malah tertawa mendengar ucapan Rania. Entah kenapa baginya membuat wanita itu kesal merupakan salah satu aktivitas yang menyenangkan.

"Siapa juga yang mau ngeimamin kamu" teriak Arvin agar bisa didengar Rania yang hampir memasuki musholla di lantai tersebut.

Sementara itu dilantai bawah bagian divisi CFO.

PERFECT MISTAKE (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang