DELAPAN BELAS

10K 762 11
                                    

Senin pagi yang mendung. Setidaknya Rania berharap bahwa cukup cuaca saja yang mendung jangan dengan harinya. Setidaknya meskipun Jakarta hari ini diguyur hujan lebat, cukup kota ini saja yang hujan bukan hidupnya. Namun harapan Rania layaknya tetesan air hujan, sedikit demi sedikit mulai luruh. Kala pagi itu Arvin mengadakan rapat khusus untuk divisi yang dipimpinnya. Rania, Abi, Shaza dan Lioni sudah duduk dengan manis untuk mendengarkan apa yang akan diutarakan Arvin melalui rapat ini.

"Melalui rapat ini, akan saya sampaikan perubahan jabatan struktur organisasi perusahaan. Terutama saya sendiri, Arvin Aksavaro Bratamudyo akan menggantikan posisi Kasran Bratamudyo yang sebelumnya menjabat sebagai CEO disini. Maka daripada itu, kekosongan posisi CFO yang saya pegang sekarang akan dipegang oleh Devan Hail. Kepala CFO dari salah satu perusahaan ternama di Pakistan" tepat setelah nama Devan disebut, seolah takdir sedang mempermainkan Rania. Pintu ruangan rapat itu terbuka dan menampilkan sosok nyata yang selama ini hanya bisa dilihat Rania melalui layar handphonenya atau layar laptopnya.

Devan Hail, dengan darah campuran yang mengalir dalam pria itu membuat semua wanita diruangan rapat ini menatap cara berjalan pria itu yang bak model profesional dengan tatapan terpesona. Bahkan bukan hanya cara berjalan Devan yang menarik perhatian, wajah serta aura pria itu juga menjadi magnet yang membuat para wanita tidak akan sanggup memalingkan wajahnya dari ketampanan dan aura yang begitu kuat dari Devan Hail.

"Maaf saya terlambat. Saya tidak tau bahwa Jakarta semacet ini" ucap Devan.

Seluruh manusia diruangan itu memaklumi ucapan Devan. Maklum saja Devan adalah orang asing yang baru pertama kali mengalami terjebak macet di ibu kota tercinta ini.

"Tidak apa-apa. Silahkan duduk" ucap Arvin mempersilahkan Devan untuk duduk yang kebetulan kursi kosong yang tersisa adalah didepan Rania.

Mata Rania menatap lekat pada sosok Devan sedari pria itu memasuki ruangan hingga duduk didepannya. Rania berharap bahwa ini adalah mimpi. Ia senang namun sekaligus rasa khawatir langsung menjalarinya. Arvin yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Rania yang duduk didekatnya harus berdehem cukup keras untuk menarik perhatian wanita itu.

"Baiklah, saya lanjutkan. Posisi CFO akan dipegang oleh Devan Hail. Saya, Arvin Aksavaro akan memegang posisi CFO dan posisi sekretaris untuk saya akan diambil alih oleh Rania Andrelia" ucapan Arvin membuat Rania secara otomatis langsung menoleh dan menatap horor pada Arvin namun Arvin mengabaikan tatapan itu.

"Untuk sementara, kekosongan posisi Rania akan di back up oleh Abi. Perusahaan sedang mencari seseorang yang layak untuk menggantikan posisi yang Rania tinggalkan ini. Shaza dan Lioni bertugas untuk membantu Abi selama perusahaan dalam tahap mencari seseorang yang layak untuk mengisi kekosongan posisi yang ditinggalkan Rania. Paham?" tanya Arvin sambil mengedarkan tatapannya ke seluruh stafnya.

"Paham" jawab mereka serempak.

Rania berjalan dengan tergesa-gesa keluar dari ruang rapat saat Arvin menutup rapat hari ini. Namun seperti Rania yang tergesa-gesa. Devan juga tergesa-gesa mengejar Rania.

"Rania" panggil Devan namun diabaikan oleh Rania.

Devan mempercepat langkahnya. Rania rasanya ingin berlari saja. Namun ia tau hal tersebut akan menjadi pusat perhatian orang-orang diperusahaan ini. Akhirnya Rania membiarkan langkah Devan mensejajarinya.

"Rania, kamu tidak senang aku disini?" tanya Devan.

Rania berhenti dikubikelnya. Diletakkannya dokumen yang ia bawa rapat tadi ke mejanya. Ditatapnya lekat-lekat wajah Devan. Wanita itu tersenyum.

"Jadi ini kejutan yang kamu bilang beberapa minggu yang lalu ke aku?" tanya Rania. Devan mengangguk dilengkapi dengan senyum cerianya.

"Baiklah. Kamu berhasil membuatku terkejut Dev" ucap Rania lagi.

"Kamu senang?" tanya Devan sambil memperhatikan Rania lekat namun tetap dengan senyum yang masih mengembang.

Senyum Devan menular, Rania secara otomatis tersenyum "Tentu saja"

"Tapi kenapa kamu kelihatan takut dan menghindar?" tanya Devan lagi penasaran dengan sikap Rania barusan.

"Aku...aku hanya khawatir" jawab Rania. Devan memperhatikan senyum manis Rania memudar dan wajah cantik itu menjadi kelam.

"Tentang Arlin pasti?" tebak Devan.

Rania hanya menatap sedih pada manik coklat gelap milik Devan.

PERFECT MISTAKE (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang