SEMBILAN

10.7K 767 6
                                    

Keesokan harinya Rania datang dengan wajah lesu, lingkaran mata tetap menggelap dan mata bengkak. Semalam ia kehilangan minat untuk tidur, Rania memilih untuk membaca novel namun ternyata novel tersebut memiliki alur cerita yang menyedihkan sehingga entah berapa jam selama membaca novel yang ia lakukan hanyalah menangis.

Rania ingin memakai kacamata hitam ketimbang memakai kacamata minus nya. Tapi toh ia tidak mungkin juga selama bekerja dikantor memakai kacamata hitam. Apa kata yang lain? Terlalu menyolok perhatian karena terlalu modis.

"Itu mata kenapa?" tanya Lioni.

Rania langsung menghela nafas, ia tau keadaan mengenaskannya terlalu mencolok mata.

"Habis nangis?" tanya Shaza yang masih memiliki jiwa kemanusiaan karena hanya Shaza yang menatap prihatin pada keadaan Rania.

"Ya iyalah pasti habis nangis tuh, Za. Masa iya habis ketawa" sambung Abi sambil tertawa.

"Kenapa Ran? Habis diputusin pacar semalam? Eh lupa gue. Lo kan jomblo ya? Jangankan pacar, gebetan aja nggak punya" ucap Abi dengan sadisnya namun tawanya menggema dalam ruang kerja mereka.

"Dasar pria laknat. Diem lo" hardik Rania kesal. Namun bukannya diam, tawa Abi semakin menggema.

"Pagi semua"

Rania menggeram pelan ketika suara itu kembali mengusik paginya yang rusuh. Rania yakin sebentar lagi Arvin akan bergabung dengan yang lain untuk memojokkannya.

"Itu mata kenapa? Itu wajah pagi ini kenapa? Kok tambah jelek" ucap Arvin sambil menatap wajah Rania lekat-lekat.

Rania menatap jengkel pada atasannya.

"Saya doa kan bapak ntar dapat jodoh jelek kayak saya. Hati-hati loh pak, doa orang teraniyaya cepat terkabulnya" ucap Rania kesal sambil menatap Arvin dengan rasa jengkel maksimal.

Arvin hanya mengangkat bahunya seolah tak perduli "Saya sih nggak masalah. Saya nggak pernah mempermasalahkan penampilan fisik selama sifatnya bagus. Kalau fisiknya jelek tinggal saya bawa ke luar negeri buat operasi kecantikan"

Darah Rania rasanya semakin mendidih mendengar jawaban santai Arvin. Wanita itu menahan dirinya agar tidak mengatai Arvin 'pria laknat'. Pasalnya ia masih ingin bekerja di perusahaan ini. Rania bangkit dari kursinya dan berjalan meninggalkan dua pria laknat yang membuat emosinya mendidih.

"Ran mau kemana lo?" seru Abi.

"Mau nyari jodoh" ucap Rania asal tanpa menoleh kearah mereka berdua. Rania berjalan ke pantry dengan kesal. Ia lebih memilih menikmati aroma secangkir kopi susu sebagai rileksasi untuk jiwanya.

"Katanya mau nyari jodoh?"

Rania memejamkan matanya, mengutuk sebentar didalam hatinya. Jiwanya sudah mulai tenang dan sekarang muncul Arvin. Arvin yang selalu membuat aliran darahnya mendidih.

"Lah bapak ngapain kesini? Mau nyari jodoh juga?" tanya Rania asal. Ia menolak menjawab pertanyaan tidak penting dari Arvin.

"Saya mau nyari kopi" jawaban Arvin membuat kening Rania mengernyit.

'Tumben amat, biasanya juga nyuruh-nyuruh OB' lagi-lagi Rania hanya membatin. Ia malas berbincang dengan Arvin.

"Mumpung kamu disini. Buatkan saya secangkir kopi seperti biasa. Bawakan keruangan saya"

Rania melotot mendengar ucapan Arvin namun pria itu berlenggang begitu saja meninggalkannya yang kebingungan.

"Seperti biasa? Ngigau tuh si Arvin. Memangnya kapan aku pernah buatin dia kopi?" omel Rania kesal.

"Pak Mamet, Pak Arvin minta tolong buatkan kopi dan sekalian antarkan keruangannya ya pak. Sekarang kata Pak Arvin" ucap Rania yang kebetulan melihat salah satu OB masuk ke pantry.

"Baik mbak Rania"

"Makasih ya pak" ucap Rania sambil melanjutkan kegiatan ngopi paginya.

"Sama-sama mbak"

"Ah, kalau Pak Arvin nanya saya kemana. Bilang aja saya masih menikmati menanti jodoh saya datang" ucap Rania yang dibalas dengan tawa oleh Pak Mamet.

Rania kembali menikmati paginya sambil mengaduk-aduk kopi yang tersisa dalam cangkirnya. Otaknya sedang berpikir. Ia larut dalam pikirannya hingga ia tak sadar berapa lama waktu telah terlewat bahkan ia tidak sadar Arvin sudah duduk manis disampingnya.

"Kopi itu lebih mempesona dibanding saya?"

Ucapan Arvin menarik kesadaran Rania kembali ke raganya.

"Kok bapak kesini lagi?" ucap Rania sewot.

"Kok jadi kamu yang nggak terima saya kesini. Memangnya dipintu pantry ada tulisan 'Arvin Aksavaro dilarang masuk'" ucap Arvin tak kalah sewot.

Rania cemberut mendengar kebenaran ucapan Arvin. Memang tidak ada larangan untuk Arvin berada diruangan atau disudut manapun di perusahaan ini.

"Nggak sih. Suka-suka bapak aja mau berada dimana. Mau gelantungan diatap juga bebas" ucap Rania kesal.

Rania menatap wajah Arvin yang pagi ini tetap saja dan masih saja tampan. Ya iyalah, masa ketampanan Arvin bisa pudar hanya dalam hitungan 1 malam.

"Pagi ini saya tetap tampan kan?" tanya Arvin sambil terkekeh melihat cara Rania menatapnya.

"Ya iyalah pak bapak tampan. Kalau cantik ntar saya merasa tersaingi" ucap Rania asal.

Arvin terkekeh mendengar ucapan Rania.

"Bapak ngapain kesini? Mau nungguin jodoh juga?" tanya Rania yang mendapat gelengan dari Arvin.

"Atau mau nyariin jodoh?" tanya Rania lagi. Arvin kembali menggeleng sebagai jawaban dari pertanyaan Rania.

"Saya nyariin kamu. Kalau sudah selesai ngopinya langsung keruangan saya. Ada yang harus kamu revisi" ucap Arvin sambil pergi meninggalkan Rania.

Rania menatap punggung Arvin dengan cemberut.

"Fix Arvin ini titisan jelangkung. Datang tak dijemput, pulang tak diantar" omel Rania kesal.



PERFECT MISTAKE (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang