Rania terbangun dari tidurnya dengan senyum bahagia yang mengembang sempurna. Ia mencintai hari Minggu. Hari dimana ia bisa bangun siang setelah diteror lembur tak berkesudahan. Ia menyukai hari Minggu, hari dimana ia tak perlu melihat wajah Arvin Aksavaro. Ia menyukai hari Minggu, hari dimana Arvin tak bisa mengganggunya dengan tingkah aneh, konyol dan tak masuk akal pria itu.
Rania masih bergelung dengan selimutnya meskipun mata indahnya telah terbuka sempurna. Jiwanya telah terkumpul secara utuh, wanita itu masih enggan berpisah dari kasurnya. Setengah jam begitu, ia mulai merasakan kelaparan. Rania melihat jam di handphone yang dipegangnya menunjukan pukul 10.00. Pantas saja ia kelaparan, ia telah melewatkan jam sarapannya.
Rania bangkit menuju kamar mandi, ia mencuci mukanya dan menggosok gigi lalu turun kebawah, ia yakin mamanya telah menghidangkan masakan.
"Pagi, Ma" sapa Rania yang melihat mamanya sedang asik nonton salah satu acara gosip di TV ruang keluarga.
"Pagi sayang, mama masakin makanan kesukaan kamu tuh" ucap mamanya tanpa mengalihkan pandangan dari TV.
"Siap" jawab Rania lalu berjalan kedapur. Ia membuka tempat lauk keramik yang bisa berputar-putar itu, tempat lauk kesukaan mamanya.
Perut Rania semakin meronta-ronta melihat ayam goreng tepung, sosis asam manis dan sayur sop telah terhidang dan pastinya sambal adalah menu wajib bagi Rania yang sangat cinta makanan pedas. Rania mengabaikan ayam gulai yang tersaji. Ia tidak menyukai masakan yang bersantan-santan. Hidangan itu pasti untuk ayahnya yang sangat menyukai makanan bersantan.
Selesai makan, Rania mandi lalu ia melaksanakan hobinya yang hanya bisa ia lakukan di hari Minggu. Membaca novel. Setelah sholat Dzuhur, Rania tidur siang. Tidur siang juga salah satu hobinya yang hanya bisa ia lakukan di hari Minggu semenjak Rania menginjak dunia kerja.
Sorenya, setelah sholat Ashar, Rania pergi kesalah satu mall bersama Arlina. Ia menjemput Arlin terlebih dahulu. Sepanjang jalan, Rania melirik Arlin sibuk dengan handphonenya.
"Lagi apa sih, Lin?" tanya Rania penasaran.
"Lagi chat sama Devan" jawab Arlin sambil tersenyum senang.
Rania hanya mengangguk-angguk saja dan kemudian kembali berfokus pada jalanan.
Sesampainya disalah satu fast food favorite mereka. Rania pergi memesan makanan sementara Arlin mencari tempat duduk. Rania sedang asik mendongak melihat daftar menu. Wanita itu sedang menajamkan pengelihatannya yang minus.
"Bisa tolong dipercepat nggak mesannya" ucap sebuah suara dibelakang Rania.
Rania mengernyit merasa suara tersebut tidak asing dan memberikan efek merinding.
"Sabar dong Mas" ucapnya tanpa menoleh kebelakang untuk mencari tau siapa pemilik suara tersebut.
"Kamu memang hobinya membuat saya menunggu, ya?"
Rania merasa kesal dengan ucapan pria itu.
'Siapa sih pria ini? Kenal aja nggak' Rania membatin. Rania membalikkan badannya dan ia terkejut melihat sosok Arvin berdiri menjulang dibelakangnya. Sementara Arvin menatapnya dengan tatapan datar seperti biasa.
"Eh bapak" ucap Rania salah tingkah. Arvin mengernyit tidak suka. Rania menggigit bibir bawahnya, ia merasa seperti berbuat salah tapi Rania bingung kesalahannya apa. Kesalahannya cuma satu, menjadi bawahan Arvin Aksavaro. Seperti itulah pemikiran yang terlintas dalam benak Rania ketika melihat kerutan tidak suka dari wajah tampan Arvin.
"Silahkan pak kalau begitu" ucap Rania cepat lalu dengan refleks menyingkir memberi Arvin jalan.
"Pesan aja dulu. Kan kamu tadi antri duluan" ucap Arvin.
"Nggak jadi. Menu yang saya mau nggak ada. Permisi pak" ucap Rania sambil buru-buru kabur dari hadapan Arvin. Rania dengan panik mencari Arlina.
"Lin,Lin. Kita makan ditempat lain aja yuk" ajak Rania panik dan cepat.
"Hah? kenapa? Kamu kenapa sih? Kok kayak habis lihat setan" tanya Arlin dengan wajah kebingungan.
"Nanti aku ceritain. Ayo cepat pergi dari sini" ucap Rania terburu-buru.
Tanpa menunggu jawaban Arlin, Rania dengan segera berjalan menuju pintu keluar. Arlin mau tak mau mengikuti langkah Rania meskipun wanita itu mengikuti dengan kebingungan dan penuh tanda tanya.
Jika tadi mereka berada dilantai paling bawah. Sekarang mereka berada dilantai atas. Inilah bentuk perjuangan Rania untuk berada sejauh mungkin dari Arvin Aksavaro. Akhirnya mereka memutuskan untuk nonton sambil makan, lebih tepatnya sambil nyemil karena kentang goreng dan popcorn terlalu ringan untuk dibilang makan.
Sambil menunggu iklan selesai, Arlin dan Rania berbincang-bincang sebentar.
"Gimana Devan?" tanya Rania membuka pembicaraan.
Wajah Arlin langsung berbinar-binar membuat Rania curiga. "Kamu benar. Dia pria yang baik dan manis banget"
"Lin, Devan begitu kesemua orang. Jangan baper ya" Rania memperingati Arlin bukan karena ia cemburu namun karena ia tau sahabatnya sendiri. Arlin yang sensitif dan mudah baper akan sangat bahaya jika sahabatnya sampai jatuh cinta pada Devan. Sementara Rania tau betul bahwa Devan hanya menganggap Arlin teman. Bahkan Devan pernah berkata, pria itu membalas pesan Arlin karena Arlin adalah sahabat Rania. Devan bilang ia melakukan semua itu karena Rania.
"Nggak kok. Aku nggak baper. Tapi aku merasa Devan itu takdir aku. Bukan, bukan hanya perasaan saja. Tapi aku yakin Devan itu takdir aku, Ran" ucap Arlin sambil tersenyum menatap foto profil Devan.
"Duh Lin, nggak usah aneh-aneh gitu deh" ucap Rania yang mulai takut.
"Hush, jangan ribut. Udah mau main filmnya"
Ucapan Arlin membungkam Rania. Pada akhirnya yang dilakukan Rania bukannya menonton malah melamun.
"Kemaren kucing tetangga saya mati gara-gara kebanyakan ngelamun"
Ditengah kegiatan melamunnya, seseorang disebelahnya mengganggunya. Ia yakin itu bukan suara Arlin. Masa suara Arlin berat seperti suara pria, lagipula Arlin duduk disebelah kanannya bukan kirinya. Rasanya tadi sebelah kirinya kosong.
Rania menggeleng-geleng menghapus pikiran buruknya. Pasalnya ia sedang menonton film horor hits 'Anabelle'. Rania khawatir ada genderuwo yang suka padanya dan mengajaknya berbincang-bincang. Tapi setelah dipikir-pikir lagi, Rania kan tidak punya indra keenam, ia tidak punya kemampuan bisa mendengar dan melihat bangsa setan dan jin dan hantu dan sebangsa itu.
Rania memberanikan diri menoleh menatap sumber suara dan betapa terkejutnya ia bahwa yang dilihatnya lebih seram daripada setan.
Bisa kalian tebak apa?
Pasti bisa lah ya, kalian pasti tau apa yang dilihat mata indah Rania.
Eh bukan 'apa' yang dilihat Rania, yang benar 'siapa' yang dilihat Rania.
Yaps!
Mata indah Rania menangkap sosok bos nya, kepala timnya.
Arvin Akasavaro.
Arvin Aksavaro yang sedang menatapnya dengan tatapan datar nan angkuh.
Seketika itu juga Rania ingin beristighfar pada sang Penciptanya. Seketika itu juga Rania ingin membaca segala doa-doa yang ia ingat agar sosok didepannya hilang menjadi asap.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT MISTAKE (SELESAI)
Teen FictionWARNING : Aturan pertama dalam jatuh cinta adalah cintai dirimu sendiri terlebih dahulu. Sudahkah kamu melakukannya? 💃Ingat Ya, Ini cerita FIKSI yg artinya tidak benar-benar terjadi. Khayalan suka-suka yang punya akun💃 🔥 Saya tidak ikhlas dan ti...