DELAPAN

11.3K 722 25
                                    

Rania sedang merenung menatap langit malam melalui jendela kamarnya. Perasaannya sendu namun tak sekelam pekatnya malam. Tiba-tiba ia merasa sepi, sesunyi suasana malam. Arlin baru saja menemuinya dan perkataan sahabatnya itu terngiang-ngiang dalam benaknya.

'Aku merasa Devan menyukaimu. Ia mengirimkanku foto keponakan yang disayanginya, Devan bilang, Devan menyukai senyum anak perempuan itu. Senyum anak perempuan itu seperti senyummu. Senyum yang manis. Kamu memiliki senyum yang indah, manis dan sanggup membuat orang bahagia hanya dengan melihatmu tersenyum' ucap Arlin tadi ketika mereka sedang berbincang-bincang.

'Nggak mungkinlah Lin. Aku dan Devan sudah sepakat untuk berteman dan nggak lebih karena kami juga sudah berbincang tentang hubungan 'pernikahan' yang beda negara akan rumit dan sulit. Dan kamu tau persis bagaimana aku. Aku tidak menyukai hal-hal rumit. Aku menyukai hal-hal sederhana. Termasuk dalam hal menjalin hubungan. Pria lokal aja masih banyak yang jomblo' jawab Rania sambil tertawa karena merasa geli sendiri diakhir ucapannya.

Arlin menatap Rania dengan tatapan putus asa 'Devan itu takdir aku, Ran. Dia untuk aku. Jangan kamu rebut'

Rania menghela nafas. Bagaimana lagi dia harus menyakinkan pada Arlin bahwa dia tidak tertarik sama sekali pada Devan dan Devan juga tidak tertarik untuk menjalin hubungan lebih dari teman dengannya.

'Kamu nggak tau takdir Lin' ucap Rania pada akhirnya.

'Memang. Tapi manusia diberi hati untuk bisa merasakan. Aku bisa merasakan Ran kalau Devan itu takdir aku. Aku yakin, Ran. Aku udah berdoa dan terus berdoa. Aku yakin akan doa-doa ku. Aku yakin Devan adalah jawaban dari doa-doa ku' ucap Arlin dengan yakinnya.

'Tapi Devan udah nolak kamu, Lin. Devan udah NOLAK kamu. Dia bilang dia nggak tertarik sama kamu' ucap Rania yang dengan terpaksa menekan kata 'NOLAK'.

Rania sudah membicarakan ini pada Devan setelah dia tau bahwa Devan memblok semua akun Arlin. Rania bahkan mengirimkan isi percakapan mereka pada Arlin agar Arlin sadar bahwa Devan tidak ingin menjalin hubungan lebih dari berteman. Kata-kata menyakitkan dari Devan semuanya diberitahukan Rania pada Arlin atas seizin Devan.

'Devan bahkan bilang Lin ia tidak tertarik menjalin hubungan serius dengan wanita asing, sekalipun ia mau, wanita itu bukan kamu Lin. Bukan Arlina Nurindah' Rania jeda sesaat melihat ekspresi Arlin yang terluka namun menolak menerima kenyataan.

'Devan bahkan bilang agar kamu melupakannya. Lupakan Devan Hail, Lin. Kamu itu cantik. Coba sekali-kali kamu berdiri dicermin, tatap diri kamu secara keseluruhan. Kamu itu cantik Lin, dengan tubuh mungil dan wajah imut-imut kamu. Kamu bisa menemukan yang lebih baik dari Devan' Rania berusaha untuk menghibur Arlin.

'Nggak. Aku nggak mau yang lain. Aku cuma mau Devan. Devan itu takdir aku' ucap Arlin masih berpegang teguh pada keyakinannya.

'Lin, kalau kalian memang ditakdirkan bersama. Allah tidak akan menggerakan salah satunya saja, pasti keduanya. Kalau kalian memang ditakdirkan bersama, seharusnya bukan hanya kamu saja yang merasakannya, Devan juga, tapi nyatanya Devan nggak merasa begitu. Jika kalian memang ditakdirkan bersama, harusnya bukan hanya kamu yang usaha' ucap Rania yang berusaha menyadarkan Arlina. Rania memang tidak mengerti takdir, ia memang tidak mengerti bagaimana rasanya bertemu jodoh dan merasa yakin. Namun Rania menyakini satu hal, jika memang takdir maka perasaan dan usaha untuk bersama tidak akan berasal dari satu pihak, melainkan dari dua belah pihak.

'Terserah kalau kamu nggak percaya sama aku' ucap Arlin kesal bercampur marah lalu pergi meninggalkan kamar Rania.

Rania kembali menghela nafasnya ketika ia teringat kembali percakapannya dengan Arlin. Lamunan Rania terganggu ketika nada dering dari handphonenya berbunyi.

"Hai, Dev" sapa Rania begitu mengangkat panggilan itu.

"Hai, Rania. Kenapa suara kamu terdengar lesu begitu?" tanya Devan.

"Tidak apa-apa. Hanya saja rasanya aku sudah mengantuk" ucap Rania berbohong.

"Oh, maaf jika mengganggu. Aku lupa bahwa kamu adalah putri tidur. Selamat tidur, princess" ucap Devan.

"Dev, jangan ditutup dulu telponnya" ucap Rania cepat.

"Aku mau bilang maaf"

Devan mengernyit mendengar permintaan maaf Rania.

"Kalau minta maaf harus berbuat salah. Memangnya kamu berbuat salah apa padaku?" tanya Devan sambil mengingat-ingat kesalahan apa yang pernah dibuat Rania.

"Aku...aku minta maaf karena telah memperkenalkan Arlina padamu. Aku merasa bersalah karena aku memperkenalkan Arlina kepadamu. Kamu jadi mendapat teror perasaan darinya. Aku udah bilang semuanya Dev, tapi dia tetap pada pendiriannya bahwa kamu adalah takdirnya" ucap Rania yang merasa bersalah. Dalam benak Rania selalu terbersit perandaian. Andai ia tak mengenalkan Arlin dan Devan pasti semuanya tak akan serumit ini dan tak akan ada yang terluka maupun kecewa.

"Rania...aku udah bilang berkali-kali padamu. Kamu tidak salah. Aku tidak menyalahkanmu dan tidak pernah serta tidak akan pernah menyalahkanmu, tuan putri. Jadi jangan meminta maaf lagi atas kesalahan yang tidak kamu lakukan. Ingat Rania, kamu tidak salah" ucap Devan dengan lembut. Pria itu mengerti kegundahan perasaan Rania dan Devan ingin menenangkan perasaan Rania.

"Terimakasih Dev. Aku sangat lega sekali mendengarnya" ucap Rania sambil tersenyum.

"Sama-sama, princess. Selamat tidur dan jangan lupa bermimpi indah" ucap Devan sebelum memutuskan panggilannya.

Rania melihat pesan masuk dari wa nya.

'Ran, tolong suruh Devan buka blokirannya'

_Arlina_

'Nggak mau. Aku nggak mau ikut campur lagi dalam urusan kalian. Aku selesai sampai disini'

_Rania_

'Nggak bisa gitu dong. Kan kamu yang memperkenalkan kami. Kamu harus tanggung jawab sampai akhir'

_Arlina_


Rania menghela nafas membaca pesan Arlin. 'Aku harus tanggung jawab kayak gimana sih Lin' lirih Rania.

PERFECT MISTAKE (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang