26

11K 722 6
                                    

"Ran, lo turun jabatan?" tanya Abi bingung saat mendapati sosok Rania duduk di kubikel lamanya di divisi CFO.

"Menurut lo aja deh, Bi" jawab Rania malas.

"Nggak sih, nggak mungkin. Kalau lo turun jabatan, bos Arvin pasti ngikut turun jabatan" ucap Abi sambil terkekeh.

"Arvin mulu di otak lo. Jangan-jangan lo nyerong ke Arvin ya?" tanya Rania curiga.

"Astaghfirullah Ran. Fitnah lo itu lebih kejam daripada pembunuhan tau nggak. Mau diletakkan dimana harga diri gue sebagai pria laknat pemain wanita?" timpal Abi.

"Jadi, lo kesini nyari siapa? Nyari gue?" tanya Abi pede.

"Ihhh...pede banget lo. Gue nyari jodoh" ucap Rania asal.

Abi tertawa. "Bukan gue dong berarti ya"

"Ya bukanlah. Amit-amit gue berjodoh sama lo" ucap Rania sensi.

Abi tertawa kembali. "Kalau gitu ngapain lo turun? Jodoh lu kan diatas. Pak Bos Arvin Aksavaro"

"Ihhh Abi, apaan sih. Jangan nyebar gosip lo ya" ancam Rania.

"Gue sih nunggu nyebar undangan lo aja" goda Abi.

"Tahun depan ya. Soalnya ulang tahun gue ditahun ini udah lewat" timpal Rania.

"Undangan nikah lo, Rania Andrelia bukan ulang tahun lo. Dasar wanita berhati batu. Kagak peka-peka" omel Abi.

Rania tertawa, ia merindukan adu mulut tidak penting seperti ini.

"Gitu dong tertawa Ran. Lo akhir-akhir ini gue perhatiin murung mulu. Nggak cocok ih sama pencitraan lo" ucap Abi.

Rania tertawa kian kencang. "Pencitraan? Lo kata gue lagi ikut pemilu gitu?"

"Kenapa sih? Stres banget ya selantai cuma berdua sama Arvin doang?" tanya Abi mulai kepo.

"Nggak kok. Masalahnya bukan di Arvin" jawab Rania.

"Masalahnya di elo ya? Kurang peka sama kode Arvin" timpal Abi sambil tertawa.

"Apaan sih Bi. Jangan sampai gue baper ya" omel Rania.

"Emang lo bisa baper? Kan julukan lo waktu kuliah wanita berhati batu gara-gara lo pernah patah hati waktu SMA dan pas kuliah karena lo malas pacaran dan takut mengulang kejadian pahit jadi deh lo nolak semua cowok yang nyatain cinta ke lo" ungkit Abi.

"Sorry ya, gue udah move on"

Abi mengangguk-angguk paham. "Move on sama pak bos Arvin ya?"

"Abi!" geram Rania kesal.

"Lagi gosipin apa nih? Kayaknya seru" Devan yang baru datang langsung menyapa Abi dan Rania.

"Morning, princess" sapanya seperti biasa.

"Morning too" balas Rania.

"Lagi gosipin Rania yang udah move on" Abi menjawab pertanyaan Devan.

"Iya kan move on nya sama gue"

Rania mengernyit mendengar perubahan kosakata Devan.

"Dev, jangan terlalu banyak bergaul sama Abi ya. Aku takut kamu salah pergaulan. Cukup gaya bicaranya aja yang kamu tiru. Perilaku laknatnya jangan" ucap Rania yang mengundang tawa dari dua pria yang menjadi lawan bicaranya.

"Ran, jangan gitu dong. Selaknat-laknatnya gue, gue nggak pernah maksa wanita manapun. Mereka yang dengan suka rela menyerahkan diri ke gue" bela Abi.

Rania bergidik geli mendengar ucapan Abi.

"Oh ya Ran. Aku mau nyampaikan satu fakta yang selama ini aku sembunyiin dari kamu tentang aku" ucap Abi serius.

"Apa?" tanya Rania yang penasaran karena jarang-jarang seorang Abi bisa serius.

"Jadi, kemaren..gue nemuin foto" ucap Abi sementara Rania dan Devan menyimak dengan serius.

"Dari foto itu gue tau satu fakta penting" ucap Abi kian serius.

"Apaan?" tanya Rania tak sabaran.

"Jadi...dari foto itu gue tau satu fakta baru bahwa ternyata..."

Rania menunggu Abi menyelesaikan ceritanya.

"Ternyata gue tampan dari lahir" ucap Abi dengan seyum jahil yang mengembang.

"Abi!" ucap Rania yang jengkel karena merasa tertipu.

"Nggak penting amat itu fakta buat gue" omel Rania.

"Tapi buat gue penting Ran" jawab Abi.

"Serah lo deh. Dev, aku mau ngomong sesuatu yang privasi" ucap Rania dan berdiri dari duduknya.

"Apa nih? Gue kan kepo. Lo mau mutusin Devan ya Ran? Atau lo mau jujur kalau selama ini lo ada rasa, ada main sama pak bos Arvin. Atau bahkan lo mau ngaku kalau lo udah selingkuhin Devan dan selingkuhan lo itu Arvin" ucap Abi sambil menebak-nebak.

"Lo kebanyakan nonton sinetron" ucap Rania kesal lalu menyeret Devan kedalam ruangan pribadi CFO. Sesampainya diruangan Devan, Rania menceritakan kondisi Arlin.

"Dia bilang dia nggak bisa hidup tanpa kamu Dev. Aku nggak bisa lihat dia kayak gini. Emangnya kamu nggak bisa coba nerima dia sekali aja" pujuk Rania.

"Ran...kita udah bicara tentang ini berkali-kali sampai aku bosan. Jawaban aku tetap sama. Aku nggak bisa hidup dengannya. Kenapa aku harus mengorbankan kebahagiaanku untuknya? Dia tidak ada artinya dihidup aku, Ran. Dia bukan siapa-siapa bagi aku, lantas atas dasar apa aku mengorbankan hidup, kebahagiaan, ketenangan bahkan diri aku hanya untuk dia yang bukan siapa-siapa bagi aku? Maaf Ran, aku sangat menghargai dan menyayangi diri aku sendiri. Aku nggak akan melakukan hal-hal yang aku nggak suka dan yang hanya akan membuat diri aku menderita dan sengsara" ucap Devan tegas.

"Kamu mengerti aku kan Ran?" tanya Devan melembut pada Rania.

"Aku ngerti kok Dev. Kamu benar. Maaf" ucap Rania lirih.

Devan mengehela nafasnya. Didekatinya Rania dan dibawanya gadis itu dalam pelukannya.

"Kenapa sih kamu harus terus-terusan minta maaf atas kesalahan yang nggak kamu perbuat, Rania" ucap Devan berusaha untuk menyemangati Rania.

"Aku yang harus minta maaf. Mungkin dalam emosi dan tidak sadar kata-kataku yang menyalahkanmu  telah menyakiti hati kamu. Aku nggak bermaksud begitu. Aku minta maaf" ucap Devan.

Rania melepas pelukan Devan. "Kamu nggak salah kok Dev" ucapnya sambil tersenyum.

"Kamu juga Ran. Kamu nggak salah apa-apa, princess" ucap Devan sambil tersenyum manis dan menghapus jejak air mata dipipi mulus Rania.

PERFECT MISTAKE (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang