Menenangkan Diri Sejenak

33 9 4
                                    

Setelah mengunci kamar, kini aku merebahkan diri dan menangis sepuasnya. Tidak peduli lagi keadaan di luar dan mama yang pasti masih marah padaku, walau bagaimanapun aku harus menenangkan diri dan butuh waktu untuk sendiri.

🌷🌷🌷

Keesokan harinya, pagi ini aku sudah mandi dan berdandan harian seperti biasa. Aku punya kebiasaan unik, walaupun tidak kemana-mana aku tetap selalu mandi pagi dan bermake-up natural seperti biasa. Rasanya pede saja bila sudah mandi dan berdandan harian, jadi kalau ada mendadak tamu datang aku tidak terlihat kucel, kusam apalagi bau..heheee...aku selalu menyemprotkan parfum non alkohol ke baju harianku, dengan begitu aku menjadi lebih fress.

Tapi sangat bertolak belakang dengan suasana hatiku yang masih muram, aku masih syok dengan keadaan tadi malam, sampai sekarang pun aku dan mama masih perang dingin yaitu saling diam. Tanpa berani menegurnya apalagi sekedar mengajaknya berbincang. Aura kemarahan masih terlihat jelas diwajahnya yang kulihat selalu cemberut, yang semakin membuatku enggan untuk menyapanya.

Tapi aku tidak bisa terus-terusan begini, aku serumah dengan mama, mana mungkin aku bisa membiarkan dan melalui hari-hariku dengan kebisuan seorang diri tanpa ada interaksi dengan mama. Apalagi ini libur panjang itu artinya aku lebih banyak berada di rumah, sepertinya aku yang mengalah untuk menyapa mama terlebih dahulu, ini juga karena kesalahanku.

"Maa..." sapaku hati-hati disaat mama lagi menyiram tanaman di halaman rumah.

Tanpa suara dan reaksi apapun dari mama, ku coba sekali lagi, mungkin mama tidak mendengarku.

"Mama...Musda minta maaf udah buat mama malu dan kecewa, tapi sungguh bukan maksud Musda untuk melawan, karena ini menyangkut masalah hati ma, nanti Musda akan kenalkan Riduan pada mama. Mama jangan khawatir dia orangnya baik dan dia juga guru sama seperti Musda..." ucapku panjang lebar mencoba menjelaskan pada mama walaupun selama aku berucap mama sama sekali tidak menatapku sedetik pun, mama lebih asyik menyirami tanamannya. Tapi aku yakin mama sambil mendengarkan dengan baik.

Setelah menyirami tanaman mamaku masuk ke rumah dan duduk di kursi ruang tamu tanpa menghiraukanku, aku pun sedari tadi mengikuti mama dan ikut duduk juga di kursi.

Sejenak keadaan begitu hening, aku cuma bisa berharap mama memberi tanggapan apa yang aku ucapkan tadi,  justru dengan diam seperti ini membuatku semakin tegang. lalu tidak beberapa lama setelah itu mama membuka suara.

"Oh jadi namanya Riduan, Musda kamu itu sungguh egois. Apa kamu tidak sadar apa yang kamu lakukan? Faisal lebih dulu menjalin hubungan denganmu, dan kamu pun menyetujui untuk menikah dengannya, tapi sekarang dengan mudahnya kamu memutuskan hubungan dengannya hanya karena Riduanmu itu. Kamu pikirkan perasaan semua orang! termasuk mama kamu sendiri, malu dan kecewa luar biasa. Begitu mudah kamu tergoda laki-laki lain, bagaimana nanti kalau kamu udah menikah, apa kamu akan seperti ini juga hah???" teriak mamaku dengan tatapan tajam penuh kemarahan.

Tanpa terasa air mataku mengalir deras tumpah tanpa kendali mendengar semua ucapan mama, aku sama sekali tidak bermaksud menyakiti siapapun, sungguh sulit kuungkapkan segala perasaanku.

"Bukan maksud Musda seperti itu ma, Musda hanya ingin mencari orang yang tepat buat Musda," ucapku disela isak tangis yang memuncak.

Ingin kujelaskan semuanya tentang perasaanku, tapi entah kenapa aku lebih mengekspresikan perasaanku dengan tangisan. Lidahku terasa kelu untuk berucap, dadaku rasanya sesak menahan rasa pedih yang bergejolak dijiwaku.

"Musda jadi orang itu harus tetap pendirian, jangan mudah goyah oleh apapun, sekali pun yang kamu temui lebih dari apa yang kamu punya. Termasuk Riduan...mungkin kamu memang lebih memilih dia, karena itu masalah perasaanmu. Tapi jangan egois, pikirkan juga perasaan Faisal yang selama ini tulus mencintaimu, kalian juga udah bersahabat sejak kecil, dan pastinya udah saling mengenal. Tapi kamu lebih memilih Riduan yang mungkin baru beberapa tahun kamu kenal yang mungkin banyak sifat aslinya yang belum kamu tau, asal kamu tau Musda banyak orang bercerai karena salah memilih suami. Cinta mati di awal bahkan sampai rela kawin lari tapi ujung-ujungnya menderita lalu akhirnya bercerai!!! apa kamu mau seperti itu???" ucap mamaku sambil bergetar menahan emosi yang begitu memuncak.

"Cukup maa...Musda ngerti, tolong jangan pojokkan Musda seperti ini, Riduan tidak seburuk yang mama bayangkan. Dia orang baik maa, dia yatim piatu sejak kecil, mana mungkin dia jahat sama Musda." jawabku mencoba meluruskan dengan setengah berteriak tapi tidak mengurangi kesopananku pada mama yang sudah melahirkanku.

Bagaimana pun sekarang hanya beliau orang tua yang aku miliki, semenjak ditinggal pergi ayah beberapa tahun yang lalu. Aku sangat menyayangi mama, aku ingin melihat mama bahagia diusia senjanya dan ingin mengabulkan permintaan mama ingin menimang cucu.

Tapi aku sama sekali tidak menyangka kehidupan percintaanku berjalan begitu rumit, dulu aku sering berkhayal setelah menikah aku ingin tetap tinggal bersama mama, bukan berarti tidak ingin mandiri. Tapi mana mungkin aku tega meninggalkan mama seorang diri, sementara kedua adikku juga sudah menikah dan masing-masing ikut suaminya.

Aku ingin punya banyak anak, agar dihari tua mama tidak kesepian karena dikelilingi cucu-cucu mama yang lucu tanpa merepotkan sedikit pun, karena ada baby sitter yang membantu merawat anak-anakku selagi aku pergi mengajar. Walau bagaimana pun rasanya aku tidak ingin meninggalkan kewajibanku sebagai guru, yang sudah jadi cita-citaku sejak kecil. Sederhana namun mulia, rasanya menjadi guru sudah jadi panggilan jiwaku. Tentunya tanpa harus meninggalkan kewajibanku juga sebagai seorang istri dan sekaligus ibu yang baik untuk anak-anakku.

Tapi inilah hidup, tidak semua keinginan sesuai dengan harapan, manusia cuma bisa berencana namun Allah juga yang menentukan segalanya.

🌷🌷🌷

"Musdaa...kenapa kamu melamun dari tadi? kamu tidak mendengar semua kata-kata mama barusan?" tanya mamaku heran.

"I iya ma, Musda dengar," jawabku berbohong.

Pikiranku sedang kalut, jadi agak susah berkonsentrasi, sebenarnya sayup-sayup kudengar disela lamunanku tadi. Mama memberi tanggapan tentang Riduan, bahwa mama bilang aku tidak boleh terlena oleh statusnya Riduan yang yatim piatu sejak kecil, dan parahnya mama beranggapan cintaku cuma karena kasihan padanya.

Dan itu sama sekali tidak benar, cintaku tulus murni tanpa adanya kasihan. Mama cuma bisa menilai tanpa mengerti perasaanku.

"Musda...kamu jangan salah paham mama bukannya memojokkanmu, mama cuma kasih nasehat biar kamu sadar, bahwa tindakanmu ini salah besar. Dan satu hal lagi sampai kapan pun mama tidak akan pernah setuju apalagi merestui hubunganmu dengan Riduan, TITIK!!! cam kan itu baik-baik." ucap mamaku tegas penuh penekanan dan berlalu meninggalkanku yang masih terpaku duduk bersimbah air mata.

🌷🌷🌷

Sepertinya aku harus menenangkan diri di suatu tempat, agar aku lebih bisa leluasa mengatur hati dan pikiranku.

Mencoba memikirkan keputusan terbaik yang kembali ku pilih, berpikir ulang kembali dari awal. Walaupun mungkin nanti hasilnya tetaplah sama saja entah mengecewakan banyak orang lagi, tapi itulah nanti keputusannya.

Yang jelas sekarang aku mau berlibur ke suatu tempat untuk mencari udara segar, semoga dengan berlibur aku bisa lebih rileks dan siap menghadapi kenyataan.



Semoga dapat keputusan yang terbaik Musda...

Sampai disini dulu ya nanti disambung lagi, penasaran Musda mau liburan ke mana sekaligus berpikir ulang akan keputusannya, simak kelanjutan ceritanya yaa...jangan lupa juga vote dan komennya, agar aku bisa lebih semangat nulis cerita ini.

O iya menurut kalian cerita ini akan sebentar lagi tamat atau masih cukup panjang konfliknya?heheheee...

Pokoknya simak aja terus kelanjutannya ya, akan ada part kejutan yang lain, yaitu entah itu konflik yang tak terduga atau apalah..heheee...nanti kalau aku sebutin disini bakalan gak kejutan lagi namanya. Sampai berjumpa kembali dipart selanjutnya.

Siapa CintakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang