Lima hari setelah acara lamaran itu kini entah kenapa perasaanku tidak karuan, bukannya tidak senang tapi susah aku jelaskan dengan kata-kata. Memang sebenarnya aku bahagia sudah menerima lamaran Riduan, tinggal menyiapkan semuanya untuk acara resepsi kami nanti. Seperti hari ini aku dan Riduan disibukkan mencari gaun pengantin yang sesuai pilihan. Ternyata cukup susah juga mencari gaun yang sesuai selera, karena aku memilih warna hijau daun muda kesukaanku dan untuk mahkota dikepalaku dibalut dengan hijab dihiasi bunga-bunga melati dan kawan-kawannya.
Sementara Riduan tidak terlalu ambil pusing dan tidak menuntut banyak hal, dia lebih menurut apa mauku. Mungkin karena laki-laki sesimpel itu jadi bagi dia yang penting bajunya nyaman yang dia kenakan. Riduan...aku semakin jatuh hati padamu karena kamu selalu menuruti apa yang aku mau. Tapi disini bukan berarti aku "menjajahnya" tak jarang aku pun menurut apa kata dia. Kalau memang dia tidak suka ya menolak, bukan berarti semuanya harus iya. Setidaknya diantara kami seimbang.
Kata orang kalau mau menikah itu pasti banyak ada terjadi kesalahpahaman atau selalu bertengkar. Tapi anehnya yang aku rasakan tidak sama sekali, malah hubunganku dengan Riduan semakin erat dan menyenangkan. Aku pun selalu menikmati setiap kebersamaan kami, disetiap canda tawa, gurauannya dan ceritanya. Selalu tak pernah terlewatkan disetiap momen kebersamaanku dengannya. Tapi entah kenapa aku merasa hati ini selalu was-was dan tidak enak. Aku pun tidak mengerti kenapa perasaan ini seolah menemani hari-hariku menjelang pernikahan seperti ini.
Aku bertanya pada Riduan tentang hal itu, malah dia jawabnya dengan santai dan menganggapnya angin lalu. Aku hanya meminta perlindungan padaNya agar semuanya lancar sesuai rencana.
"Yank nanti kamu mau bulan madu ke mana?" tanya Riduan tiba-tiba disaat aku dan dia duduk melepas penat di sebuah tempat makan lesehan untuk mengistirahatkan badan dan pikiran karena sudah lelah berkeliling untuk persiapan pernikahan. Jadinya lapar pun menyerang kami, sampai akhirnya aku memilih tempat makan ini.
Sejenak hening tanpa adanya jawaban dariku.
"Yaaank...kok melamun aja dari tadi?" tanya Riduan sambil mengibaskan tangannya ke arahku yang masih diam terpaku dengan tatapan kosong.
"Eheeemm...hmm kayaknya kamu gak dengar. Ok jangan salahkan aku kalau suaraku lebih keras. Musdaaa...Musda!!! yang cantik, baik hati dan selalu bikin kangeeenn.." Riduan setengah berteriak di depanku yang sengaja dia lakukan. Yang reflek mengundang orang-orang di sekitarku jadi melirik sekilas.
"Eh iya kenapa!" tanyaku yang malah bengong.
"Hmm kemana aja dari tadi melamunnya! udah sampai di mana?" tanya Riduan seperti polisi saja.
"Hmm maaf..akhir-akhir ini aku sering melamun," sahutku tertunduk lesu dengan wajah ditekuk.
Riduan hanya menghembuskan napas pasrah.
"Yaaank...kenapa terus dipikirkan, udah aku bilang semuanya akan baik-baik aja. Toh kita hari ini udah memesan baju penganten dengan segala perlengkapannya, catering, undangan sebentar lagi selesai cetak, sewa gedung, dan segala macamnya udah 70% rampung kan. Jadi apa lagi yang dipikirkan hmm?" tanya Riduan heran dan tetap berusaha sabar dengan sikapku yang memang belakangan ini sering melamun.
"Entahlah...aku juga gak tau kenapa perasaanku jadi tidak enak. Pokoknya ada sesuatu yang mengganjal di hati yang aku juga tidak tau apa itu. Aku takut bahkan aku..."
Kata-kataku terpotong begitu saja dan terhenti dikerongkonganku.
Riduan memegang tanganku memberikan kekuatan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
"Percayalah padaku semuanya akan baik-baik aja, lebih baik alihkan pikiranmu dengan hal-hal yang positif. Seperti nanti kita akan bulan madu ke mana?" tanya Riduan sengaja mengulang pertanyaannya yang belum sempat dijawab apalagi didengarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siapa Cintaku
RomanceSeorang wanita yang bernama Musdalifah masih betah sendiri diusianya yang ke 28 tahun, ibunya sudah beberapa kali mencoba menjodohkannya dengan seorang pria, tapi Musdalifah selalu saja menolak untuk bertemu dengan pria pilihan ibunya itu, ibunya pu...