Berlibur Ke Suatu Tempat

43 8 4
                                    

Keesokan harinya aku sudah memantapkan hati untuk pergi berlibur ke suatu tempat guna untuk mencari udara segar sejenak untuk merelaksasikan pikiran dan hatiku.

Tadinya sebelum kejadian itu aku berniat ingin mengajak liburan pergi bersama berdua mamaku, tapi karena kejadian itu hubunganku dengan mama jadi renggang, mama semakin dingin padaku.

Pagi ini aku sudah menyiapkan satu koper untukku berlibur, membawa baju secukupnya dan peralatan lainnya yang akan kubawa. Aku tidak tau pasti sampai kapan nanti aku terus mengembara membawa hati yang kini pedih oleh keputusan yang akan kupikir ulang lagi, walaupun disatu sisi kurasa ini percuma, tapi aku tetap berusaha mencoba berpikir ulang.

Setelah semuanya selesai memasukkan semua barang-barangku ke dalam koper, aku menarik nafas perlahan lalu mengembuskan lagi lewat mulut. Mengumpulkan semua kekuatan dan keberanian untuk terus tetap melangkah dan meminta izin pada mama, semoga mama tidak keberatan.

Ku intip mama dari celah pintu kamarku yang tidak tertutup rapat, terlihat mama sedang asyik bersantai menonton acara ceramah pagi favoritnya. Hari ini mama sepertinya libur tidak ada pesanan catering.

"Maa Musda ingin minta izin sama mama!" sapaku pelan dan hati-hati disaat mama tegang menonton, karena aku sebenarnya tidak ingin mengganggu kesenangan mama, tapi mau bagaimana lagi aku takut nanti aku bisa ketinggalan bis kalau terlalu santai.

"Minta izin apa? mau kawin lari sama Riduanmu itu?" sinis mamaku semakin membuatku geram.

"Kenapa mama ngomong seperti itu? walau bagaimana pun Musda tidak ada niatan untuk kawin lari," ucapku kesal.

"Ya siapa tau aja kan kamu cinta mati sama dia, sehingga mau mengorbankan segalanya, buktinya aja kamu mau mengorbankan ketulusan Faisal yang udah serius ingin menikah denganmu. Terus Riduan apa mungkin dia juga ingin serius mengajakmu nikah!" cibir mama semakin sewot yang membuatku berusaha menahan emosi, mama jadi berubah sekarang. Bicaranya kasar tidak selembut dan seramah dulu lagi setelah kejadian itu, yang memancing emosiku yang tadinya aku tidak ada niatan ingin berdebat malah jadi berdebat.

"Ma tolong jangan hina Riduan, sekali lagi dia orang baik, jadi jangan menyimpulkan macam-macam kalau mama tidak tau tentang dia. Kalau mama seperti ini terus, Musda tidak tahan tinggal di rumah ini. Harusnya mama mengerti sama Musda, hidup itu pilihan, lebih baik jujur sesakit apapun itu, karena ini menyangkut masa depan Musda, nanti Musda yang menjalani rumah tangga yang bukan cuma sehari dua hari tapi seumur hidup. Perlu pemikiran yang matang dan selektif memilih calon suami, jadi tolong ngerti sama pilihan Musda," jelasku panjang lebar mengeluarkan semua unek-unekku.

Aku berusaha mengembuskan nafas naik turun mencoba mengatur kembali emosiku, ada perasaan lega yang teramat sangat setelah mengungkapkan semuanya.

Sementara mamaku hanya terdiam setelah mendengar semua penjelasanku tadi, entah apa yang beliau pikirkan. Maafkan aku ma, bukan niatku melawan apalagi membangkang, Musda hanya ingin memilih cinta sejati Musda, apakah salah... karena hati tidak akan pernah bisa berbohong, semoga mama mengerti keinginanku, gumamku dalam hati.

Setelah hening sejenak, dan hatiku pun sudah agak tenang lalu aku kembali memberanikan diri bersuara.

"Sebenarnya tadi Musda mau minta izin ingin liburan, karena Musda butuh udara segar untuk menenangkan semuanya," ucapku dengan suara yang tidak lagi emosi seperti tadi dan berharap mama bisa mengizinkanku berlibur.

"Kamu mau berlibur ke mana?" tanya mama sedikit melunak dari nada bicaranya.

"Entahlah ma, Musda masih bingung, yang jelas Musda ingin menenangkan diri dulu, nanti kalaunya udah sampai Musda kabari mama," ucapku sambil mencoba menyunggingkan senyum. Seolah baik-baik saja, walaupun sebenarnya hatiku masih muram, kulihat ada raut kesedihan di wajah mama.

Siapa CintakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang