Siapa Laki-Laki Itu...

53 8 6
                                    

Kendaraan roda dua yang kutumpangi pun berjalan perlahan, semilir angin sore menerbangkan ujung kerudungku yang berkibar di tiup angin.

Ada rasa keingin tahuanku tentang siapa laki-laki di depanku ini. Orangnya begitu bersahaja, sederhana, ramah, dan murah senyum yang mampu membuatku merasa damai melihat senyum ketulusannya.

Hanya ingin berteman, itu saja keinginanku tidak lebih, apalagi keadaanku yang sekarang lagi sebegitu rapuhnya perlu teman untuk berbagi dan bisa sejenak melupakan semua masalahku.

Di tengah perjalanan, kami cuma saling diam, seolah sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Mbak mau ke mana?" tanya lelaki itu tiba-tiba membuka percakapan.

"Mau ke rumah bibi Diah yang di depan rumahnya ada pohon jambu airnya!" jawabku seadanya.

"Ooh bibi Diah, iya saya tau. Mbak keponakannya?" tanyanya penasaran ingin tau.

"Iya saya keponakannya," jawabku singkat sambil terus memandangi hamparan padi-padi yang sudah mulai siap dipanen.

"Pengen liburan mbak ke sini atau sekedar refreshing?" tanyanya lagi yang entah kenapa sedikit membuatku muak.

Tidak di sangka kukira dia seorang pria cool eh ternyata dia jago ngomong juga, bagaimana kalau aslinya pasti makin bawel," pikirku menebak-nebak dalam hati.

"Ya pengen liburan aja..." jawabku kembali singkat dan padat.

"Ooh bagus itu mbak, walau gimana pun kita harus butuh liburan agar menghilangkan kepenatan rutinitas sehari-hari, biar nanti setelah liburan otaknya kembali fresh, semoga mbak betah ya liburan di desa ini." ucapnya panjang lebar yang membuatku merasa heran, ini orang baru kenal aja ngomongnya kayak jalan tol seakan udah lama kenal aja, dasar SKSD..celutukku dalam hati.

"Stooopp..." teriakku.

"Astagfirullah...kaget saya mbak, pelan-pelan kan bisa ngomongnya!" sindir lelaki itu sambil mengurut dadanya. Aku pun turun dari kendaraannya.

"Iya maaf, ini..." sahutku sambil menyerahkan selembar uang 50.000 an dari dompetku kepadanya.

"Makasih mbak, saya ikhlas ngantar mbak," jawabnya sekaligus mendorong tanganku yang ada uangnya dengan sopan.

"Gak apa-apa ambil aja, anggap aja jajan buat anaknya di rumah," ucapku berusaha ramah.

"Saya belum punya anak mbak, ya udah saya permisi dulu, mari mbaak..."pamit lelaki itu seraya menganggukkan kepala dengan sopan.

"Tapi..." sahutku yang buru-buru lelaki itu pergi.

"Dasar laki-laki aneh..." ucapku kesal.

Aku pun melangkahkan kaki menuju halaman rumah bibi sambil memandangi pohon jambu air yang tumbuh dengan lebatnya dan rasanya pun yang teramat manis. Wah asyik nich siang-siang buat rujak jambu air gumamku seraya tersenyum tipis. Lalu aku pun mengetok pintu rumah bibi perlahan.

"Tok tok tok...Assalamu'alaikum..."

"Waalaikum salaam..." sayup-sayup terdengar sahutan seorang wanita di dalam rumah, lalu pintu pun dibuka.

"Eh...Musdaaa...ayo masuk," sambut bibi ramah.

Aku pun menyalami bibi dan reflek memeluknya.

"Ayo duduk dulu, waah kamu semakin cantik ajaa...puji bibiku tulus.

"Bibi bisa ajaa, bibi gimana kabarnya sehat!" tanyaku sambil mendudukkan pantatku ke kursi tamu.

"Alhamdulillah seperti yang kamu lihat, kalau kamu sendiri gimana kabarnya?" tanya bibiku yang juga duduk di kursi tamu berhadapan denganku.

Siapa CintakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang