Tiga hari berlalu sejak kejadian itu, hubunganku dengan Faisal semakin dingin, aku sangat jarang membalas chat darinya, telpon darinya pun tidak kuangkat.
Hari senin kemaren Faisal datang ke rumahku untuk bertemu denganku, untungnya aku sore itu tidak ada di rumah karena aku waktu itu pergi ke toko buku, jadi aku tidak sempat bertemu dengannya.
Ibuku pun semakin menanyakan hubunganku dengan Faisal, seperti biasa aku tetap menjawab hubunganku dengannya baik-baik saja, Faisal pun sepertinya tidak cerita apa-apa tentang hubungan kami yang semakin dingin ini.
Hari kamis yang mendung, semendung hatiku seperti sekarang ini, yang siap basah oleh hujannya air mata kekecewaan. Tapi air itu selalu tersimpan kuat dipelupuk mataku, yang sewaktu-waktu bendungan air mata itu bisa pecah berguguran.
"Musda kayanya beberapa hari ini kuperhatikan kamu kok kaya kurang semangat gitu, gak kaya sebelumnya, kamu ada masalah?" tanya Lia teman mengajarku yang seumuran denganku tapi dia sudah menikah dan punya anak.
"Masa sich...perasaan kamu aja kalii...aku ya memang seperti ini" jawabku menyembunyikan perasaanku.
"Kamu gak bisa bohong Musda...ayolah cerita aja. O iya kamu mau gak ku kenalin cowok sama kamu, dia juga guru" kata Lia semangat.
"Duh males ah, untuk sementara ini aku gak mau berhubungan dulu dengan yang namanya cowok, udah ya aku mau ke toilet dulu" kataku mengakhiri pembicaraan. Boro-boro kenalan sama cowok, cowok yang ada ini aja bikin aku sakit hati, gumamku dalam hati.
Tiba-tiba ditengah perjalananku menuju toilet betapa kagetnya aku oleh kehadiran Faisal yang secara tiba-tiba.
"Hah...Faisal!!! kenapa kamu ke sini! sejak kapan kamu di sini?" tanyaku seolah masih tidak percaya oleh kehadirannya didepan mataku.
"Ya suka-suka aku dong sejak kapan aku di sini, emangnya gak boleh?" tanya Faisal sok cuek.
"Iiihh...kok jawabnya kaya gitu sich, tolong minggir aku mau lewat" kataku judes.
"Musda...tunggu" ucap Faisal sambil memegang lengan kananku, beberapa detik kami berpandangan.
"Ada apa?" tanyaku datar, "Musda harusnya aku yang nanya sama kamu. Kenapa kamu berubah? apa aku ada salah sama kamu, kalau memang aku ada salah aku minta maaf. Tapi pliis...jangan dingin begini, asal kamu tau aku selalu kepikiran kamu terus sejak kamu berubah begini" kata Faisal panjang lebar.
"Kamu gak ada salah apa-apa, dari tadi aku mau ke toilet jadi sekali lagi tolong minggir. O ya satu lagi, tolong jangan ganggu aku dulu aku banyak tugas yang harus kuselesaikan" ucapku dengan tegas sembari melepaskan pegangan tangannya. Faisal pun tertunduk lesu bingung oleh keadaan.
Siang jam 14.20 murid-murid sudah pulang semua, tinggal beberapa orang guru yang juga mau bersiap-siap untuk pulang. Termasuk diriku yang siap-siap ingin pulang ke rumah, aku pun berjalan menuju parkiran kendaraan roda duaku.
Astagfirullah...alangkah terkejutnya aku ketika Faisal berada di parkiran motorku.
"Faisal...kenapa kamu masih ada di sini? kamu gak pulang-pulang dari tadi! apa hari ini kamu gak ke kantor?" tanyaku bertubi-tubi padanya.
"Sabar bu macan...nanyanya satu-satu dong, jawab Faisal tersenyum menggodaku.
"Ya Allah...sungguh indah senyumannya itu, begitu hangat dan tulus. Ditambah wajah tampannya yang menawan, tiba-tiba saja aku terpana oleh senyuman manisnya itu.
"Bu macan...bu macan...kok malah melamun sich bu macan"...panggil Faisal sambil mengibaskan tangannya yang reflek mengejutkanku.
"Hhmmm...kenapa nama itu lagi sich, aku mau pulang"...jawabku sedikit menyembunyikan perasaanku tadi.
"Eeh...tunggu dulu, biar kuantar, kita makan siang dulu ya" pinta Faisal. "Apa...makan siang, aku gak lapar, lagian aku juga bawa motor, aku bisa pulang sendiri" kataku cuek.
"Musda aku ingin bicara sama kamu, jadi aku mohon kamu mau. Musda...aku kangen banget sama kamu, aku takut!!!"...kata Faisal menghentikan kalimatnya sembari salah tingkah, yang kurasa Faisal keceplosan akan ucapannya.
"Takut...takut kenapa?" tanyaku mengernyitkan kening saking herannya.
"Aku...aku takut kehilanganmu Musdalifah" kata Faisal menatapku tajam, sejenak kami pun terdiam membisu.
Sekilas kutatap manik matanya, mencari kebenaran disana. Kutemukan ada keseriusan dan ketulusan disana, dibalik pandangannya yang begitu teduh.
"Eheeemm...udah dulu ya aku mau pulang dulu, aku sibuk ada kerjaan di rumah, lain kali aja"kataku dengan cepat mengalihkan pembicaraan.
"Musda... aku sayang sama kamu, maukah kamu menikah denganku! jadi seorang ibu dari anak-anak kita nanti". Kata Faisal yang sudah tidak tahan lagi untuk mengucapkannya, dia tidak peduli walaupun mungkin tempatnya kurang pas.
Sebenarnya dia mau mengungkapkannya saat makan siang, di sebuah cafe romantis. Tapi karena Musda tetap kekeh ingin cepat pulang, jadi dia tidak bisa menunggu lebih lama lagi untuk mengungkapkan perasaannya yang selama ini mengganjal dihatinya.
"Faisal... maaf aku gak bisa jawab sekarang, aku mau pulang dulu, jadi jangan halangi aku lagi" kataku dengan hati yang tidak karuan.
"Ok baiklah...nanti malam aku jemput kamu, sebagai gantinya kita dinner nanti malam. Kamu harus mau, sehabis shalat isya" ucapnya mencoba mengerti walaupun tak bisa dipungkiri hatinya kecewa karena tidak mendapat jawaban sekarang.
Aku pun pulang dengan motorku dengan hati yang penuh kekacauan, kenapa jadi bisa seperti ini. Aku bingung apa yang harus aku lakukan dan aku bingung menentukan sikapku dihadapannya. Di satu sisi aku tidak bisa marah padanya karena jalan dengan cewek lain, yang aku juga belum siapa-siapanya dia, mungkin akunya saja yang terlalu mudah terbawa perasaan. Namun disatu sisi yang lain aku tidak bisa membohongi perasaan dihati kecilku, ada perasaan bahagia yang begitu menggebu-gebu disana, bukankah itu yang aku harapkan bisa bersama dengannya dalam cinta yang abadi. Hhmmm...entahlah aku bingung mentafsirkan perasaanku yang sesungguhnya...
Sesampai di rumah aku masih saja termenung di kamarku, sampai tidak terasa waktunya shalat ashar tiba. Aku pun bersiap-siap untuk shalat ashar, setelah shalat ashar kupanjatkan do'a pada yang maha kuasa.
"Ya Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, maha adil lagi maha bijaksana. Maha mengatur segalanya yang ada di muka bumi ini, hamba bingung dengan perasaan hamba ya Allah. Haruskah hamba terima cintanya, sedangkan hamba masih meragukan cintanya, walaupun sebenarnya hamba juga mencintainya ya Allah...ya Allah kalau memang dia jodoh hamba maka dekatkanlah dan berikanlah kemudahan hubungan kami menuju ke jenjang yang di ridhoiMu. Yaitu pernikahan...untuk menuju keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah...tapi kalau memang dia bukan jodoh yang Kau kirimkan pada hamba, maka jauhkanlah dia dari hamba. Bagaimanapun caranya ya Allah...karena hamba tidak ingin banyak membuang waktu dan tidak ingin banyak berharap pada orang yang bukan jodoh hamba, hamba serahkan semuanya Padamu ya Allah. Engkau lebih tau mana yang terbaik buat hambamu yang lemah ini ya Allah....
Penasaran dengan ceritanya, tunggu kelanjutannya ya...😊😊 jangan lupa vote dan commentnya, biar aku lebih semangat melanjutkan ceritanya, ok..😊😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Siapa Cintaku
Storie d'amoreSeorang wanita yang bernama Musdalifah masih betah sendiri diusianya yang ke 28 tahun, ibunya sudah beberapa kali mencoba menjodohkannya dengan seorang pria, tapi Musdalifah selalu saja menolak untuk bertemu dengan pria pilihan ibunya itu, ibunya pu...