Penolakan

10 5 0
                                    

Aku terdiam sejenak setelah mendengar ungkapan hati Rudi dan mencoba mencerna kata-katanya.

"Apa kamu mendengar yang saya bilang tadi?" Rudi pun bertanya setelah beberapa saat aku tidak menghiraukannya.

"Iya aku mendengarnya, hanya saja ada sesuatu yang harus kamu ketahui.  jelasku hati-hati sembari duduk di kursi panjang di bawah pohon nangka, Rudi pun ikut duduk di sebelahku.

"Maksudnya?" tanya Rudi tidak sabaran.

"Sebenarnya aku udah punya pacar sekaligus calon suami, aku sengaja datang berlibur ke sini untuk mencari ketenangan setelah beban masalah yang kuhadapi. Dan besok udah saatnya aku pulang, karena aku udah menyusun rencana kehidupanku selanjutnya," lirihku datar dengan membayangkan masa depan yang akan kujalani.

"Ooh jadi artinya kamu...!" seketika ucapan Rudi menggantung, ada raut kecewa terlihat jelas di wajahnya yang berusaha dia sembunyikan. Tapi sayang raut wajah tidak bisa berbohong, sudah nampak jelas dia begitu kecewa.

"Maaf aku tidak bisa, karena kamu udah tau kan alasannya. Aku berharap kamu bisa membuka hatimu untuk wanita lain, aku yakin kalau kamu mencoba sungguh-sungguh melakukannya pasti suatu saat nanti ada wanita yang tulus menyayangimu. Bukankah kita harus dipertemukan dengan orang yang salah terlebih dahulu baru setelah itu kita akan mendapatkan orang yang benar-benar tepat." Entah kenapa kalimat panjang lebar itu mengalir begitu saja dimulutku, rasanya aku santai sekali mengucapkannya, seakan tanpa beban. Mungkin karena kalimat itu sebenarnya sudah lama ingin aku sampaikan pada Rudi.

"Iya saya mengerti, makasih udah memberi petuah yang begitu memotivasi. Semoga hubunganmu lancar sampai ke pelaminan." Do'a Rudi tulus dan berusaha menerima keputusanku dengan lapang dada.

"Aamin...makasih do'anya," sahutku sembari tersenyum tipis sekilas menolehnya.

"Sama-sama, hmm sebagai pertemuan terakhir bisakah nanti sore Mbak Musda saya ajak jalan?" tanya Rudi masih berharap ingin selalu bersama walaupun status sudah ditolak.

"Kok masih pakai Mbak sich! kan udah kubilang tidak usah pakai Mbak. Pakai nama aja bisakan?" tanyaku memastikan. Heran kenapa dari dulu dia suka sekali memanggilku dengan sebutan Mbak.

"Hehheee...maaf lupa, soalnya udah kebiasaan," jawabnya tertawa dipaksakan. Masih belum begitu bisa menerima kenyataan. Tadinya dia kira Musda masih sendiri, ternyata dia sudah terlambat.

"O ya mau jalan ke mana?" tanyaku penasaran sekaligus mengganti topik pembicaraan.

"Jalan ke suatu tempat yang indah yang belum pernah kamu kunjungi di desa ini," sahut Rudi semangat.

"Hmm boleh..." jawabku senang. Ya tidak apa-apa, anggap saja itu nanti pertemuanku yang terakhir sebelum aku menikah. Pertemuan sebagai teman biasa tidak lebih.

🌷🌷🌷

Menjelang sore pun tiba, tapi sejak kurang lebih setengah jam yang lalu hujan turun begitu deras diiringi kilat dan petir bersahutan. Dilihat dari langit pun nampak putih semua, itu artinya semuanya kena turun hujan tak terkecuali tempat Rudi, dan sepertinya pun hujannya akan awet.

Apakah ini tandanya aku tidak diizinkan untuk jalan bersama Rudi walaupun ini yang terakhir kalinya?

Entahlah...aku coba berpikir positif, mungkin kebersamaanku dengannya cukup sampai tadi pagi karena besok pagi aku sudah bersiap-siap untuk pulang.

Aku pun baru ingat Rudi juga punya nomor WA, tapi aku lupa mences ponselku yang baterainya sudah 0% karena keasyikan menyiapkan barang-barangku buat besok.

Setelah satu jam berlalu tidak ada menandakan hujan akan reda, malah semakin deras. Itu artinya kuyakinkan pertemuan ini memang batal, mungkin memang ini yang terbaik.

Siapa CintakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang