9. Mau Melindungi

54 3 0
                                    

Kedua sahabatnya itu berada di meja makan, sedang mengoles roti dengan selai. Mereka menunggu Qinta yang sedang mandi.

Beberapa menit kemudian, Qinta menuruni tangga.

"Ayo, cerita!" Wendy sangat menunggu-nunggu.

Qinta pun bercerita dengan detail dari awal kesialannya, diselingi teriakan dan ketawa Salsa dan Wendy. Mereka tidak menyangka sahabatnya itu bisa dekat dengan Zaky.

"Gila, keren banget! Demen gue liat lo begitu," dukung Wendy ketika mendengar Qinta memasukkan ember ke kepala Ghina.

"Zaky demen tuh, sama lo," ledek Salsa ketika mendengar Qinta terus-terusan dipegangi tangannya.

"Gue gak demen sama dia. Sebel bawaannya liat dia," ujar Qinta.

Hampir satu jam, mulut tiga gadis itu tak terbehenti bicara. Selesai menceritakan kisah sialnya, gadis-gadis itu memilih untuk menonton film dan duduk di sofa.

"Besok gak ada pr, kan?" tanya Salsa.

Qinta dan Wendy menggeleng. Mereka pun bebas menghabiskan waktu sore ini dirumah Qinta.

"Gue nyuci baju Zaky dulu, ya," izin Qinta kepada kedua temannya yang sedang asyik menonton.

"Gue yakin bakal ada kelanjutan cerita kalian, nih," ledek Wendy.

Qinta pun meninggalkan kedua temannya kearah mesin cuci didekat dapur. Selesai mencuci, ia menjemur baju seragam dengan nametag Zachary Wardhana itu. Sebenarnya, Qinta mempunyai asisten rumah tangga, namanya Bi Sari. Namun, Bi Sari sedang pulang ke kampung halamannya karena anaknya sakit parah. Sudah seminggu Bi Sari belum kembali. Qinta pun harus mengurus rumahnya sendiri. Qinta anak yang mandiri, ia sudah terlatih mengurus rumahnya.

Selesai dengan cuci dan jemur, Qinta kembali ke sofa untuk bergabung menonton film.

Pukul 6 sore, kedua teman Qinta pamit. Salsa sudah meminta Arga menjemputnya sejak tadi. Wendy mengeluarkan motornya dari halaman rumah Qinta.

"Thanks ya, Qin. Balik dulu!" pamit Wendy lalu melajukan motornya pergi.

"Semangat sis, semoga gak sial lagi," ledek Salsa lalu menaiki motor Arga.

Qinta menutup pagar dan pintu rumahnya. Setelah dipastikan terkunci, ia mengecek semua jendela.

Qinta merebahkan dirinya di kasur besar nan empuk.

"Semoga besok gak sial," ucap Qinta pelan lalu terlelap.

**
Qinta bangun, mengucek matanya, lalu mengecek handphonenya.

"WOY SIAL LAGI!" Qinta berteriak dikamarnya ketika mengetahui ia telah kesiangan. Ia lupa menyetel alarm semalam.

Mandi secepat kilat lalu berpakaian, menyisir rambut, memakai liptint dan kaos kaki. Ia lari menuruni tangga, memakai sepatu.

"OYA OJEK ONLINE BELUM DIPESEN."

Qinta menepuk jidat. Daritadi ia berteriak dan terus berteriak sendirian.

Gerbang sudah ditutup lima menit yang lalu.

"Pak, tolongin saya. Ampun, saya janji gak telat lagi," Qinta meminta belas kasihan satpam didalam gerbang.

"Hm, lewat jalan rahasia yang dikasih Zaky kali, ya," sepintas ide itu terlintas.

Pelan-pelan tanpa diketahui satpam, Qinta meninggalkan gerbang sekolah menuju lokasi tangga kayu berada.

Qinta menelan ludah. Ia tidak mau kejadian kemarin terulang. Jatuh di taman sekolah yang menghasilkan luka-luka di kakinya.

"Kalo gak gini gue bakal dihukum terus sama Pak Daus," Qinta berbicara sendirian.

RapuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang