"Mama kok gak bilang udah pulang ke Jakarta? Mana papa? Mama berapa lama disini? Mama balik lagi kapan keluar kota? Atau mama mau ke New York? Atau kemana?" tanya Qinta bertubi-tubi tanpa melepaskan pelukan dari tubuh mamanya.
"Aduh, sayang nanyanya satu satu, dong. Ini mama masuk dulu baru kita ngobrol."
Qinta pun melepas pelukannya dan berjalan beriringan dengan mamanya.
Setelah masuk kerumah, Bi Sari segera menghampiri majikannya itu dan membantu membawakan koper mama Qinta --Delia.
"Mau minum apa nyonya?" tanya Bi Sari sopan.
"Teh hangat aja."
Delia dan Qinta kini berada diruang keluarga. Sebelumnya mereka sama - sama membersihkan diri dan mengganti pakaiannya.
"Jadi, kenapa mama gak bilang bilang dateng ke Jakarta?" tanya Qinta membuka topik.
"Biar seru aja kasih kejutan buat kamu."
"Oya, papa mana, ma?" tanya Qinta lagi.
"Papa ngurus kerjaan dulu ke kantor langsung dari bandara. Tadi kami pisah di bandara."
Qinta ber 'oh' ria.
"Mama disini sampai kapan?"
"Hm.. seminggu mungkin."
"Yah, bentar banget," ucap Qinta dengan muka cemberut.
"Sayang, kan mama sama papa ada kerjaan. Kami kesini mau hadirin pernikahan sepupu kamu. Saudaranya papa. Anaknya tante Liza," jelas mama --Delia.
"Tante Liza?" Qinta mengernyitkan dahi. Ia sudah lama sekali tidak berkumpul dengan keluarga besarnya bahkan contact pun tidak punya.
"Iya, yang anaknya dua itu loh sayang. Namira sama Yogi."
Qinta mencoba mengingat lagi tentang keluarganya.
"Oh, Kak Namira yang dulu gendut, ya, ma?" tanya Qinta mengingat belasan tahun lalu.
Mamanya mengangguk, "aku udah lama banget gak ketemu," ucap Qinta.
"Emang pernikahannya kapan, ma?"
"Sabtu besok."
"Kamu wajib ikut, ya," perintah mamanya yang dijawab anggukan oleh Qinta.
"Mama istirahat dulu, ya, Lun. Pegel, nih, abis naik pesawat."
Delia pun beranjak dari sofa dan masuk ke kamarnya. Qinta tetap di sofa dan menyalakan televisi. Beberapa menit kemudian, Qinta merasa bosan karena tidak ada tayangan yang seru. Ia pun mematikan televisi dan beranjak ke kamarnya.
Kini, ia sedang berbaring di ranjang kamarnya yang empuk. Ia meraih handphonenya diatas nakas yang tadi berbunyi menandakan notifikasi masuk.
Putra: qinta
Qinta: iya?
Putra: lo beneran udh jadian sama Zaky?
Qinta: engga
Memang rancu hubungannya sekarang, Zaky memang menjadikan Qinta miliknya namun Qinta tidak merasa. Karena ia sendiri belum menjawab "ya" atau "tidak", bahkan Zaky belum bertanya.
Putra: terus yg dari kemaren?
Qinta: udahlah gausah dibahas
Putra: ah iya sorry
Putra: btw gue mau mastiin lo tgl 20 bisa kan?
Qinta teringat akan janjinya untuk datang ke pernikahan kakak Putra. Ia melihat kalender di handphonenya dan menggigit bibir bawahnya. Tanggal 20 adalah sabtu besok sedangkan mama Qinta juga mengajaknya ke pernikahan sepupunya. Ah.. tidak mungkin Qinta menolak mamanya. Ia bisa ditendang dari rumah ini. Tapi, untuk menolak Putra pun dia enggan. Ia yakin dengan hadirnya Putra maka ia akan bebas dari hubungan anehnya dengan Zaky. Maka ia bertekad untuk datang ke acara Putra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rapuh
Ficțiune adolescențiSeorang cowo ganteng disekolah, ditaksir banyak wanita, terlihat cool dan garang diluar, ternyata dilubuk hatinya menyimpan kesedihan. Hatinya sering bergejolak. Hidupnya terlihat mewah dan menyenangkan dimata orang lain, namun dirinya tidak merasa...