Mobil Zaky berhenti didepan rumah bertingkat dua. Qinta hendak membuka pintu mobil, tapi tangannya ditahan Zaky.
"Qin."
Qinta menoleh.
"Makasih, ya, udah nemenin gue hari ini."
Qinta mengangguk, "makasih juga udah traktir makan."
"Nih," Zaky menyodorkan satu plastik berisi kotak sepatu yang tadi ia beli.
"Apaan?" tanya Qinta.
"Buat lo."
"Katanya buat mama lo."
"Yang ini buat lo."
"Serius? Kenapa buat gue?"
"Mama gue sukanya yang ada haknya, gak suka flatshoes."
"Lah, kenapa gak bilang daritadi? Ayo, kita tuker ke mall, kita cari yang ada haknya," ucap Qinta merasa tidak enak.
"Engga, ambil."
"Serius?"
"Ambil."
Qinta menelan ludah melihat tatapan Zaky semakin tajam padanya. Ia pun menuruti perintah Zaky.
Setelah ia mengambil plastik itu, Zaky melepaskan pegangannya dari tangan Qinta. Ia mengacak rambut Qinta, "pintar."
Muka Qinta merona, ia pun segera keluar dari mobil.
Mobil Zaky melaju, meninggalkan Qinta didepan pagar rumahnya yang menahan malu. Hatinya berdegup kencang. Namun, di lain sisi, ia merasa bersalah karena Zaky bilang mamanya tidak suka flatshoes. Ia pun berniat membelikan sepatu lain untuk gantinya.
Qinta masuk kedalam rumahnya. Ia menghempaskan tubuhnya ke sofa empuk, menaruh plastik sepatu pemberiaan Zaky disebelahnya. Qinta memencet tombol telepon.
Salsa mengangkat telepon dari Qinta.
"Kenapa Qin?"
"Temenin gue yuk, ke mall."
"Kapan?"
"Sekarang."
"Mendadak banget gila."
"Ayolah, please," Qinta memohon.
"Lagi ada adek sepupu gue. Gue disuruh ngasuh."
"Yah."
Qinta pun tidak jadi meminta Salsa ke mall. Ia menelepon Wendy, tapi gadis berbadan agak berisi itu juga tidak bisa.
Qinta memencet tombol telepon lagi, berharap yang ditelepon kali ini bisa menemaninya ke mall.
"Halo," terdengar suara berat dari sebrang telepon.
"Naufal, temenin gue, please," pinta Qinta.
"Kemana?"
"Mall."
"Udah jam tujuh malem gini? Kenapa gak besok aja?"
"Maunya sekarang."
"Besok aja, gue temenin."
"Sekarang, Fal. Sekarang," pinta Qinta. Ia tidak mau menunda-nunda.
"Cuma sebentar doang, janji."
"Emang lo mau ngapain?"
"Beli sepatu."
"Kan bisa besok Zaqinta. Kenapa harus sekarang?"
"Maunya sekarang," Qinta bersikukuh.
"Besok ya, gue jemput dirumah."
Sambungan pun diputus.
"Hufft.." Qinta membuang nafas. Tak ada yang mau menemaninya, itu berarti ia akan pergi ke mall sendiri malam ini.
Memang dasar Qinta si keras kepala, ia pun memesan ojek online dan berangkat ke mall yang tadi ia dan Zaky kunjungi.
Sesampainya dimall, ia langsung menuju toko sepatu yang tadi siang ia kunjungi bersama Zaky.
Matanya mencari-cari sepatu yang pas untuk kado pengganti mama Zaky.
"Kasih boots kali, ya?"
"Ah, mana mau."
"High heels tinggi?"
"Zaky bilang entar mamanya takut jatuh."
"Apa dong, yaallah bantu hambamu."Belum mendapatkan pilihan yang pas ditoko sepatu itu, ia pun pindah ke toko sepatu lainnya.
"Hmm, ini kali, ya?" kata Qinta pelan sambil memegangi salah satu sepatu berwarna putih. Haknya tidak terlalu tinggi, bagian atasnya setengah tertutup. Qinta menyukai sepatu itu.
Qinta memantapkan hatinya untuk membeli sepatu putih itu. Ia pun mencoba mengingat ukuran kaki yang tadi dipilih Zaky.
Setelah melakukan pembayaran, ia berjalan kearah sebuah kedai kopi untuk membeli minuman.
Ketika sedang mengantri, bahunya disentuh seseorang.
"Qinta?" tanya orang itu.
"Eh, Kevin," balas Qinta.
"Bukannya lo tadi bareng Zaky? Mana Zaky?" tanya Kevin sambil celingak-celinguk mencari keberadaan Zaky.
"Gue gak bareng dia," balas Qinta.
"Loh? Tadi dimobil itu lo darimana? Kok bisa sekarang sendirian?" tanya Kevin bingung.
Setelah bercerita dan membeli hot chocolate dan membelikan Kevin cappucino, Qinta pun berjalan bersama Kevin. Tadi, Kevin mengajaknya pulang bersama. Lebih tepatnya memintanya. Katanya ia takut terjadi hal buruk pada Qinta. Nanti Kevin juga yang akan dimarahi Zaky. Ia juga meminta tolong kepada Qinta agar membantu mencarikan hadiah untuk pacarnya, Cherryl.
Dibalik Kevin yang suka menggoda sana-sini disekolah, ternyata ia setia pada pacarnya yang bersekolah di SMA lain.
"Udah berapa lama lo sama pacar lo?" tanya Qinta sambil berjalan berdampingan dengan Kevin.
"Hari senin gue anniv setahun."
"Wah, gila. Gue pikir lo playboy cap badak," ledek Qinta setengah kaget mendengar jawaban Kevin tadi.
"Ye, selama ini disekolah gue bercanda doang kali."
"Gak selamanya yang keliatan buruk didepan itu beneran," tambah Kevin.
"Cherryl beruntung dong, ya, punya lo. Jago ngelawak, gampang bikin orang ketawa," ucap Qinta yang tahu akan sifat Kevin yang gemar nyeletuk.
"Gue yang beruntung punya dia," balas Kevin dengan senyuman.
Tak menyangka, cowo yang suka meledek, nyeletuk, cengar-cengir disebelahnya ini sangat setia dan mencintai satu orang itu.
"Menurut lo ini bagus gak?" tanya Kevin menunjuk flatshoes berwarna salem setibanya mereka di salah satu toko sepatu.
Qinta mengangguk.
"Eh, menurut lo, cewe kalo dikasih sepatu seneng gak?" tanya Kevin.
"Kalo yang ngasih pacarnya sih, apapun itu bakal diterima dengan senang hati," jawab Qinta.
"Wih, bahasa lo bijak juga," puji Kevin.
Kevin pun membeli sepatu berwarna salem tadi. Setelah itu, ia mengajak Qinta ke toko boneka.
"Cherryl suka boneka apa?" tanya Qinta.
"Karakter winnie the pooh, dia suka itu," jawab Kevin.
"Bagusan pooh yang ini atau yang itu?" Kevin meminta saran.
"Lucuan yang itu," jawab Qinta.
Setelah membelikan kado anniversary untuk pacarnya, Kevin pun mengantarkan Qinta pulang.
Tubuh Qinta sudah berada dikasur, baru saja ingin menutup matanya, handphone Qinta berbunyi. Qinta mengambil handphonenya.
Zaky: ngapain lo balik lagi ke mall?
Qinta yang membaca pesan Zaky dari lockscreen nya itu pun membatin, "pasti Kevin yang ngasih tau."
Ia pun memilih untuk tidak membalas pesan Zaky.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rapuh
Ficção AdolescenteSeorang cowo ganteng disekolah, ditaksir banyak wanita, terlihat cool dan garang diluar, ternyata dilubuk hatinya menyimpan kesedihan. Hatinya sering bergejolak. Hidupnya terlihat mewah dan menyenangkan dimata orang lain, namun dirinya tidak merasa...