Setelah menempuh perjalanan sekitar 1 jam 40 menit diatas udara, ia sampai di Pekanbaru dengan selamat.
Ia berjalan menuju Arrival Lobby. Ia menggeret kopernya menuju seorang cowok yang telah menunggunya selama 15 menit yang lalu.
"abang nunggu lama?"
"gak juga. Gimana acara bolos sekolahnya di Bandung?" tanya Zarman Gamashi kakak kandung Marisa.
"abang kepo banget!" Gama terkekeh kecil dan mengacak pucuk kepala Marisa.
Gama merasakan keanehan pada sikap Marisa yang terdiam disepanjang perjalanan. Biasanya, gadis itu akan sangat cerewet sekali. Entah mengomel ataupun menyanyi. Sesekali ia melirik adiknya itu disela-sela menyetir. Marisa tetap memandang luar jendela.
"dik!" panggilnya saat Marisa membuka pintu kamar. Tanpa suara Marisa menoleh.
"eung... gak jadi, istirahat sana," pertanyaan yang akan ia lontarkan tertelan kembali setelah melihat wajah adiknya yang sangat lelah.
Ia meletakkan kopernya disamping lemari setelah itu merebahkan tubuhnya diatas kasur. Ia menghela nafas sejenak sebelum merogoh sling bagnya.
Ia menarik selembar kertas bergambar yang membuatnya ingin bertanya. Seorang gadis berkepang dan berkacamata sedang membaca buku tercetak disana. ia rasa, itu adala foto lama yang ia ambil dari kamar Rafka.
"kamu siapa?"
***
"makasi ya sayang, mama pikir kalian lupa sama ulang tahun mama," ucap Imel memeluk kedua anaknya.
"ayah, enggak di peluk juga?" tanyanya diikuti kekehan kecil.
Malam ini Hartono, ayah Rena pulang lebih awal dari perkiraannya. Pekerjaannya di Jakarta membuat dirinya jauh dari keluarga hingga seminggu sekali ia pulang.
Bagus, kejutannya kali ini berjalan sempurna sesuai dengan ekspetasinya. Yah, ia berharap agar selalu memiliki kebahagiaan dalam kelurganya ini.
Setelah memberi kejutan, Ia beranjak menuju kamarnya. Ada satu kegiatan konyol yang harus ia lakukan malam ini. Mencetak hasil tangkapan layar di sebuah kertas.
Sebelum itu, ia berjalan menuju meja belajarnya dan mengambil tempat softlens. Ia segera melepas selaput lunak dimatanya sebelum matanya memerah. Setelah itu ia kembali memakai kaca matanya.
"akhirnya," ucapnya senang setelah ia berhasil memprint pesan singkat kemarin. Ia menempelkannya pada buku hariannya dan menulis sebuah ungkapan isi hati disana terang- terangan ia menulis nama Rafka. Toh, ia tak peduli hanya dirinya yang tau isi buku tersebut.
Ia berdiri memeluk buku diarynya dan berputar-putar. Rasanya ia seperti memeluk sesuatu yang tak ingin ia lepas dalam hidupnya. Ia menjatuhkan dirinya diatas ranjang dengan posisi tangan tetap memeluk buku berwarna merah jambu tersebut.
Ia tau, sikapnya yang berharap lebih seperti ini kepada manusia bukanlah hal yang baik. Tapi apa boleh buat, logika akan kalah dengan perasaan. Itulah manusia, sangat egois.
RENA's POV
Entah sampai kapan aku akan menyukainya seperti ini. Sejujurnya, aku ingin berhenti dan melupakannya. Namun semua percuma saja. Semakin aku melupakannya, semakin sering aku menginginkannya.
Semakin sering aku membenci Rafka semakin aku ingin bertemu dengannya. yah, harapan dan angan-anganku sangat tidak baik untuk gadis seusiaku.
Aku pernah membaca, jika cinta kepada sahabat sendiri akan lebih sulit dilupakan dari pada cinta pertama. Aku sedikit menimang-nimang kalimat itu. menurutku, ada benarnya juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAFKA [LENGKAP] ✔
Ficção AdolescenteRena Aladilla, si gadis polos berparas culun kerap menjadi bahan bully di SMP nya memiliki seorang sahabat yang cukup tampan, Rafka Vhalega. Seorang most wanted yang bersahabat dengan gadis cupu di sekolahnya. Sungguh, cerita yang mungkinan terjadi...