6 - Pulang Bersama

65 3 0
                                    

"Rafa, aku gak suka kamu kayak gitu!"

"Kamu pikir aku suka sama sikap kamu selama ini?"

"Tapi Raf, kenapa kita sekarang jadi kayak gini?? Apa yang salah sebenernya?"

"Aku juga gak ngerti Mel. Di mana letak kesalahan itu aku pun gak tau. Makin kesini hubungan kita jadi terkesan berantakan kayak gini. Makin keliatan kalo kita gak sepaham dan gak ada kecocokan lagi."

"Terus kamu mau kita gimana Raf?" tanya Amel.

"Aku gak ngerti lagi Mel. Daripada semuanya makin panjang dan gak jelas, aku gak mau kita berdebat soal ini dulu. Untuk sementara waktu, kita introspeksi diri dulu masing-masing. Aku mau fokus di OSIS kita dulu."

"Oke Raf. Aku akan tetep profesional kok buat kerjain semua tugas aku di OSIS."

Dari kejauhan, Lala menyaksikan perdebatan Rafa dan Amel barusan. Pikirannya melayang antara suka dan tidak suka.

Seharusnya Lala suka, jika Amel dan Rafa berdebat semacam itu, maka kemungkinan besar sedang terjadi masalah dengan hubungan mereka dan bisa saja Rafa berpisah dengan Amel.

Namun, Lala yang begitu polos tak kan mampu berpikiran sejahat itu. Ia justru sedih melihat perdebatan itu. Karena selama ini menurutnya Rafa dan Amel pasangan yang serasi. Apalagi keduanya selalu bersikap baik pada Lala. Lala mendoakan yang terbaik untuk hubungan Rafa dan Amel meskipun kebersamaan pasangan itu akan membuatnya makin patah hati.

Pikir Lala, mungkin dirinya harus mulai belajar mengikhlaskan semuanya, menghentikan harapannya pada Rafa, daripada kepedihan hatinya semakin parah.

---

"Lala. Kamu mau pulang?"

"Eh iya kak Rafa."

"Bareng aku aja yuk! Aku anter kamu pulang."

"Gak usah kak, gapapa aku bisa pulang sendiri kok. Aku gak mau ngerepotin kak Rafa."

"Loh, kan aku yang nawarin kamu buat pulang bareng, jadi mana mungkin aku ngerasa direpotin. Lagian kan rumah kita searah, sekalian aja. Ayolah La, aku gak terima penolakan."

"Eee, ya ya udah deh kak."

Rafa mengantar Lala pulang. Di dalam mobil Rafa kini hanya ada keheningan. Lala sama sekali tak berani berucap, bahkan untuk menatap Rafa pun terasa sulit. Ia benar-benar salah tingkah.

Sementara itu, dalam pikirannya, Rafa ingin sekali memecah keheningan itu. Namun, ia bingung mencari topik untuk mengawali pembicaraan mereka.

Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing sampai tak terasa mereka telah tiba di rumah Lala.

"Eh udah sampe kak. Makasih ya kak udah anterin aku pulang."

"Sama-sama La, santai aja. Kalo mau pulang bareng tiap hari juga gapapa kok. Lagipula searah juga, aku gak keberatan."

Mendengar itu, serasa ada sesuatu yang meloncat-loncat di hati Lala. Baru saja Rafa menawarinya untuk pulang bersama tiap hari, jika tidak memikirkan gengsinya ia pasti sudah berkata iya dengan semangat dan melonjak kegirangan.

"Ehm gak lah kak, kan kak Rafa bukan supir aku."

Entah kenapa kalimat itu yang keluar dari mulut Lala.

Rafa hanya membalas itu dengan lengkungan senyum di bibirnya.

"Oh ya, kak Rafa mau mampir dulu ke rumah aku?" sebenarnya Lala berkata seperti itu hanya untuk formalitas saja.

"Ee, boleh deh. Lagipula aku belum pernah mampir ke rumah kamu selama ini."

Lala tak menyangka Rafa akan mengiyakan tawarannya. Terpaksa ia harus membiarkan detak jantungnya berpacu lebih lama lagi karena terus di dekat Rafa. Lala mengajak Rafa masuk ke rumahnya dan mempersilakan Rafa duduk di ruang tamu.

 Lala mengajak Rafa masuk ke rumahnya dan mempersilakan Rafa duduk di ruang tamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kak, tunggu bentar ya, aku bikinin minum dulu."

"Gak usah repot-repot La."

"Gapapa kok kak. Aku gak repot. Aku tau kakak pasti haus. Bentar aja kok."

Beberapa saat kemudian Lala kembali dengan membawa segelas jus jeruk di atas nampan.

"Ini kak, diminum dulu. Maaf cuma bisa bikin ini buat kakak. Abisnya aku gak tau kak Rafa sukanya minum apa."

"Makasih ya La, aku kan dah bilang gak usah repot-repot. Btw, aku suka jus jeruk kok."

"Bagus deh kalo gitu."

Rafa berniat memulai pembicaraan untuk menghindari rasa canggung.

"Kamu sendirian di rumah La?"

"Gak kok kak. Ada bibi di belakang."

"Emm, orang tua kamu ke mana?"

"Mereka di luar kota. Katanya ada kerjaan di sana."

"Berapa lama?"

"Entah kak. Mama Papa udah biasa bolak balik ke luar kota atau ke luar negeri kok. Dan gak tentu kapan waktunya balik ke rumah. Mereka selalu sibuk sama kerjaan. Jadi aku dah biasa sering ditinggal sendiri. Tapi aku seneng paling gak, masih ada bibi yang temenin aku."

Rafa mendengarkan penjelasan Lala dengan saksama.

"Maaf ya kak, jadi malah curhat panjang lebar gak jelas gitu."

"Gapapa kok La."

"Kak, ehm maaf kalo aku lancang. Aku boleh tanya sesuatu ke kak Rafa? Maaf kalo agak sensitif."

"Tanya aja La! Kamu mau tanya apa sih?"

"Eee, waktu itu aku sempet liat kak Rafa lagi berdebat gitu sama kak Amel. Apa kalian baik-baik aja?"

Rafa seperti enggan menjawabnya.

"Ah, maaf ya kak, aku jadi gak enak. Kalo kak Rafa gak mau jawab gapapa kok kak. Aku bener-bener minta maaf."

"Gak kok La, aku gapapa. Iya, yang kamu liat itu, aku emang lagi ada konflik sama Amel. Tapi aku gak mau terlalu pikirin itu sekarang. Aku cuma mau fokus sama OSIS dulu."

"Semoga masalah kak Rafa sama kak Amel bisa cepet selesai ya. Semoga hubungan kak Rafa sama kak Amel tetep baik-baik aja."

Rafa bingung dengan pernyataan Lala. Zain bilang padanya kalau Lala menyukainya, seharusnya Lala senang mendengar kabar konflik antara dirinya dengan Amel. Lalu mengapa tadi Lala berkata seperti itu. Apa Lala hanya berpura-pura? Tidak, dari raut wajah dan tatapan Lala pun Rafa tahu kalau itu tulus dan bukan pura-pura.

Rafa berpikir lagi, mungkinkah rasa suka Lala padanya itu sudah mulai menghilang. Mengapa hati Rafa seperti tak rela jika Lala sudah tak menyukainya.

"Lala, kapan pun kamu butuh temen curhat, kamu bisa temuin aku kok. Kita bisa berbagi cerita kapan aja." Rafa berkata demikian pada Lala sembari menatapnya lembut dan menggenggam tangan Lala.

OSIS, I'M IN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang