19 - Pantaskah Cemburu?

48 1 0
                                    

Rafa tengah meninjau dekorasi stand untuk event sekolahnya. Sesekali ia membantu merapikan dan memberi saran agar dekorasinya tampak lebih baik. Tak hanya dirinya, di sana anak OSIS yang lain juga ada, termasuk Zain.

"Raf, gimana? Menurut lo semua udah oke atau perlu dirombak lagi?"

"Udah oke kok Zain, biar pada lanjut aja. Eh, lo liat Lala gak?"

"Lo nyariin Lala? Lo kangen sama dia?"

"Serius Zain! Itu salah satu alasan juga sih, tapi gue mau bicarain soal sponsor sama dia. Apa dia masih di kelas?"

"Oh gitu. Gak Raf. Barusan gue liat dia. Tuh di sana lagi bantuin anak acara di belakang panggung."

"Eh iya, oke thanks Zain. Gue ke sana dulu ya. Lo handle yang di sini ya!"

"Sipp! Jangan cari kesempatan. Diskusi ya diskusi aja, gak usah sambil PDKT lo!"

"Eh berisik lo Zain. Suka-suka gue lah. Hehe. Bye Zain."

Zain hanya geleng-geleng kepala. Ia tahu sekarang ini sahabatnya sedang berbunga-bunga merasakan jatuh cinta, seperti yang pernah Zain rasakan dulu. Parahnya, rasa itu mereka tujukan pada orang yang sama.

Rafa menghampiri Lala yang tengah merangkai pita-pita untuk dekorasi.

"Lala," panggil Rafa.

"Iyaa. Eh kak Rafa. Kenapa kak?"

"Aku mau bicara sama kamu."

"Bicara? So-soal apa ya kak?"

"Sponsor."

"Oh. Iya kak. Jadi gimana?" Lala menghela napas lega karena Rafa bukan ingin bicara soal perasaan.

"Proposal yang kamu kasih ke aku itu udah diterima. Hari ini aku ada janji ketemuan sama pihak sponsornya. Buat formalitas aja sih."

"Syukur deh. Jadi kita udah dapet sponsornya kan kak?"

"Ya bisa dibilang gitu. Jadi, nanti kamu harus ikut aku buat ketemu pihak sponsornya."

"Apa? Harus aku yang ikut kak? Kak Rafa kan bisa ajak yang lain."

"Ya gak bisa. Harus kamu. Kan kamu yang buat proposalnya."

"Ehh gitu ya kak. Ya udah deh gapapa."

"Sipp. Gitu dong. Gak usah pake protes."

Lala mengerucutkan bibirnya.

"Kalo manyun gitu kamu makin manis deh!"

"Eh apa sih kak?" Lala memukul pelan dada Rafa.

Mereka berdua tertawa bersama. Sebelum tawa itu hilang akibat kehadiran seseorang dari belakang Rafa. Orang itu langsung memeluk Rafa dengan manjanya.

"Rafa," seru orang itu.

"Apa sih?" Rafa spontan menyingkirkan tangan orang itu. "Amel? Loh, kamu udah keluar dari rumah sakit?"

"Iya, hari ini aku dah bisa balik lagi ke sekolah. Kan semalem waktu kamu jenguk aku, kamu bilang kalo kamu pengin aku cepet sembuh. Jadi, sekarang permintaan kamu udah aku kabulin Raf. Kamu seneng kan sekarang aku udah di sini?" Amel berkata sambil bergelayut manja pada tangan Rafa.

Lala sungguh tak tahan melihat semua itu. Ingin rasanya ia marah dan melampiaskan, tapi apa daya, Lala tak berhak. Apa yang salah dari keadaan itu, Rafa dan Amel sepasang kekasih. Sementara itu, siapa Lala. Ya. Bukan siapa-siapa.

Lala hampir pergi dari tempat itu sebelum Rafa menarik tangannya.

"La, kamu mau ke mana?"

"Aku mau-mau ke---"

"Aku mohon jangan pergi!"

"Kak Rafa?"

"Raf, kalo Lala mau pergi biar aja. Kamu kenapa pake cegah-cegah dia segala?" timpal Amel.

"Aku masih ada urusan sama Lala."

"Urusan apa Raf?"

"Lala, ayo kita pergi sekarang aja!"

"Tapi kak, kak Rafa bilang tadi nanti aja. Lagian jam sekolah belum selesai kak."

"Udah sekarang aja. Kamu juga lagi class meet kan? Nanti biar aku yang urus surat izinnya. Pasti diizinin kok."

"Tapi kak--"

Amel menyela pembicaraan mereka, "Raf, kamu sama Lala mau ke mana sih?"

"Mau ngurus sponsor buat event."

"Kok sama Lala Raf? Kamu bisa ajak aku aja kalo gitu."

"Gak bisa Mel. Dari awal Lala yang urus semuanya. Dia yang udah bikin proposalnya. Dia lebih ngerti."

Amel terdiam. Dalam hati ia sangat tak suka. Mengapa Rafa harus pergi berdua dengan Lala.

Amel tak bisa berbuat apa pun ketika Rafa menggandeng tangan Lala dan mengajaknya pergi meninggalkan Amel.

Kini Rafa dan Lala berada dalam satu mobil.

"Akhirnya, lepas juga dari tuh cewek."

"Kak?"

"Eh iya, kenapa La?"

"Harusnya kak Rafa gak ninggalin kak Amel gitu aja."

"Terus harusnya aku gimana? Sumpah La, aku bener-bener gak tahan ada di deket dia. Untung ada kamu di sana tadi."

"Gimanapun juga kan kak Amel masih pacarnya kak Rafa."

"Itu gak akan lama lagi La. Kamu inget ya, mau kamu izinin aku putusin dia atau gak, aku bakal tetep putusin dia. Tekad aku dah bulet La."

"Kakak emang gak mikirin perasaan kak Amel nantinya gimana?"

"Aku lebih mikirin perasaan kamu Lala."

"Aku? Memang aku kenapa?"

"Jujur aja deh. Kamu gak suka kalo liat aku deket sama Amel kan? Ngaku aja deh!"

"Gak. Eng-gak kok kak. Siapa bilang? Aku gapapa tau."

"Hmm, masih ngeles aja nih. Gak perlu ada yang bilang. Aku bisa liat dengan jelas kok."

"Hah? Apaan? Bisa aja penglihatan kak Rafa salah."

"Terserah deh yaa!"

Setelah itu semuanya terdiam. Rafa mengarahkan mobilnya ke arah berbeda dari tempat pihak sponsor.

"Kak," panggil Lala karena sadar akan arah yang ditempuhnya.

"Iya sayang," sahut Rafa dengan senyuman mautnya.

"Apa sih kak?"

"Loh kok apa? Kan kamu yang manggil aku tadi. Harusnya aku yang tanya apa. Ya kan?"

"Udah deh. Kak Rafa mau ke mana sih? Aku tau ini bukan ke arah tempat sponsornya."

"Emang bukan Lala cantik!"

"Ihh kak. Terus ini mau ke mana?"

"Ke mana ya? Ke mana aja yang penting kita berdua aja."

"Kak, tau gitu aku gak ikut kakak tadi."

"Eh eh eh. Mau ngebantah ketua OSIS ya!"

"Bodo ah kak."

"La, aku janjian sama pihak sponsor itu masih dua jam lagi. Ya. Daripada gak ngapa-ngapain, kita jalan-jalan dulu gapapa kan."

"Ya ampun kak. Kak Rafa gak bilang kalo janjiannya dua jam lagi dari tadi."

"Emang sengaja kok. Aku pengin aja pergi berdua sama kamu. Apalagi di sekolah tadi ada Amel. Bawaannya jadi pengin cepet-cepet pergi."

"Haduh kak!!" Lala memijit keningnya sendiri.

"Lala." Suara Rafa membuat Lala menoleh ke arahnya.
"I love you!"

OSIS, I'M IN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang