CHAPTER 04

2.8K 178 1
                                    


23.59 AM

Kau darimana?" Tanya Irene pada Sehun yang baru saja pulang. Sehun berjalan melewati Irene begitu saja tanpa mengucapkan salam ataupun sekadar basa basi.

Irene memegang pergelangan tangan suaminya itu. Sehun menghentikan langkahnya lalu berbalik menatap tajam Irene.

"Aku bertanya, kau darimana saja?Mengapa pulang selarut ini?" Tanyanya dengan suara pelan.

Sehun menatapnya dengan tatapan tajam yang menusuk. Irene spontan menundukkan kepalanya.

"Bukan urusanmu!" Ketus Sehun sambil menghempaskan tangan Irene yang berada dipergelangan tangannya.

"Kau anggap aku apa sebenarnya?" Ucapnya yang mampu didengar oleh Sehun. Tapi ia malah menaiki tangga tak menghiraukan ucapan Irene.

***

Irene memasuki kamarnya, menutup pintu tersebut. Ia melangkah mendekat kearah foto yang berada diatas meja nakas. Ia mengambil foto tersebut, menatapnya lekat. Rasa bersalah menghinggapinya untuk sosok yang berada di foto tersebut.

Difoto tersebut adalah pria tangguh yang sejak bayi menyayanginya. Memberi kasih sayang Ayah sekaligus Ibu untuk Irene, Ayah terbaik menurut Irene. Sejak kematian sang Ibu saat melahirkan Irene, Ayahnya menjadi orang tua tunggal untuk Irene.

Ayah yang begitu sangat ia sayangi melebihi apapun. Ayah yang sedari kecil merawatnya dengan penuh kasih sayang tanpa seorang istri disampingnya. Sosok Ayah yang begitu sempurna dimatanya harus meninggal karena penyakit yang ia derita.

Tubuh Irene merosot kebawah lantai. Cairan bening meluncur di kedua pipi tirusnya begitu saja.

"Ren, minta maaf belum bisa jadi sosok istri yang baik buat dia, Yah." Lirihnya sambil memeluk erat foto tersebut.

"Irene salah apa sama dia? Kenapa dia belum bisa menerima Iren. Yah? Iren udah berusaha. Yah, buat pertahanin pernikahan ini. Tapi, dari awal dia memang terpaksa. Yah. Hikss..hikss..hikss. Maafin Iren. Yah."

***

Irenen bangun pagi- pagi sekali, ia tak bisa tidur karena ada sesuatu yang menganggu pikirannya. Seperti biasa ia membuat sarapan untuk sang suami, walaupun makanannya tak pernah disentuh tapi ia tetap saja membuatkan sarapan untuk Sehun. Entah, Sehun tak memakannya atau malah membuangnya nanti. Irene sama sekali tak peduli yang terpenting ia sudah melakukan kewajibannya sebagai seorang istri untuk Sehun.

Setelah selesai membuat sarapan. Ia bergegas ke kamarnya untuk membersihkan tubuhnya yang sudah lengket. Setelah itu ia berniat  ke Cafe miliknya untuk bekerja. Meskipun ia adalah pemilik Cafe tersebut dan bisa saja ia tak masuk. Tetapi, Irene tetap kesana untuk ikut membantu pegawai- pegawainya yang mungkin saja lelah karena Cafe miliknya terbilang sangat ramai apalagi Weekend banyak pengunjungnya.

Apalagi sekarang adalah hari minggu. Bisa dipastikan Cafenya dipadati oleh para muda-mudi yang sedang nongkrong sembari minum Coffe.

Acara membersihkan tubuhnya pun selesai. Irene keluar dari kamarnya. Ia dengan pelan menutup pintu kamarnya  dengan hati- hati supaya tak menimbulkkan suara keras . Ia takut tidur Suaminya terganggu.

Setelah selesai menutup pintu kamarnya. Irene menuruni tangga menuju meja makan, tangannya mengeluarkan sebuah kertas dan pulpen dari tas .Irene menulis sesuatu  dikertas tersebut lalu meletakkannya dibawah gelas yang berisi jus jeruk. Ia berjalan keluar menuju teras depan.

***

Sehun bangun dari tidurnya. Ia mengerjapkan matanya berkali- kali, matanya melirik kearah benda kotak yang tergantung di dinding kamarnya. Jam menunjukkan pukul Tujuh lewat lima belas menit. Ia beranjak dari tempat tidurnya, mendekat kearah almari besinya mengambil handuk lalu melangkah ke kamar mandi.

Beberapa menit kemudian Sehun keluar dari kamar mandi. Tentu dengan keadaan rambut yang basah dengan lilitan handuk dipahanya.

Ia ada janji dengan kekasihnya pagi ini pukul 8 pagi. Dengan cepat ia memakai kemeja dan juga celanannya. Meraih arloji yang tergeletak diatas meja nakas.

Sehun menuruni tangga. Sekilas ia menatap kearah meja makan, sepiring nasi goreng dan segelas jus jeruk seperti biasa ada disana. Ia melangkah ke arah meja makan, pandangannya jatuh pada sepiring nasi goreng tersebut. Jujur ia sebenarnya lapar, tapi ia malas untuk memakan masakan perempuan tersebut. Hingga matanya menangkap sepucuk surat yang berada dibawah gelas berisi jus jeruk tersebut.

"Aku berangkat ke Cafe. Kalo kamu tidak mau memakannya jangan dibuang, aku akan memakannya  sepulang kerja."

—Irene

Seperti itu tulisan di surat tersebut. Ia meremas surat tersebut dan membuangnya asal.

***

TBC...
VotMents Juseyoo...

Maaf ceritanya kependekan. Sekali lagi saya bukan penulis yang handal. Tapi saya hanya orang yang suka berimajinasi dan mencurahkannya lewat dunia watty ini.:)

Luka Istri Pertama✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang