[Extra Chapter]

3.8K 160 33
                                    

Note: Yg tulisannya miring itu flashback ya :")

.
.
.
.

Pandangan Irene mengabur saat Kriss membenturkan kepalanya ke tembok dengan keras. Irene yang hendak memberontak dari cengkraman Kris harus terluka darah segar mengalir dari pelipisnya saat itu. Satu bayangan yang ia  tangkap menggunakan penglihatannya sebelum memejamkan matanya adalah bayangan sosok anak kecil yang berlari kearahnya dengan seorang pria yang berada disamping anak kecil itu, tapi sayang Irene tidak jelas melihat wajah pria itu karena sebuah kegelapan dengan cepat menyerangnya.

Hingga akhirnya  ia kembali membuka matanya, ia disapa oleh bau obat-obatan yang khas menusuk penciumannya. Sebuah saluran infus terhubung di tangan dan hidungnya. Irene mencoba menggerakkan tangannya. Sakit, itu yang ia rasakan saat menggerakan tangannya. Seorang  dokter menghampirinya dengan seorang perawat berada di sebelahnya.

"Anda sebaiknya  jangan terlalu banyak bergerak. Saya akan memanggil suami anda."ucap dokter tersebut.

Suami? Irene terdiam, matanya menatap keseluruh penjuru tempat ia berada sekarang. Tempat dengan dinding dan lantai yang berwarna putih.

"Akhirnya kau sadar"seseorang muncul dari balik pintu, Irene menoleh tatapannya terkunci kala mata mereka saling bertemu. Bibirnya terasa kelu untuk membalas ucapan pria itu. Pria itu adalah Sehun.

Cukup lama mereka bersitatap hingga akhirnya suara anak kecil masuk dan berlari menuju kearah Irene. "Hikss..Mama"anak kecil tersebut naik dan memeluk Irene yang tengah terbaring lemah  diatas brankar.

Anak itu menangis sesenggukan, menggenggam  tangan Irene yang di infus lalu menciumi tangan Irene. Anak kecil itu terus menangis sambil mengucapkan ribuan permintaan maaf.

"Shei anak nakal, maafin Shei Ma..hiks"anak kecil itu terisak sambil memeluk Irene erat.

"Sherina bisa kamu keluar dulu sayang? Om mau bicara dulu sama Mama kamu."kalimat itu keluar dari bibir seorang pria yang kini sedang berdiri didekat mereka berdua.

"Nggak mau! Shei mau disini sama Mama. Om aja yang keluar!"Sherina menolak permintaan Sehun dengan tegas. Anak itu semakin merapatkan tubuhnya dengan Irene, seolah tak ingin meninggalkan Mamanya lagi.

"Shei bisa keluar sayang? Mama baik-baik aja kok"ucap Irene lembut. Irene menangkup kedua pipi putrinya itu, menghapus jejak air mata milik Sherina dengan jari telunjuknya.

"Bisa Ma."Sherina menganggukan kepalanya, mengecup pipi Irene lalu turun dari Brankar.

Setelah Sherina keluar dari ruangan tesebut atmosfer ruangan tersebut tiba-tiba berubah menjadi canggung. Keheningan terjadi selama beberapa menit di ruangan tersebut karena Sehun yang menatap intens Irene. Irene yang ditatap intens seperti itu mengalihkan pandangannya. Sungguh, ada gelenyar aneh saat manik matanya bertemu dengan manik mata itu.

"Hm, apa ada yang sakit?"tanya Sehun dengan senyum canggung.

"Sedikit"sahut Irene sambil menahan jantungnya yang seakan akan mau copot karena ulah Sehun. Bagaimana tidak pria itu mendekat kearahnya, meraba tangannya yang memberi efek sangat tidak baik bagi jantungnya.

"Maaf untuk segalanya."

Dari beberapa jam sebelum masuk ruangan Irene sebenarnya Sehun sudah merangkai banyak kalimat tapi lihatlah ia hanya bisa melontarkan kata 'Maaf' yang mungkin terkesan sangat basi bagi Irene.

Luka Istri Pertama✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang