┋27

2.3K 601 160
                                    

❛ 𝙥𝙧𝙤𝙩𝙚𝙘𝙩 ❜

saat hampir menghabiskan makanannya, donghyun baru teringat akan sesuatu, ia menoleh pada eunsang yang sibuk memakan sandwich di tangannya sambil sesekali menyuapi junho

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

saat hampir menghabiskan makanannya, donghyun baru teringat akan sesuatu, ia menoleh pada eunsang yang sibuk memakan sandwich di tangannya sambil sesekali menyuapi junho.

dasar budak cinta.

“eunsang,” panggilnya dengan lembut.

yang dipanggil menoleh, “ada apa?” tanya eunsang.

“itu, aku kan belum ngerjain tugas tadi,” katanya, dengan raut resah, “pulang, yuk!”

“belum bel pulang kali, hyun,” seru junho.

“pulang ke kelas kali maksudnya bodoh!”

hangyul menoyor kepala junho―yang sebenernya hanya berisi tak jauh dari eunsang dan eunsang saja.

“yaudah, yuk balik ke kelas,” kata eunsang, sambil menghabiskan sandwichnya yang memang tinggal sekali suap saja.

“eh, kalo kamu pergi siapa yang mau suapin juno, hm?”

junho menahan lengan eunsang, menatap kekasihnya itu dengan raut sedih yang dibuat-buat. cukup menjadi alasan untuk yunseong dan hangyul ingin melemparnya dengan botol saos setelah ini.

“junho mau disuapin? sini kak sihoon suapin, pake sendok semen tapi.”

junho bergidik ngeri, ketika sihoon menatapnya dengan wajah creepynya.

“e-engga deh, kak. makasih, gue ngikut balik dua orok ini ke kelas aja, bye!”

sebelum benar-benar pergi, junho menusuk satu buah bakso kecil di dalam mangkok hangyul dengan garpu dan melahapnya, kemudian lekas pergi menarik masing-masing lengan donghyun dan eunsang.

“gak sadar apa si junho itu juga masih orok?” gumam yunseong.

“orok kok kerjaannya tawuran mulu sama lo berdua?” celetuk sihoon.

“bar-bar sejak dini gak papa kali, yang. biar gak kaget sama masa depan,” jawab hangyul.

“emang, sih. kamu sama yunseong tuh pencetus masa depan suram buat orok kaya junho.”

“gue diem ya, sihoon. kenapa dibawa-bawa?”

“kenapa, lo gak suka?!”

sihoon, memang benar-benar selalu sensitif pada yunseong. untung, yunseong sudah mulai terbiasa kali ini.

“gue mau nanya,” seru yunseong.

“nanya ke siapa?”

“ke lo, hoon.”

yunseong meneguk es kopinya yang sisa sedikit, menghabiskannya, kemudian kembali melirik sihoon yang duduk di depannya.

“kenapa donghyun gak mau terapi?”

sihoon mendengus, lantas mengangkat kepalanya untuk membalas tatapan yunseong dengan sorot mata tajam.

“janjiin dulu gue olatte.”

“yang, kemaren aku udah beliin dua dus, loh. masih kurang?” celetuk hangyul.

“gue beliin, buru cerita dulu!” yunseong menyela.

dalam hati, jiwa sihoon meronta-ronta senang. metode ini mungkin dapat ia lakukan lagi jika yunseong ada maunya.

“sihoon, yunseong nungguin, tuh,” tegur hangyul.

“oke, gue cerita.”

sihoon melipatkan kedua tangannya, untuk ia tumpukkan di atas meja kantin.

“lo tau? orang yang punya gangguan mental itu kebanyakan pengen sembuh karena penyakitnya, kan? kalo donghyun beda, dia malah sebaliknya.”

lelaki manis itu mengecurutkan bibirnya, “dia gak mau sembuh.”

sihoon menghela napas, “kedengeran kaya masokis gak, sih? intinya, dia ngebiarin ketakutan akibat trauma itu nyiksa dia.”

“apa yang bikin dia kaya gitu?” tanya yunseong.

“rasa bersalah.”

benar, sepertinya kata kunci itu sudah mulai yunseong benci, bukan dari sekarang, tapi entah sejak kapan.

donghyun-nya tersiksa, dia mudah merasa bersalah. dan yunseong benci dengan rasa bersalah, sangat benci.

“dia pikir, mungkin trauma yang dia alami dari saat dia kehilangan ayahnya itu balasan, atas meninggalnya ayah donghyun. makannya, donghyun ngebiarin dia sakit tanpa mau sembuh.”

sihoon memain-mainkan jempol tangannya dengan random.

“kedengeran aneh, ya, seong? tapi donghyun emang gitu. maka dari itu, rasanya gue pengen lindungin dia banget, gue gak pengen dia liat hal yang berpotensi bikin dia merasa bersalah.”

yunseong hanya mengangguk, sambil menatap isi gelasnya yang sudah kosong.

“makannya, sebisa mungkin gue jauhin dia dari hal-hal negatif. seenggaknya, kalo dia gak mau sembuh, gue harus bisa hindarin dia dari penyebab kambuhnya.”

sihoon tiba-tiba terkekeh, “tapi rasanya gue gagal,” ia menatap yunseong dan hangyul bergantian.

“lo liat sendiri? dia bahkan ketakutan liat gue yang ngehajar lo waktu itu, dan waktu gue putusin hangyul. gue bikin dia merasa bersalah.”

“engga, lo ngelakuin hal yang bener,” seru yunseong.

hangyul mengangguk, “kamu ngelakuin itu karena kamu kesel, niat kamu baik, kok. lagi pula, gak ada hal yang kamu sengaja juga kan buat bikin donghyun merasa bersalah?”

sihoon menagngguk dengan lesu.

sementara itu, yunseong berjalan ke arah kulkas dekat tempat duduk mereka, mengambil minuman kemudian membayarnya.

yunseong kembali berjalan ke arah mejanya, menaruh satu kaleng olatte rasa peach favorit sihoon, kemudian tersenyum.

“gue duluan, ya.”

tungkainya menjauh, pergi dari area kantin. yunseong butuh tempat yang sepi, tempat yang nyaman untuk ia memikirkan donghyun.

ya, yunseong ingin memikirkan donghyun saat ini.

memikirkan bagaimana cara melindungi donghyun.

memikirkan bagaimana cara menjauhkan donghyun dari hal negatif.

dan, memikirkan bagaimana cara agar donghyun dapat kembali padanya untuk menjadi someone who's very yunseong protect.

yunseong, sangat ingin melindunginya, melindungi keum donghyun-nya.

yunseong, sangat ingin melindunginya, melindungi keum donghyun-nya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

makin bosenin ya alurnya?

kalopsia, hwangkeum✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang