Cepatlah Bangun

5.8K 386 16
                                    

"Dek, pulang dulu gih..."

Suara itu membuat Alesha menoleh. Dia melihat Arsen sudah berdiri di sisinya.

"Tapi, ini..."

"Simpan di laci aja, I-pad-nya. Nggak akan ada yang ambil. Lagi pula kamu lupa, kalau kamar ini ada cctv-nya? Kalau ada yang berani ambil itu I-pad juga dalam waktu dekat ketangkap,"

Alesha mengangguk. Dia berdiri dan menyimpan I-pad di tangannya ke dalam laci. Dia menurut saat kakaknya mengajaknya keluar. Ternyata, Arsen tidak mengantarnya. Arman menjemput dia bersama Ardan dan Alvaro. Alesha memeluk ayahnya dengan kuat.

"Tidak apa, sayang. Semua akan baik-baik saja," ujar Alvaro menenangkan Alesha.

Alvaro mengajak anak gadisnya untuk pulang. Sepanjang perjalanan, mereka terdiam dengan Alvaro yang membelai lembut rambut panjang Alesha.

"Sayang,"

Alesha mendongakkan kepalanya.

"Papi tahu ini kurang tepat. Tapi, papi mau tanya sekali lagi sama kamu,"

Alesha diam. Dia masih menatap ayahnya.

"Apa kamu masih mau melanjutkan perjodohannya? Papi tahu ini sudah lewat dua tahun. Tapi, kalau kamu sudah punya orang yang kamu sukai, papi bisa meminta mereka membatalkannya,"

Alesha tidak menjawab. Dia hanya menundukkan kepalanya dan memeluk erat perut ayahnya. Terkadang Alesha berpikir, bagaimana bisa ayahnya tetap berbadan sixpack saat sang ayah sudah berusia 56 tahun? Sang ayah juga tidak pernah terlihat pergi ke tempat gym sebelumnya.

"Alesha..."

"Biar Alesha pikirkan dulu pi,"

Alesha merasakan puncak kepalanya dikecup dengan cukup lama oleh ayahnya.

............

"Sudah datang?" Sambutan itu membuat langkah kaki Alesha terhenti.

"Hn.." Alesha menyahut.

Dia melanjutkan langkahnya dan terduduk di sebuah sofa. Yuki berdiri dari kursi dan duduk di sebelahnya.

"Apa kamu sudah melihat isi I-pad-nya?"

Alesha mengangguk.

"Dia tidak pernah mau membuatmu terluka, Alesha. Tidak pernah. Sejak hari dimana video itu terambil, dia berubah menjadi orang yang lebih suka merenung,"

Alesha tetap diam dan hal itu membuat Yuki melanjutkan ucapannya.

"Kalau boleh jujur, setelah kejadian itu dan dia kembali ke Jakarta, dia terus berwajah muram. Hanya di depanmu saja dia menampilkan wajah datarnya. Itu pun agar kamu percaya dan mulai menjauh darinya,"

Yuki mengambil salah satu tangan Alesha dan menepuknya perlahan.

"Hari itu, saat kamu bertemu kami di depan cafe, apa kamu ingat?"

"Hn,"

"Setelah kamu pulang, dia menangis. Menangis dan tertawa. Hanya karena dia mendendengarmu dijodohkan,"

Mata Alesha melebar.

"Saat sampai di apartment, dia mencoba membunuh dirinya dengan menenggelamkan kepalanya ke dalam air,"

Alesha cukup terkejut mendengar hal itu.

"Apa kamu sudah melihat isi ponselnya?"

Alesha menggeleng. Yuki langsung berdiri dan mengambil ponsel itu dari laci meja.

[DS #4] KeaShaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang