Radar 05

6 4 0
                                    

Sudah 5 jam lebih semenjak kedatangan Zaki ke rumah, Maya tak menampakkan dirinya.

Sepulang sekolah, Mario dikejutkan dengan Zaki yang membawa berita meninggalnya Dhani. Zaki juga memberikan barang barang yang dititipkan Maya padanya.

Sama seperti Maya, Mario pun merasakan sesak yang menyiksa. Mereka kembar, wajar jika bisa merasakan satu sama lain.

Pikirannya kalut, ia takut jika Maya berbuat diluar kendali. Sudah berbagai tempat ia jelajahi, tapi hasilnya nihil.

Teman teman Maya pun juga tak tahu keberadaan Maya sekarang. Mereka juga membantu Mario untuk menemukan adiknya. Nomor Maya yang tidak aktif membuat mereka semakin cemas akan keadaan gadis itu.

Hari ini juga bertepatan dengan syukuran keluarga teman seperguruannya di pesantren dulu. Zali namanya. Keluarga Zali baru pindah ke Semarang, dan Mario diundang untuk mengikuti tasyakuran di rumah barunya.

Rasanya beban menumpuk diatas kepalanya. Pertama Maya hilang, kedua orang tua Maya tak tahu anaknya menghilang. Mario yang menutupinya dengan alasan persiapan pertandingan.

Dan yang ketiga, ia tak bisa berlama lama mencari Maya.
"Yo, kamu sakit?" Zali duduk disamping Mario.

Ya, dan sekarang Mario sudah berada di rumah Zali sampai acara syukuran selesai. Entah sampai pukul berapa nanti.

"Adikku hilang Zal. Pacarnya meninggal" Mario menekan kepalanya yang terasa berdenyut.

"Innalillahi wainnailaihi roji'un. Kalau gitu sekarang kita cari adik kamu" Tawar Zali

"Nggak nggak Zal, biar aku sendiri. Lagian bentar lagi acaranya bakal dimulai" Tetangga Zali sudah banyak yang berdatangan, Mario merasa tak enak jika mengganggu acara temannya.

"Kamu tenangin diri kamu dulu. Berdo'a sama Allah, Insyaa Allah adik kamu berada dalam lindungannya" Mario menghela nafas.

"Setelah acara nanti biar aku temenin kamu nyari" Bibirnya tertarik membentuk bulan sabit. Tapi tetap saja hatinya tak tenang.

***

Langit malam bahkan mengejeknya sekarang. Tak ada satupun bintang bersinar menemani kesedihannya. Bulan pun menutup dirinya dibalik awan hitam.

Melihat barang pemberian Dhani hanya akan membuatnya semakin terluka. Sengaja ia meminta tolong pada Zaki untuk memberikan barang pemberian Dhani pada Mario, karena ia tak berminat untuk pulang kali ini. Ia hanya ingin menyembuhkan lukanya sendiri.

Sepulangnya dari rumah Dhani, ia hanya menuruti kemana kakinya melangkah. Ia bahkan tak peduli seperti apa kondisinya sekarang.

Seragamnya kotor, kusut, dan penampilannya sudah mirip seperti orang gila dengan kerudung yang dikalungkan di leher.

Entah berapa kilometer sudah kakinya menempuh jalan beraspal. Yang jelas sekarang ia sangat lelah. Kepergian Dhani sungguh menguras tenaga dan pikirannya.

Sebuah halte menjadi tempat singgah paling tepat untuknya. Melihat lalu lalang kendaraan setidaknya bisa menjadi bahan hiburan untuk matanya yang sembab.

Suara suara Dhani kembali hadir dalam pikirannya.

Lo udah dapet apa yang lo mau
Sekarang waktunya gue berangkat.

Setetes cairan bening berhasil lolos menembus kelopak matanya. Ia tersenyum sinis. Seburuk itukah dirinya hingga Tuhan tega mengambil orang orang yang dicintainya.

Decitan suara mobil menarik pandangan dari gelapnya malam. Terlihat sebuah mobil merah terparkir di seberang jalan sana. Matanya menangkap sesosok yang turun dari mobil itu.

RadarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang