Gadis itu sudah akan terpejam kalau saja dering telfon tak mengganggunya. Berdecak kesal ia pun menyambar smartphone diatas nakas.
"Selamat malam kakak cantik"
Ia mengernyit. Suara bocah?
Matanya mengerjap berkali kali. Teringat sesuatu ia spontan bangun dari posisi rebahannya "Alvan?"
"Hehe" Kekehnya diseberang sana.
Ah. Ia baru ingat saat dirumah Juna tadi.
Ya. Setelah mengantar Juna dirumah sakit untuk mengobati lukanya, lelaki itu mengajaknya kerumahnya.
Dan taulah apa yang terjadi disana. Orang tua Juna akhirnya tau kalau anaknya terluka sampai mendapat beberapa jahitan, dan si setan itu tak menceritakan kejadian yang sebenarnya. Ia beralasan menyelamatkan Maya dari perampok bersenjata, dan akhirnya tangannya terluka.
Terjadilah momen pengenalan antara Maya dan keluarga Juna, termasuk adik Juna. Alvan. Yang kelakuannya tak beda jauh dari kakaknya. Menganggu ketenangan Maya. Belum lagi anak kecil berumur 7 tahun itu memanggilnya dengan sebutan kakak cantik.
Panggilan itu, mengingatkannya pada adik Zali.
Meskipun begitu ia mengaku tertarik dengan bocah cilik ini. Kepribadiannya yang ceria dan jangan lupakan sifat yang suka menggoda perempuan.
Dasar bocah jaman sekarang!
Selain itu, ada satu hal yang mengejutkan. Pak Atok, pelatih bulutangkisnya ternyata adalah paman dari Juna. Pantas saja anak itu dulu waktu pindah sekolah tak susah payah mengurus pemberkasan.
"Ada apa telfon sayang?"
"Yes.. Aduh"
"Kenapa Al?"
"Kak Juna mukul aku kak" Adunya dengan suara khas anak merajuk.
"Pukul ganti Al!"
"May!" Suara berat itu memperingatkan.
"Katanya kak Juna.. Ih apa sih.. Kak Juna iri kakak manggil aku sayang" Maya terkekeh mendengar keributan kecil diseberang sana. Bagaimana bisa lelaki remaja itu iri pada seorang anak kecil?
Sebelah tangannya menyentuh dada sebelah kiri. Degup jantungnya begitu cepat. Menahan senyum, ia malu dengan kondisinya saat ini. Hanya karena Juna iri pada adiknya yang ia panggil 'sayang' jantungnya memompa tak karuan.
"Kak, kok diem?"
"Eh.. Emm, kakak udah ngantuk Al. Besok kita telfon lagi ya"
"Nggak!" Lelaki itu kembali protes.
"Udah sini!" Sepertinya disana Juna merebut smartphone nya hingga Alvan berteriak protes. Tak berselang lama terdengar langkah kaki yang ia yakin Juna kabur dari adiknya.
"May?"
"Hmm" Ia kembali menjatuhkan dirinya ditempat yang seharusnya. Kasur.
"Makasih"
Alisnya bertaut "Buat apa?"
"Lo udah milih gue" Matanya mengerjap berkali kali, otaknya belum connect sepenuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Radar
Teen FictionKu kira kau datang menggoreskan sebuah warna, tapi aku terlena. Yang kau gores bukanlah warna yang indah tapi luka yang tak berdarah Jika aku diberi satu permintaan. Aku akan meminta untuk tak terlahir di dunia. Tapi nyatanya tak ada tawaran permin...