Semangat dalam dirinya menggebu gebu sekarang. Sedari tadi ia lari kesana kemari, meloncat dan membuat smash menukik ke arah lawan mainnya.
Sedikit demi sedikit poin terkumpul melalui pukulan andalannya. Netting yang cantik dan juga smash yang membuat lawan tak bisa berkutik lagi.
"Good job" Pak Atok memberi aplous cara permainan anak didiknya.
Butiran butiran keringat berhasil membuat tubuhnya basah. Diusapnya dahi dan pelipisnya lalu mencipratkan keringat itu ke lantai.
Semasa Smp Maya giat mengikuti ekstra bulutangkis hingga ia menjuarai berbagai kompetisi di Semarang maupun di tingkat provinsi.
"Oke semuanya kita kumpul dulu" Kakinya melangkah mendekati pelatih yang selalu memberikan arahan arahan sepanjang karirnya.
"Latihan hari ini saya rasa cukup. Mari kita berdoa supaya ilmu hari ini bisa bermanfaat" Tutur Pak Atok ditengah kerumunan
"Berdoa mulai" Semuanya menunduk memanjatkan doa sesuai kepercayaan masing masing
"Selesai. Jaga stamina, sampai jumpa minggu depan" Tambahnya.
Semuanya menyalami pelatih sekaligus guru Smp itu satu per satu. Kemudian mengemas barang mereka dan pergi meninggalkan gedung latihan.
"Maya" Merasa dirinya dipanggil ia kembali membalikkan badan seusai menyalami pelatih nya
"Iya Pak ada apa?"
"Saya lihat tadi permainan kamu bagus tapi sangat beremosi. Kenapa? Apa ada hubungannya dengan meninggalnya Dhani?"
Deg
Matanya membulat, ia terkejut. Kenapa pertanyaan itu sangat menohok hatinya. Ia memang merasa tak bisa mengendalikan emosi saat pertandingan tadi. Ya walaupun ia menang dalam latihan tanding tadi.
"Bapak tahu Dhani meninggal?" Ada rasa penasaran dalam hatinya
"Bukan hanya bapak. Tapi semua guru Smp Kartika sudah tahu berita ini" Pak Atok menghela nafas. Sedangkan Maya menunduk, rasa kehilangan itu ternyata masih melekat di dalam dirinya
"Kamu boleh sedih, tapi jangan larut terlalu dalam. Kamu berhak melanjutkan perjalanan untuk menggapai mimpi" Maya mendongak, guratan kesedihan masih tersisa disana
"Saya akan coba pak" Ia mencoba tersenyum walaupun sedikit menutup rasa sedihnya. Pak Atok menepuk pundak Maya sesaat
"Oh iya, besok kamu akan saya daftarkan ke Club Satria Garuda untuk lebih mengasah potensi kamu. Gimana kamu setuju?" Maya tampak menimang tawaran Pak Atok yang terkesan mendadak
"Tapi apa nggak mengganggu kegiatan sekolah saya pak?" Tanyanya ragu
"Kamu tenang aja pelatih disana itu teman saya. Sudah saya diskusikan kalau kamu nanti latihannya tiga kali seminggu"
Maya sedikit bersemangat kali ini. Bagaimana tidak impiannya untuk menjadi seorang atlet semakin terbuka lebar sekarang, mengingat club Satria Garuda selalu mengikuti berbagai kompetisi bergengsi.
"Tentu saya tidak menolak pak" Ujarnya bersemangat. Mereka saling melempar senyum kemudian berjabat tangan.
Kali ini Maya tidak akan langsung pulang setelah latihan. Ia akan menemui teman temannya di salah satu kedai kopi tempat biasa mereka nongkrong.
Dengan sepeda motornya Maya melaju menembus ramainya jalanan Semarang sore itu. Hatinya bergejolak, tawaran mengikuti club adalah salah satu langkah menuju impian terbesarnya.
Perjalanan menuju kedai tidaklah jauh. Ia hanya menempuh setidaknya tiga kilometer dari tempat latihannya.
Tak lama akhirnya ia sampai ditempat tujuan. Dari ambang pintu ia melihat Andre, Bagas dan Resti yang asyik bergurau sembari meminum minumannya

KAMU SEDANG MEMBACA
Radar
Teen FictionKu kira kau datang menggoreskan sebuah warna, tapi aku terlena. Yang kau gores bukanlah warna yang indah tapi luka yang tak berdarah Jika aku diberi satu permintaan. Aku akan meminta untuk tak terlahir di dunia. Tapi nyatanya tak ada tawaran permin...