Jangan salahkan jarak
Jika rindu tak kunjung mereda
Nikmatilah
Selagi ia masih sama
Saling meraup rindu yang tak terhingga***
Suara gesekan sepatu dengan arena lapangan memenuhi indera pendengarannya. Baru kali ini Mario melihat Maya berlatih bulutangkis, biasanya ia hanya melihat gadis itu bertanding.
Hari ini spesial. Mario bersedia mengantar dan menemani Maya berlatih diclub nya. Cucuran keringat yang membasahi tubuhnya semakin membuat Mario terpukau akan aksinya dilapangan.
Hebat bukan? Menoleh ia mendapati Pak Atok duduk disebelahnya. Mario lantas menyalami guru masa SMP-nya itu.
Eh,Pak. Bapak juga melatih disini? Tanya Mario
Saya hanya pendamping Maya. Walaupun dia sudah berada di club Ujar Pak Atok dengan pandangan tak lepas dari lapangan. Mario mengganguk mengerti. Kembali ia melihat kelihaian Maya menghadapi lawan mainnya.
Teringat sesuatu, Pak Atok menoleh pada Mario Saya dengar kalian sekolah di MA Nurul Islam? Mario kembali mengangguk, ia terlalu kaku dengan guru yang sudah lama tak dijumpainya. Terlebih, ia tak terlalu dekat dengan Pak Atok seperti Maya.
Iya Pak
Keponakan saya yang baru pindah juga sekolah disana. Dia seumuran dengan Maya Mengernyit Mario memberanikan diri menggali informasi lebih dalam.
Namanya siapa pak?
***
Kata demi kata tercipta dengan olesan tinta hitam. Meja penuh dengan buku yang ia pinjam dari Mario. Mau tak mau Zali harus mengejar ketertinggalan akibat kecanduannya.
Tok Tok Tok
Tak menunggu lama, ia membukakan pintu. Seorang perempuan paruh baya tersenyum ramah melihat buku terbuka lengkap dengan alat tulis di dalam sana.
Lagi belajar? Zali mengangguk
Abi pulang. Kita kumpul dulu yuk! Bunda Zali meraih pundak putranya. Tanpa penolakan Zali menurut apa yang diperintahkan.
Melewati anak tangga nampak dimatanya seorang pria yang sebagian rambutnya beruban sedang bermain dengan adiknya. Maya. Dengan gadis kecil itu berada dipangkuannya. Tanpa basa basi Zali menyalami Abi-nya. Walau hanya ayah tiri tapi ia tetap tunduk dan patuh kepadanya. Bagaimanapun dia tetaplah ayah dan kepala keluarga bagi keluarganya.
Abang besok dijemput Maya sama Abi ya Ujar Maya sembari memaikan boneka ditangannya. Menaikkan alis, Zali tak paham ucapan Maya. Sebuah pertanyaan atau pernyataan.
Menyadari kebingunan abangnya, Maya menjelaskan kembali Besok kan kita mau ke rumah temannya Abi. Sama Abi, sama Bunda, sama Maya juga ikut Gadis itu mengakhirinya dengan senyuman lalu kembali berkutik dengan mainannya.
Dengan tenang Abi Zali menjelaskan maksud ucapan Maya Kita silaturahmi ke temannya Abi, sekalian nanti kamu belajar sedikit tentang pengelolaan pesantren Zali memang anak yang penurut. Meski hatinya teringin untuk menolak, namun ia tetap mengiyakan ajakan Abi-nya. Karena mau tak mau ia lah yang jadi penerus Abi-nya mengurus pesantren nantinya.
Lama tak berjumpa, ia melihat rambut didagu Abi-nya semakin panjang. Aura religius semakin kental disana. Berbeda dengan Ayahnya dulu Maya main ke kamar dulu ya! Suara Bunda membuyarkan pikirannya.
Gadis itu sama seperti dirinya, tidak bisa menolak perintah orang tua. Maya memang mengangguk, tapi sorot matanya masih ingin berada diantara keluarga lengkap nan harmonis itu.
Kaki mungilnya melangkah pasrah. Disamping itu, Bunda Zali celingukan memastikan anak gadisnya benar-benar memasuki kamar sebelum ia memulai pembicaraan yang tidak boleh didengar anak seusia Maya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Radar
Teen FictionKu kira kau datang menggoreskan sebuah warna, tapi aku terlena. Yang kau gores bukanlah warna yang indah tapi luka yang tak berdarah Jika aku diberi satu permintaan. Aku akan meminta untuk tak terlahir di dunia. Tapi nyatanya tak ada tawaran permin...