Berjabat tangan dengan Zali adalah suatu kemustahilan. Tapi Maya memecahkan itu semua. Setibanya di rumah ia nampak bahagia, Mario sebenarnya tahu kejadian antara Maya dan Zali tapi ia membiarkannya. Setidaknya itu bisa menjadi obat untuk hati Maya.
Maya berjalan menuju kamar sambil bersenandung ria. Saat akan menaiki tangga ia mendengar ada suara isakan dari dalam kamar orang tuanya. Ia membatin apa mereka sedang bertengkar.
Ia memberanikan diri untuk mengetuk pintu itu. Tak lama Yuni membukanya. Maya tersentak, mata Bunda nya itu sembab dan merah. Ia celingukan berharap tak ada yang melihat selain dirinya.
Tubuhnya menyelinap masuk ke kamar itu lalu menutupnya kembali
"Bunda kenapa?" Yuni memeluknya erat dan menangis disana. Maya semakin penasaran ada apa dengan Bunda nya itu. Tapi setiap kali Maya menanyakan kenapa, Yuni selalu diam dan menggelengkan kepala.
***
Sinar mentari begitu terang pagi ini. Burung burung pun berkicau ria diluar sana. Tapi tidak dengan keluarganya.
Dentingan sendok dan piring yang mengisi ruang makan mereka. Tanpa sepatah kata keluar dari mulut empat manusia disana.
Maya mengamati setiap pergerakan orang tuanya. Papa nya yang terlihat dingin dan juga Bunda nya yang seperti menahan kesedihan dibalik wajah cantiknya. Kejadian janggal semalam membuatnya kesulitan untuk tidur. Ia memikirkan apa yang terjadi di keluarga nya.
"Aku berangkat" Gunawan menyudahi sarapan paginya lalu berdiri menjulurkan tangannya pada Yuni. Seperti pasangan pada umumnya, Yuni menyalami tangan suaminya itu.
Kemudian bergantian Mario yang menyalami. Dan terakhir Maya. Ia melihat Papa nya itu keluar rumah. Dengan cepat ia menyusulnya
"Bang gue tunggu di depan. Bunda aku berangkat. Assalamu'alaikum" Buru buru ia menyalami bundanya lalu membawa tas biru itu bersamanya.
"Hmm wa'alaikumsalam" Jawab Mario sambil mengunyah nasi goreng kesukaannya.
Langkahnya dipercepat saat Gunawan akan memasuki mobil hitam nya.
"Pa" Panggilnya. Gunawan kembali menutup pintu mobil nya.
"Apa?" Maya sebenarnya sangat malas jika harus berbicara dengan Papa nya ini. Karena Papa nya selalu menunjukkan sikap tidak sukanya pada Maya. Tapi karena kejadian semalam membuatnya penasaran akhirnya ia terpaksa melakukan hal langka ini.
"Bunda Papa apain sampe nangis semalem?" Sifat dingin Maya keluar jika berhadapan dengan Gunawan
"Kamu itu cuma anak kecil. Nggak usah ikut campur" Gunawan membuka pintu mobilnya lagi namun Maya mendorong nya keras. Tatapan tajam nya menusuk tepat di bola mata Gunawan
"Urusan Bunda urusanku juga" Ucapnya penuh penekanan
"Dia itu cuma mama tiri kamu. Apa pedulinya kamu sama dia" Perkataan itu menusuk tepat direlung hatinya. Tangannya mengepal kuat. Emosi sudah menguasai tubuhnya.
"Papa pikir karna Bunda mama tiri aku terus papa bisa se enak nya gitu sama dia. Iya?" Mario yang sudah berada di ambang pintu segera menghampiri adiknya yang sudah naik darah.
Dibalik tirai jendela, Yuni menyaksikan keributan itu.
Gunawan terkekeh "Dia nggak punya hak disini. Kamu dan Mario anak kandung ku. Dan dia bahkan tidak ada hubungan darah dengan kalian. Jadi untuk apa Papa ngebiarin orang asing tinggal disini" Yuni membekap mulutnya. Sakit ia rasakan. Dadanya sesak, isakan mulai terdengar disana.
"BRENGSEK!!" Spontan Maya menonjok rahang Papa nya hingga tersungkur didepan Maya. Ia benar benar diluar kendali.
"MAYA!" Mario mencoba mencekal Maya tapi Maya menepisnya kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Radar
Teen FictionKu kira kau datang menggoreskan sebuah warna, tapi aku terlena. Yang kau gores bukanlah warna yang indah tapi luka yang tak berdarah Jika aku diberi satu permintaan. Aku akan meminta untuk tak terlahir di dunia. Tapi nyatanya tak ada tawaran permin...