Radar 19

9 5 0
                                    

Pintu depan terbuka saat Maya menuruni tangga dengan cepat. Hingga kedua bola matanya menangkap objek yang mencengangkan. Tanpa ia sadar ia berhenti seketika, memegang kuat pegangan tangga.

"May lo mau ke..." Mario yang mengejarnya pun turut berhenti menyaksikan seorang perempuan yang bergelayut manja pada lengan Papa nya. Dari sorot mata Maya, ia tahu api Maya sudah mengepul mengeluarkan asap.

Tak tinggal diam, Maya berjalan cepat menghampiri dua orang yang merasa tak berdosa itu. Mario sudah akan menggapai tangan Maya, tapi gagal karna gerakan gesit adiknya.

Mario mengikuti langkah kembarannya. Ia tahu apa yang terjadi selanjutnya "PAPA?!" Dan ya sesuai dugaannya, Maya tak terima dengan kelakuan Papa nya yang dengan tenang merangkul seorang perempuan yang terlihat masih muda.

Bukannya merasa bersalah, Gunawan malah tersenyum menyambut kedua anaknya "Halo sayang" Jemari Maya mengepal kuat.

"Kebetulan kalian disini. Kenalin dia calon istri kedua Papa, Reyna. Reyna kenalkan mereka berdua anak kembarku" Uluran tangan Reyna tak ia hiraukan. Matanya menusuk tajam bola mata Reyna.

"PELACUR!" Tubuh Reyna didorong kuat oleh Maya. Beruntungnya perempuan itu dirangkul oleh Papa nya, jika tidak mungkin Reyna sudah terjatuh keras di lantai.

"MAYA!" Sahut kedua lelaki disana bersamaan

"Pelakor lo" Ia muak, rambut lurus yang tergerai hingga setengah badan Reyna ia jambak.

"Aaa mas tolong aku" Adu Reyna memegang rambutnya.

Gunawan dengan sigap menengahi keduanya. Menarik paksa tangan Maya yang tak henti menjambak rambut Reyna "MAYA STOP!" Mata keduanya beradu, saling memancarkan kemarahan.

"Papa gila! Berani beraninya bawa wanita MURAHAN ini kerumah" Reyna membelalak, tatapan tepat Maya mengenainya saat menekankan kata 'murahan'. Nafas Maya tak beraturan, dadanya naik turun dengan cepat.

"Jaga ucapan kamu Maya!" Tunjuk Gunawan pada anak perempuannya itu.

"Seharusnya Papa yang jaga kelakuan Papa" Tukasnya. Semua terdiam, bahkan Mario sudah merasa tak nyaman dengan suasana hatinya. Emosi Maya ia rasakan juga.

"Papa sama aja kayak bajingan diluar sana. BRENGSEK!" Tangan Gunawan terangkat hendak menampar keras Maya yang berkata kasar padanya.

"Tampar aja Pa. TAMPAR?!!" Ia hampir meneteskan air mata. Tiba tiba ia teringat akan Bunda dan calon adiknya.

Tangan yang siap menampar Maya mengepal seketika, lalu ia menurunkan tangannya cepat. Ia tak mau kesan pertama Reyna dirumah ini buruk.

"Asal Papa tahu aku berani kayak gini karna aku membela anak dalam kandungan Bunda" Maya terisak dalam diam.

Deg

Baik Gunawan maupun Mario terkejut akan pernyataan Maya.

"Apa?" Suara Gunawan melunak

Tak tahan. Ia berlari cepat menuju kamarnya, sambil mengusap air mata yang tak bisa terbendung lagi.

Ia tak habis pikir apa yang ada dalam pikiran Papanya itu. Semenjak Mama nya meninggal, Papa nya berubah. Bahkan Gunawan yang dulunya sangat sayang kepadanya kini hilang bak diterpa angin malam. Tak ada lagi kasih sayang, tak ada lagi tuturan lembut darinya. Kini yang ada hanyalah amarah, amarah dan amarah dari Papanya. Hanya karna nilai hasil belajarnya yang jauh berbeda dengan Mario. Dan itu berlanjut pada segala sisi kehidupannya.

Ia ingin lari. Tapi percuma, ujungnya ia akan kembali disini. Merasakan sesak yang tak berujung.

Sekali lagi ia menatap kamarnya. Menatap langit kamar, barang barang yang berserakan dilantai karna ulahnya. Hingga sebuah bingkai foto yang pecah tepat disamping ranjang.

RadarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang