"Eh buset setannya ngamuk" Semua dibuat kaget dengan suara sendok Maya yang terjatuh. Ia kembali menjadi pusat perhatian teman temannya.
Maya diam, dadanya sesak. Ia ingin menangis tapi dia tidak mau terlihat lemah didepan teman temannya.
"Akting lo bagus May" Ucapan Andre barusan dihadiahi pelototan oleh ketiga temannya.
"Apa cobak. Dia tuh akting kayak tadi pagi" Jawab Andre tak terima, ia kembali menyantap baksonya.
"Gue mau pulang sekarang!" Ucap Maya menahan tangisnya.
"Nglindur lo. Lo liat ya semua manusia disini tuh lagi bersih bersih. Di depan pagar noh ada pak Buncit yang..."
"Dhani kecelakaan!" Bentak Maya pada Andre yang tak percaya pada keadaannya. Mata Andre membulat mendengar ucapan Maya. Semua pun terkejut dibuatnya.
Mereka memang tak mengenal Dhani, mereka hanya sekedar tahu siapa Dhani saat Dhani menjemput Maya. Meskipun begitu mereka tahu Maya sangat mencintai Dhani. Dhani sudah menjadi candu bagi Maya.
"Oke oke lo tenang dulu. Tenang May." Resti mengusap punggung Maya. Menenangkan perempuan disebelahnya.
Maya menekan kepalanya yang terasa berdenyut. Ia bingung harus bagaimana. Sekolah pasti dijaga ketat oleh para guru karena akan ada penilaian dari pengawas.
"Kita bolos aja" Ide Bagas menarik perhatian Maya dan teman temannya.
"Lewat mana cebong. Gerbang depan dijaga ketat tau" Resti lupa jika Bagas adalah pimpinan komplotan bolos di sekolah ini.
"Lo lupa? Gue spesialis pembolos yang handal disekolah ini" Bagas bangga akan gelar pimpinan pembolos sekolah. Semua nampak menimang ucapan Bagas. Tapi ada benarnya jika menuruti ide Bagas untuk kali ini.
"Kalo gitu kita cabut sekarang!" Maya berdiri diikuti oleh keempat temannya yang bersemangat. Tentu saja mereka senang karena terhindar dari jeratan penderitaan disekolah.
"Neng" Panggil teh Lili.
Semua hanya mematung menatap teh Lili yang berdiri diambang pintu kantin. Sepertinya hanya Andre lah yang memiliki tingkat kepekaan tinggi.
Andre memberi selembar uang berwarna biru pada teh Lili. Barulah mereka sadar bahwa mereka belum membayar makanannya
"Teh, lain kali kalo kita lupa bayar nagihnya ke Andre aja ya" Teriak Bagas kegirangan
"Enak aja lu cebong. Gue catet ini sebagai hutang lo. Udah buruan" Andre menarik tangan Bagas dengan kasar. Buru buru mereka mengikuti langkah lebar pimpinan pembolos itu.
Dengan cepat mereka mengambil tas mereka kemudian beranjak ke sebuah gedung di lantai dua.
Ternyata gedung itu adalah ruang paduan suara yang sudah ditata rapi oleh anggotanya. Mereka berdiri disamping jendela besar disudut ruangan.
"Eh bentar bentar" Maya menghentikan pergerakan Bagas
"Jangan bilang kita bakal loncat dari sini. Nggak nggak gue masih mau hidup Gas. Dhani belum nikahin gue" Maya menggeleng, ia panik melihat ke arah luar jendela."Eh Maymunah lo kagak percaya sama pimpinan pembolos hah?" Tanya Bagas percaya diri
"Lo liat noh dibawah ada galvalum yang bakal jadi penolong lo" Bagas menunjuk atap kecil dibawah gedung. Semuanya melihat kearah bawah jendela.
"Apaan galvalum?" Alis Maya menaut
"Lo mana tau istilah pertukangan. Galvalum ntu atap yang terbuat dari baja berkualitas tinggi" Semua manggut manggut menanggapi

KAMU SEDANG MEMBACA
Radar
أدب المراهقينKu kira kau datang menggoreskan sebuah warna, tapi aku terlena. Yang kau gores bukanlah warna yang indah tapi luka yang tak berdarah Jika aku diberi satu permintaan. Aku akan meminta untuk tak terlahir di dunia. Tapi nyatanya tak ada tawaran permin...