"WHAT??"
"Perkemahannya minggu depan. Nih gue kasih catatan buat peralatan yang harus lo bawa" Juna menyerahkan secarik kertas berisi rentetan tulisan yang harus ia bawa untuk perkemahan itu.
Yups. Maya akan mengikuti perkemahan dalam rangka ulang tahun pramuka sekolahnya minggu depan. Ia ditunjuk oleh Bu Yeti bersama dengan Juna sebagai perwakilan dari kelas X Ips 3.
Baru beberapa jam ia menghirup udara segar terbebas dari kepulan asap pelajaran sekolah, siangnya Juna datang membawa kabar yang amat buruk baginya. Senior senior itu pasti lebih leluasa menyuruhnya melakukan hal aneh nanti.
Maya menjambak rambutnya frustasi "Hihh..Kenapa harus gue sih"
Juna merebahkan tubuh pada sofa empuk itu lalu memejamkan matanya "Itu hukuman dari Bu Yeti karna lo malu maluin kelas kemaren"
"Gila tu Yeti ngapain nyuruh gue ikut begituan" Gerutunya
"Udah lah terima aja yang penting kita bisa berdua" Juna tersenyum dibalik matanya yang terpejam. Satu bantal sofa berhasil mendarat di wajahnya
"Berdua pala lo. Mending sekarang lo pulang sana!" Maya mendekat lalu menarik tangan Juna
"Mm.. Bentar May gue masih capek"
"Modus lo. Mentang mentang gue dirumah sendiri. Bangun! Nggak baik lelaki bukan muhrim lama lama bertamu dirumah cewek cantik kayak gue" Hari ini memang Maya sendiri dirumah. Papanya yang bertugas diluar kota selama seminggu, Bundanya yang masih mengajar, dan Mario yang belum pulang entah kemana.
Juna menghela nafas. Sambil memejamkan mata ia menuruti kata Maya. Namun tarikan gadis itu terlalu kuat hingga saat ia berdiri bibirnya tak sengaja menabrak pipi Maya.
Juna menutup mulutnya melihat reaksi Maya "Gila lo berani beraninya nyium pipi imut gue" Ia memegang pipinya. Matanya membelalak tak percaya.
"Sorry nggak sengaja" Kedua telapak tangannya bertemu tanda meminta maaf.
"Cabut sekarang atau gue mutilasi lo" Tangan Maya bersiao untuk mengusir lelaki itu.
"Iya iya bentar" Juna mengeluarkan sesuatu dari tasnya.
Juna meletakkan sebuah pisang dan sebotol minuman cappucino ditangan Maya "Nih gue kasih pisang buat jaga stamina dan otot lo. Cappucinonya buat nenangin otak lo biar gak tegang abis berantem sama gue"
"Resek lo" Maya memukul lengan lelaki itu. Juna tertawa melihat wajah kesal Maya.
"Makasih" Ucapnya lirih sambil meletakkan pemberian Juna diatas meja.
"Lo ngomong apa bisik bisik sih. Kalo mau bisik bisik nih ditelinga gue" Telinganya disodorkan didepan Maya. Spontan Maya menarik telinga Juna sambil berteriak "MAKASIH" Juna menganga mengusap telinganya yang berdenging.
Maya tertawa lepas, ada rasa senang dihatinya melihat Maya tertawa seperti ini.
Ekpresinya mendadak kembali seperti awal. Tawa itu hilang tiba tiba "Udah kan? Silahkan keluar Juna" Seperkian detik berikutnya tubuh Juna didorong paksa Maya keluar dari ruang tamu itu.
Saat mereka sudah diambang pintu Juna berbalik badan lalu tersenyum kearahnya "Sering sering ya kayak tadi" Spontan Maya menonjok perut Juna hingga ia meringis memegangi perutnya.
"Mau lagi lo?" Maya menunjukkan kepalan tangannya.
Bukannya kapok, Juna malah makin menggodanya "Pipi lo merah tuh" Juna mencolek pipi Maya. Tak ingin lebih malu lagi ia menutup keras pintu itu. Dari balik pintu Maya menyenderkan badannya memegang pipi yang memang benar merona.

KAMU SEDANG MEMBACA
Radar
Teen FictionKu kira kau datang menggoreskan sebuah warna, tapi aku terlena. Yang kau gores bukanlah warna yang indah tapi luka yang tak berdarah Jika aku diberi satu permintaan. Aku akan meminta untuk tak terlahir di dunia. Tapi nyatanya tak ada tawaran permin...