Langit seakan turut merasakan perasaan gadis itu. Warna jingga yang harusnya menghiasi, tapi kini abu abu menggantikan posisinya.
Menutup keceriaan langit sore itu. Sama seperti hatinya sekarang. Ia bingung, kenapa hatinya seakan kehilangan sesuatu yang berharga. Ia kesal, kenapa semalam ia tak menjawab tegas dihadapan Juna bahwa ia tak mempermainkan Zali. Ia juga gelisah atas perlakuan Zali yang tak biasa. Lelaki itu menunjukkan sisi hitamnya.
Perkemahan telah usai. Harusnya saat seperti inilah yang ia tunggu tunggu. Namun entah kenapa ia ingin kembali kesana, memperbaiki semuanya. Zali dan mungkin termasuk Juna.
Dua lelaki yang berhasil memporak porandakan hati dan pikirannya.
Didepan gerbang banyak anak menunggu jemputan mereka. Maya memilih menunggu Mario dengan duduk di pos satpam menemani Pak Buncit yang tengah berjaga. Sebenarnya nama satpam sekolahnya itu adalah Pak Karto, tapi karena Pak Karto memiliki perut yang menonjol jadi Maya dan kawan kawan memanggilnya Pak Buncit. Toh orangnya juga tak keberatan.
"Murung aja Neng gak kayak biasanya yang mulutnya nyerocos terus" Maya menoleh sekilas lalu menghela nafas.
"Maya diem salah, banyak omong salah. Terus Maya benernya dimana pak?" Ia menyenderkan punggung menatap Pak Karto.
Pak Karto tertawa "Hahaha... Ya nggak gitu Neng. Bukannya salah. Tapi kayak ada masalah gitu. Diputusin pacar ya Neng?" Ucapan satpam itu sukses membulatkan matanya. Namun secepat kilat ia menutup ekspresi terkejutnya dengan kekehan "Sejak kapan Maya punya pacar pak"
"Itu anak baru bukannya pacarnya neng Maya ya?" Alisnya menaut. Pertama yang terlintas adalah nama Zali.
"Anak baru yang mana?"
"Itu loh yang pernah nganterin Eneng pulang" Dugaannya meleset. Yang dimaksud Pak Buncit adalah Juna.
"Pak Karto bisa tolong bukain gudang belakang?" Salah satu panitia memotong pembicaraan mereka
Setelahnya Pak Buncit dan anak itu melesat pergi meninggalkannya.
"Dijemput siapa?" Tanya Sella yang tiba tiba sudah duduk disampingnya. Jujur ia tak suka jika Sella mencari kesempatan untuk bertemu dengan abang kembarnya itu.
"Komarudin" Jawabnya malas
"Hah?!"
"Eh, maksud gue bang Mario" Hampir saja ia lupa yang menjadi lawan bicaranya kini adalah teman sekelas Mario. Apa jadinya jika teman teman Mario tahu jika ia memanggilnya seperti itu. Bisa hancur Maya ditangan Mario.
"Kamu kayak gak suka gitu kalau aku deket sama Mario" Maya memutar bola matanya.
"Ya emang gak suka" Tukasnya
"Apa salahku sih? Kamu juga nerima aku sebagai temanmu kan. Kenapa gak terima kalau aku deket sama Mario"
"Gue nrima lo sebagai teman gue bukan berarti gue kasih jalan buat lo bisa deket sama abang gue"
Tak ada kata yang keluar setelah itu. Mereka sibuk dengan pikiran masing masing. Hingga suara klakson motor mengalihkan perhatian mereka. Maya berdiri diikuti dengan Sella. Dari ujung matanya dapat ia lihat Sella tersenyum ke arah Mario. Tapi untungnya Mario hanya membalas sekilas.
***
"Lo kenapa Maymunah?" Sepanjang perjalanan Mario terus menanyakan hal itu kepadanya. Tidakkah abang kembar nya itu bosan?
Maya melepas helm, memberikannya pada Mario lalu melenggang masuk kedalam rumah.
Mario tak tinggal diam adiknya bertingkah tak biasa seperti itu. Dengan gerakan cepat ia menyusul langkah Maya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Radar
Teen FictionKu kira kau datang menggoreskan sebuah warna, tapi aku terlena. Yang kau gores bukanlah warna yang indah tapi luka yang tak berdarah Jika aku diberi satu permintaan. Aku akan meminta untuk tak terlahir di dunia. Tapi nyatanya tak ada tawaran permin...