PART 12

887 75 5
                                    

"Bagaimana menurut kamu pemandangan dari sini, Ga?"

Khandra memandang rumah pohonnya dari beranda kamar tidurnya.

Ia ingat semua percakapannya dan Auriga di rumah pohon itu. Hal-hal menyenangkan yang menjadi kenangan terbaik di dalam hidupnya.

"Biasa saja." Jawab Auriga acuh tak acuh, nampak sibuk dengan buku bacaan di tangannya.

"Nanti kalau kita sudah besar," Khandra berujar. "Kita masih akan sering kemari kan, Ga?"

"Aku nggak tau. Mungkin nanti rumah ini sudah tidak muat dengan ukuran tubuh kita lagi."

"Kita bisa minta Papi untuk membuatkan rumah pohon yang lebih besar."

"Memangnya kamu mau selamanya main di rumah pohon ini?" Auriga nampak keberatan. "Aku sih tidak ingin. Aku ingin berkeliling seluruh Indonesia dan melihat keindahan di luar sana."

"Kamu akan pergi, Ga?"

"Iya. Pasti."

"Kapan?"

"Segera.. Pastinya ketika aku mendapatkan kesempatan untuk itu."

"Kau akan meninggalkanku?" Mata Khandra berkaca-kaca. Bocah tujuh tahun itu nampak akan menangis.

Auriga mendekat. Ia mengulurkan tangannya kepada Khandra dan mengusap rambutnya dengan penuh kelembutan. "Aku pasti pulang kok."

"Janji?"

"Aku berjanji Khandra. Kapan pun kau membutuhkanku, aku pasti akan pulang."

"Yeeeyy...!!" Khandra memeluk Auriga dengan senang. "Aku menyayangimu, Riga."

"Aku tau."

"Kau tidak menyayangiku?"

"Tentu saja aku menyayangimu."

Mendengar kalimat Auriga, Khandra merasa hidupnya sempurna. Tidak ada lagi yang dibutuhkan dan diinginkannya.

"Kak?" Lyra menepuk bahu Khandra perlahan. "Kakak kenapa tersenyum sendiri?"

Khandra menoleh dan melihat kearah Lyra yang berdiri di sebelahnya dengan kalem.

"Aku mengingat masa kecilku dan Auriga," jelas Khandra. "Aku merindukannya, Lyra. Sangat merindukannya, hingga rasanya hatiku begitu perih menyadari kehadirannya yang sesekali saja tidak cukup bagiku."

Lyra memeluk Khandra.

"Secepatnya, kalian pasti akan bersama seperti pasangan normal lainnya. Aku yakin itu... Sangat yakin."

"Terima kasih, Lyra. Kau selalu mendukung dan mendoakanku."

"Sebab Kakak adalah Kakak yang paling aku favoritkan."

"Saggita akan kecewa jika mendengar ini."

"Oh... dia tahu kok. Dia hanya pura-pura tidak tau. Kakak taulah saudara kita yang satu itu seperti apa. Cuek dan masa bodo."

Khandra tertawa. "Aku ingin seperti Saggita. Dia terlihat keren dan mandiri."

"Kakak juga keren dan mandiri kok. Sekarang mungkin memang masa dimana Kak Khandra rapuh dan mudah bersedih, tetapi semua ini akan lewat."

"Iya, Lyra... Semua akan lewat."

"Dan Kak Auriga akan bersama Kakak lagi. Seperti dulu-dulu, di masa kecil kalian."

"Aamiin."

* * *

Di tempat yang berbeda, seorang pria sedang berdiri menghadap jendela kaca besar yang menampilkan pemandangan indah Jakarta di senja hari.

Marrying Mr. SangajiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang