PART 9

1K 98 8
                                    

Sebenarnya Auriga tidak ingin bersikap dingin dan menjauhi Khandra sepanjang waktu.

Ia tidak berniat membuat gadis itu salah sangka kepadanya dan memicu pertengkaran di dalam hubungan mereka.

Hanya saja, kondisi Perusahaan yang tidak baik, tekanan pekerjaannya yang sangat tinggi dan juga dirinya yang sedang beradaptasi dengan pekerjaan baru ini membuat segalanya menjadi tidak mudah.

Kalau saja Khandra tau ia tidak pulang bukan untuk menghindari gadis itu, pasti Khandra tidak akan sering merengut.

Tuntutan pekerjaannya ini benar-benar menyita waktu dan tenaganya. Sebab mengembalikan perusahaan yang hampir kolaps jelas bukan pekerjaan mudah.

Auriga berdiri dengan raut wajah lelah dan tangannya memegang dasi yang terikat di lehernya dengan gontai. Secara perlahan ia mengendurkan ikatan dasi tersebut agar bisa bernafas lebih lega.

Telepon genggam yang berada di saku dalam jasnya berdering, ia mengambil benda tersebut dan menyentuhkan layarnya untuk menerima panggilan.

"Hallo..." Suaranya di ujung sambungan.

"Pak," Suara Pak Ruzwar terdengar dari sisi seberang. "Bapak ada dimana? Saya perlu siapkan mobil untuk menjemput?"

"Tidak usah Pak Ruzwar." Jawab Auriga. "Saya sedang berjalan-jalan di sekitar kantor. Menikmati udara sore."

"Oh.. Baik, Pak."

Auriga mengucapkan terima kasih atas perhatian lelaki itu sebelum menutup teleponnya.

Ia menengadahkan kepala ke langit Jakarta yang berwarna pucat, keabu-abuan. Penuh polusi. Matanya kemudian beralih ke hamparan jalanan bagi pejalan kaki di hadapannya ini.

Area dekat kantornya ini lucu. Sejujurnya ini berada di pinggir selokan besar dengan air yang jernih, dan daerah disekelilingnya di bangun sedemikan rupa sehingga memberikan kesan modern dan nyaman. Meskipun tempat ini bukan alamiah, setidaknya ia bisa rehat sejenak dari kepenatannya akan pekerjaan di tempat ini.

Auriga tersenyum kecil.

Membayangkan, pernah di masa lalu, di tempat ini... Ia bertemu dengan seorang wanita yang mengubah hidupnya.

Alasan kepergiannya dua tahun lalu. Dan alasan kenapa ia akhirnya kembali.

Adalah wanita itu.

* * *

"Kau sibuk akhir pekan ini?" Tanya Khandra begitu melihat suaminya keluar dari kamar mandi dengan pakaian tidur abu-abunya yang khas.

"Sepertinya sibuk." Auriga menjawab.

Ia naik ke atas kasur, dan merebahkan dirinya tepat di samping Khandra.

"Sudah seminggu kau tidak pulang ke rumah." Khandra mengingatkan. "Hampir dua bulan ini kau jarang sekali ada di rumah. Apakah ini tidak berlebihan, Ga?"

"Aku benar-benar sibuk, Khandra."

"Aku tau.. Tapi ini terasa berlebihan. Selama enam puluh hari menikah, kau tidur di rumah tak lebih dari delapan kali.... Iya.. Aku menghitungnya."

Auriga yang tadinya sudah memejamkan mata kemudian membuka kembali kelopak matanya. Menyadari bahwa Khandra sudah membungkuk kearahnya, dengan kedua bola matanya yang indah menatap secara intens kepadanya.

"Lalu apa masalahnya?" Ujar Auriga.

"Tentu saja bermasalah." Sungut Khandra. "Aku kesepian. Aku merasa kehidupan kita tidak seperti seharusnya." Khandra menarik dirinya dari Auriga.

Marrying Mr. SangajiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang