PART 20

1.1K 78 4
                                    

Alohaaa.... Hari ini 10 Oktober 2019, aku ulang tahun yang ke 25 gaes 🥰😍 untuk itu aku update dua part hari ini.

Jangan lupa vote and comment yaaaa... Love you all

* * *

Hujan mengguyur Jakarta dengan deras sore itu.

Saking derasnya, jalanan menjadi macet dan banyak kendaraan beroda dua yang terpaksa menepi di pinggir jalan, hal itu malah menambah kemacetan. Seolah tidak cukup jarak pandang yang tak lebih dari lima meter, beberapa ruas jalan malah digenangi air setinggi sepuluh sampai tiga puluh centimeter.

"Benar-benar hujan yang buruk." Komentar Auriga sembari melihat jalanan yang sembrawut di bawah sana.

Ia memperhatikan jam kulit tanpa merk dipergelangan tangannya dan menyadari bahwa waktu sudah menunjukan pukul tujuh malam.

Sudah seharusnya ia pulang.

Menyadari hal tersebut, Auriga kemudian mengambil jas dan kunci mobilnya. Berjalan ke luar dari ruang kerjanya.

Ia memilih untuk tidak menggunakan lift eksekutif. Sebab Auriga yakin, malam seperti ini, lift customer dan karyawan pun tidak akan penuh. Jadi ia memilih menggunakan lift itu.

Prediksinya tepat. Lift kosong hingga di lantai sembilan. Hanya satu orang yang masuk ke dalam lift, bukan karyawan kantor. Orang itu pengunjung.

Auriga menyapanya dengan ramah dan di balas pula oleh orang tersebut dengan ramah.

Orang itu turun di lantai lima, dan sosok wanita yang sangat Auriga kenali, masuk menggantikannya.

"Selamat malam, Pak." Sapa Anindiya dengan sopan.

Auriga menyunggingkan senyum kecilnya. "Selamat malam." Jawab Auriga lembut.

Jauh lebih lembut dari yang diharapkannya akan terlontar dari mulutnya sendiri.

"Kau pulang dengan siapa, Nin?" Auriga tau ini sudah bukan jam kerja. Jadi ia mencoba untuk bersikap biasa saja pada Anindiya. Dan ia berharap gadis itu menerima maksudnya dengan baik.

"Rangga akan menjemput saya." Jawab gadis itu datar. Seolah pertanyaan Auriga sangat tidak bermutu.

"Soal kejadian yang waktu itu..."

"Pak, saya rasa kita tidak perlu membahasnya lagi." Potong Anindiya cepat.

"Aku minta maaf, Nin."

Anindiya terdiam.

"Aku tidak bermaksud menyakiti dan melecehkanmu, menghinamu, atau apapun yang kau anggap demikian. Aku minta maaf."

"Saya rasa kita sudah sepakat untuk tidak membahasnya lagi."

"Baiklah. Dan kita berjanji untuk berteman kan?"

Anindiya mengangguk. Ia menghembuskan nafas dengan berat. Rasanya lift ini penuh sesak, padahal di ruang kubus ini hanya ada mereka berdua.

"Terima kasih, Anindiya. Dan maaf sekali lagi."

Sisa perjalanan itu tak satupun diantara mereka yang menyuarakan apapun. Keheningan dan kecanggungan melingkupi seisi lift.

Anindiya berdiri menatap angka-angka yang berubah di atas pintu lift, sedangkan Auriga menatap punggung gadis itu dengan perasaan sedih yang tidak dapat dijelaskannya.

Marrying Mr. SangajiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang