PART 41

1.4K 101 16
                                    

"Hallo..." Khandra mengangkat telepon yang berdering di dalam tas tangannya. "Iya, Mas... Aku baru kembali dari rumah keluarga Sangaji.... Riga?" Khandra tersenyum kecil. "Dia ada disana. Iya, sepertinya baru kembali. Khusus untuk pernikahan Lyra."

Khandra mengingat kembali sosok Auriga yang dilihatnya tadi.

Sedikit berantakan dengan rambutnya yang mulai memanjang, dan berowok di sekitar wajahnya. Tetapi ia terlihat baik-baik saja.

Dan sedikit bahagia? Entahlah...

"Kau akan menjemputku?" Khandra melanjutkan pembicaraannya di telepon. "Bagaimana kalau makan malam bersama saja? Baiklah... Iya... Bye."

Kemudian gadis itu menutup sambungan telepon, dan menyimpan kembali benda itu ke dalam tas tangannya.

Ia menyenderkan dirinya di kursi penumpang, dan memandang jalanan jakarta yang semakin padat.

Sosok Auriga seolah membayang di jendela kaca mobilnya.

Khandra nyentuh permukaan kaca itu.

Jika aku tidak bertemu denganmu, tidak pernah mengenalmu... Dan tidak pernah jatuh cinta padamu, aku tentu tidak akan mengalami rasa sakit dan kesedihan.

Dan kenangan yang menyedihkan.

Tetapi jika aku tidak bertemu kau... Aku juga tidak akan mengalami kegembiraan itu.

Kegembiraan... Keadaan berharga... Juga kebahagiaan.

Bagaimana kabarmu, Ga?

Aku... Sangat ingin menanyakannya secara langsung kepadamu.

* * *

Sore itu, Auriga berdiri di sebuah makam dengan ukuran yang sangat kecil.

Hanya ada satu nisan dengan tulisan Bayi di atasnya. Serta tanggal kematian yang tercetak kecil.

"Hai little kid." Auriga berkata. "Hari ini, tepat satu tahun kepergianmu." Ia kemudian bersimpuh di makam itu. Meletakkan sebuah mobil-mobilan dan boneka beruang kecil. "Ayah nggak pernah tau kamu laki-laki atau perempuan. Jadi, ayah bawakan kamu dua mainan yang berbeda."

Auriga menyentuh permukaan nisan di hadapannya, dan membacakan doa untuk bayinya yang tidak pernah terlahir ke dunia ini.

Makam ini adalah tempat dimana Khandra meminta agar janinnya yang masih sangat kecil itu memiliki tempat peristirahatan. Sesungguhnya janin yang ada dikandungannya masih segumpal darah atau mungkin embrio yang benar-benar sangat kecil, tetapi karena kecintaannya yang sangat besar pada si Janin, Khandra memutuskan untuk membuat suatu tempat sebagai pertanda kepergian calon anaknya tersebut. Tepat diantara makam Papi dan Maminya.

Dan hampir setiap minggu, Auriga datang kemari. Selain untuk mengunjungi anaknya, juga untuk meminta maaf berkali-kali kepada mantan mertuanya yang telah wafat. Karena ia tidak pernah berhasil menepati janjinya untuk menjaga dan membahagiakan Khandra.

"Nak," Auriga melanjutkan dialog. "Maafkan Ayahmu yang tidak berguna ini ya. Ayah tidak pernah memberikanmu dan Bundamu kebahagiaan selama ini. Maafkan Ayah. Jika Ayah memiliki satu kesempatan, Ayah pasti akan menebus semua kesalahan Ayah padamu. Beristirahatlah..." Auriga bangkit dari duduknya.

Marrying Mr. SangajiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang