PART 42

1.3K 91 12
                                    

Spotlight...

Khandra tau Pratama selalu menghindari sorotan cahaya sebanyak ini.

Pria itu benar-benar benci publisitas. Lebih benci lagi ia ketika urusan pribadinya masuk ke dalam ranah publik.

Namun setahun terakhir ini, kebiasaan itu seperti perlahan dipaksa memudar darinya.

"Niko," Panggil Pratama kepada Ajudannya. "Apa kita benar-benar harus melakukan ini?"

Khandra memperhatikan dari tempatnya duduk. Ada ketidaknyamanan dan keresahan di wajah pria itu.

Niko memperhatikan dari kaca spion. Ia tersenyum dengan rasa bersalah kepada atasannya itu.

"Mau bagaimana lagi, Mas?" Tanya Niko dengan nada suara prihatin. "Wanita yang duduk di sebelah Mas Pratama itu, The Most Wanted majalah Cosmo edisi bulan ini. The Sexiest Women Alive untuk lima tahun berturut-turut."

Khandra meringis ngeri mendengar penjelasan Niko. Dan ia melemparkan senyum rasa bersalahnya kepada Pratama dengan segera.

"Mungkin sebaiknya Mas Pratama tidak usah hadir." Ujar Khandra, mencoba mengatasi situasi.

"Aku tidak ingin melewatkan satu kesempatanpun bersamamu." Pratama menjawab. "Membiarkan orang-orang berpikir kau sangat menyedihkan karena datang ke pesta sebesar ini seorang diri, atau membiarkan laki-laki lain berpikir ini sebagai peluang bagi mereka untuk mendekatimu. No... Never!"

Niko tertawa.

Wajah Khandra bersemu merah.

"Posesif sekali." Citra yang juga ada di mobil itu bersama mereka, menyindir.

"Bossmu." Niko balas mengejek.

"Jadi bagaimana, Mas?" Citra memastikan. "Mas mau ikut ke Pesta ini, atau saya saja yang menemani Mbak Khandra?"

"Tentu saja aku ikut." Jawab Pratama cepat. "Tapi seperti biasa ya, Cit... Aku minta kamu mengurus foto-foto di media. Jangan sampai wajahku tercetak disana."

Citra tertawa. "Sungguh ini pekerjaan yang membosankan." Ujarnya santai. Mengejek kebiasaan aneh bossnya itu. "Baiklah, baiklah. Akan saya atur, Mas."

"Trims, Cit. Kupercayakan padamu."

"Sure... Bukankah untuk itu saya di bayar mahal?"

"Dan jangan lupa, kau juga salah satu keluarga terbaikku."

"Iya.. Iya... Jadi, mari silahkan turun, Mas."

Pratama mengangguk. Ia mengulurkan tangannya kepada Khandra. Menggenggamnya erat sekali, kemudian ia membuka pintu mobil dengan segera.

Sejurus kemudian, cahaya lampu kamera seperti membutakan mereka dalam sesaat.

Senyuman merekah di wajah Khandra, ia menggamit lengan Pratama dengan erat.

"Terima kasih, Mas." Bisiknya pelan di kuping lelaki itu.

"Untuk apa?" Tanya Pratama.

Marrying Mr. SangajiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang