PART 13

877 73 12
                                    

Anindiya menatap hujan dari balik jendela kaca rumah petak tempatnya mengontrak selama enam bulan ini.

Sederhana bukan pilihan hidupnya.

Tetapi takdir.

Ia tidak pernah dapat memilih ingin dilahirkan dalam keluarga yang seperti apa, atau siapa kedua orang tuanya.

Tetapi dengan itu semua, ia akhirnya dapat hidup dan menjadi dirinya yang sekuat sekarang ini.

Kemiskinan erat dengannya.

Ketidakpunyaan apa-apa.

Juga ketidakberuntungan.

Tetapi setidaknya dia memiliki seseorang yang mau berbagi itu semua dengan dirinya.

Rangga adalah jawaban atas semua doa-doaku. Ujarnya pelan sembari memperhatikan seorang laki-laki yang baru saja menghentikan sepeda motornya di bawah guyur hujan dalam perlindungan jas hujannya yang murah.

Lelaki itu tersenyum dan melambai kepadanya. Ia turun dari motornya lalu membuka joknya. Dengan terburu-buru, takut kalau hujan akan membasahi sesuatu yang ada di dalam bagasi motornya.

Anindiya membuka pintu kamarnya, menyambut kedatangan pria itu.

"Hujan-hujan gini," Ujar Rangga seraya berjalan mendekat dengan terburu-buru. "Enaknya makan bakso."

Anindiya tersenyum. "Kamu emang tau banget apa yang aku butuhkan." Ia memuji dan mengulurkan tangannya untuk menerima bungkusan hitam tersebut dari Rangga.

Setelah plastik berisi dua porsi bakso itu berpindah kepada Anindiya, Rangga kemudian melepaskan jas hujannya. Menggantungnya dengan rapi di sandaran kursi plastik yang ada tepat di teras rumah kontrakan Anindiya.

"Aku masuk ya." Ujar pria itu dari ambang pintu.

Rangga selalu sopan. Ia tetap segan meskipun mereka telah dua tahun bersama.

"Iya." Jawab Anindiya dari dalam kamar. Ia sedang berada di bagian belakang kamar kontrakannya. Memindahkan bakso ke mangkok untuk mereka berdua.

"Bagaimana pekerjaan barumu?" Tanya Rangga dengan santai.

Anindiya berjalan ke depan sembari membawa dua mangkok bakso dalam nampah.

"Lumayan." Jawabnya kemudian.

Mereka berdua duduk di karpet bergambar karakter doraemon yang ada di kamar gadis itu. Anindiya meletakan semangkok bakso di hadapan Rangga. Ia kemudian meletakkan lagi semangkok bakso untuk dirinya sendiri.

"Kau suka kerja disana?" Tanya Rangga lagi.

"Gajinya cukup tinggi untuk sebuah Perhotelan yang sedang kolaps." Jelas Anindiya tanpa menjawab pertanyaan Rangga dengan spesifik.

"Aku sengaja tidak mengatakannya padamu," Rangga mengungkapkan. "Sebenarnya beberapa bulan yang lalu aku bertemu dengan Auriga. Kami mengobrol banyak sampai sore hari. Mengenang masa-masa petualangan kita bersama. Dan aku baru tau, ternyata ia anak orang kaya. Sudah kuduga sih. Sebab lelaki itu terlihat tanpa beban sama sekali. Auranya berbeda."

Anindiya menghentikan suapannya. Ia menatap terkejut kepada Rangga.

"Kenapa kau tidak menceritakan padaku?" Ia terdengar kesal. "Kau tau, aku terkejut sekali saat tau ialah pimpinan tertinggi di tempatku bekerja."

"Yah.. Sebetulnya aku juga bertemu dengannya saat kau sudah melamar dan dalam penantianmu menunggu wawancara. Aku tau kau tidak akan suka bekerja dengannya. Tetapi kau membutuhkan pekerjaan ini. Jadi aku diam saja, Nin. Maafkan aku."

Marrying Mr. SangajiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang