06. Malam Penyesalan

3.1K 207 46
                                    

Suara motor yang berderu terdengar dari luar rumah, Thorn pun mengintip ke luar jendela dan menemukan saudaranya baru saja pulang. Ia memanggil Halilintar untuk melihat apa yang ia lihat.

"Pulang juga anak itu." Halilintar baru saja hendak melangkah ke luar rumah, tetapi ia ditahan oleh Gempa.

"Hentikan, Hali."

"Aku pulang ... kenapa kalian semua ada di sini?" Solar yang baru saja masuk ke rumah tampak sangat ceria, senyuman mengembang indah di bibirnya.

"Selamat datang, Solar." Gempa yang menyapa Solar terlebih dahulu.

Selanjutnya Thorn, Taufan dan Blaze ikut menyambut kepulangan Solar. Ice lebih memilih untuk menonton televise di ruang tengah, sedangkan Gempa menarik Halilintar ke dapur dengan alasan hendak membuat makan malam.

"Kenapa kau menghentikanku?" Halilintar yang berhasil terlepas dari cengkraman kuat Gempa langsung melempar tanya.

"Aku tidak akan pernah mengijinkanmu untuk ikut campur masalah pribadi Solar, aku tidak mau kalian berkelahi hanya karena masalah ini." Gempa melipat kedua tangan di depan dada.

Gempa adalah salah satu orang yang paling menjaga hubungan semua saudaranya, ia tidak mau sampai ada pertikaian hanya karena hal sepele. Meskipun Gempa dipandang sebagai sosok yang lembut, tetapi ia bisa menjadi cukup menyeramkan jika ada hal yang mencoba mengancam kedamaian yang ada di rumahnya.

"Aku sangat mengerti jika kau tidak mau Solar patah hati karena orang lain, tetapi kau tidak bisa seenaknya ikut campur dalam masalah pribadinya. Terlebih, aku tidak suka pada sikapmu yang seenaknya menilai orang lain." Gempa memberikan tatapan tidak suka pada Halilintar.

Jujur Halilintar tidak suka, tetapi jauh dalam lubuk hatinya ia dapat menerima apa yang Gempa katakan. Mungkin ia sudah terlalu jauh mencampuri urusan saudaranya, padahal saudaranya yang lain tidak pernah mengganggu hubungannya dengan Gempa atau mencampuri urusan pribadinya.

"Baiklah jika itu yang kau inginkan. Aku tidak akan mencampuri masalahnya selama dia baik-baik saja, tapi saat terjadi sesuatu padanya aku akan bertindak tanpa peringatan dan aku tidak akan peduli pada ucapanmu."

"Tidak masalah, aku juga akan bertindak sama sepertimu jika hal buruk terjadi pada Solar." Gempa mengembangkan senyum.

Halilintar tidak beranjak dari sana dan membalas senyuman Halilintar dengan senyuman tipis di bibirnya. Kemudian mereka berdua menyiapkan makan malam bersama seperti biasa.

Usai makan malam, Gempa tidak lupa mengabsen saudaranya di kamar mereka satu per satu. Ia harus memastikan semua saudaranya tidak tidur larut, demi kesehatan mereka juga. Ditambah besok adalah hari Senin, mereka semua harus bangun pagi untuk mempersiapkan diri pergi ke sekolah.

"Jangan tidur terlalu larut, Ice. Jangan lupa juga untuk mengunci pintu kamarmu." Gempa memberi pesannya sebelum meninggalkan kamar Ice dan menutup pintunya. Tidak lama setelahnya Gempa dapat mendengar suara pintu yang terkunci dari dalam.

Gempa tersenyum sambil berjalan menuju kamar terakhir yang harus ia absen. Kamar Halilintar.

Ketukan pada pintu kayu itu membuat pemilik kamar menyahut dari dalam, mengijinkan Gempa untuk masuk ke dalam. Gempa memutar kenop pintu dan masuk ke dalam kamar, ia menemukan Halilintar yang tengah bertelanjang dada dengan peluh yang membasahi tubuhnya.

"Ha-Hali!" tanpa disadari Gempa berteriak cukup keras, tetapi belum cukup untuk membangunkan saudaranya yang lain.

"Aku sedang olahraga malam, hanya sedikit pemanasan." Halilintar menatap datar Gempa yang ada di ambang pintu kamarnya.

Jika sedang banyak pikiran Halilintar memang lebih memilih untuk berolahraga, sekaligus membentuk tubuhnya menjadi lebih indah. Otot perutnya yang terlatih membuat para gadis meleleh. Otot pada tangan, bahu dan dadanya pun terlatih dengan baik, wajar saja jika saat itu Gempa merasa akan segera meleleh di tempat.

"Ma-maaf, aku hanya terkejut melihat keadaanmu yang seperti ini." rona merah pada wajah Gempa membuat ide kotor kembali terlintas di kepala Halilintar.

Halilintar menyeringai penuh arti dan mendekati Gempa. Semakin dekat sehingga Halilintar dapat berbisik tepat di samping telinga Gempa.

"Apa kau nafsu melihat keadaanku yang seperti ini?" ia mencoba membisikkannya semenggoda mungkin.

Wajah Gempa semakin memerah akibat ucapan Halilintar tadi. Segera ia membalikkan badannya guna menyembunyikan wajahnya yang sudah sewarna dengan buah tomat. Tingkah Gempa membuat Halilintar menahan tawa.

"Jangan tidur larut, besok kita harus bangun pagi." Gempa segera melangkah keluar. Namun tangan Halilintar menarik lengan Gempa dan membalikkan tubuh Gempa dalam sekali gerakan, tangannya yang lain ia lingkarkan pada pinggang Gempa dan membawa Gempa lebih dekat dengannya.

"Ha-Hali—"

Gempa mendapat cumbuan sebelum tidur dari Halilintar secara tidak terduga. Perbuatan Halilintar berhasil membuat keadaan jantung Gempa berdetak tidak beraturan, hal tersebut membuat Gempa sedikit tidak nyaman.

Halilintar tidak memperdalam cumbuannya, ia hanya ingin meninggalkan kenangan manis sebelum Gempa terlelap. Sekaligus ia ingin meminta maaf karena sudah sedikit berlebihan pada Solar sampai membuat Gempa harus repot-repot turun tangan.

"Maafkan soal keegoisanku hari ini, anggap saja yang tadi itu tanda permintaan maafku." Halilintar tidak melepaskan Gempa dari pelukannya.

"Le-lebih baik lagi jika kau meminta maaf pada Solar." Gempa mencoba menghindari kontak mata dengan pasangannya.

"Apa aku harus menciumnya juga sebagai tanda permintaan maaf?"

"Te-tentu saja tidak perlu, untuk apa kau melakukannya?" Gempa sedikit memberontak di dalam pelukan Halilintar.

"Tentu saja untuk membuatmu cemburu," ucap Halilintar sambil tersenyum jahil pada Gempa.

Gempa menatap Halilintar dengan tatapan kesal. Ia mendorong Halilintar sampai ia terlepas dari pelukan kekasihnya. Ia menutupi wajah meronanya dengan lengan kanannya, tetapi itu hanya sia-sia.

"Kau juga jangan tidur terlalu larut, nanti kau bisa sakit." suara Halilintar yang rendah membuat jantung Gempa memompa darah lebih cepat.

"Ka-kalau begitu aku akan tidur." Gempa segera melangkah pergi.

"Selamat malam, Darling."

Di sisi lain Solar masih belum dapat terlelap, pengalaman hari ini terlalu manis untuk dilupakan. Bahkan ia berharap saat-saat bersama Fang dapat terulang kembali.

Kini Solar berbaring di ranjangnya dan menatap tiga lembar foto yang ia angkat ke atas. Foto yang menampakkan dirinya dan Fang berada dalam frame yang sama, serta menggunakan beberapa properti unik sebagai menghias foto. Ia terlihat begitu bahagia.

Sebelum berbaring di kasur pun ia sempat berbalas pesan dengan Fang, sekedar mengucapkan terima kasih dan menceritakan beberapa hal yang tidak sempat ia sampaikan saat bertemu. Ia cukup menikmati apa yang sudah ia lewati bersama Fang, sebuah pengalaman yang tidak terlupakan.

Hingga pada akhirnya Solar terlelap dengan tiga lembar foto tersebut ada di bawah bantalnya, berharap mimpinya malam ini dapat lebih indah dari kenyataan.

"Solar, cepat bangun!" rasanya baru saja ia memejamkan mata, tiba-tiba suara khas milik Gempa sudah menyapanya dan menyuruhnya untuk bangkit dari tidurnya.

Namun bukan hanya Gempa yang akan membangunkannya pagi ini, Halilintar juga mendapat jatah untuk membawa saudaranya keluar dari bunga tidur mereka. Tentu Halilintar akan melakukannya dengan sedikit paksaan, seperti menyeret mereka ke kamar mandi contohnya.

-To Be Continue-

-Narake-

Our StorylineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang