Sarapan sudah selesai, Taufan dan Thorn hari ini mendapat jatah mencuci piring bersama. Mereka tidak bisa mengelak sekeras apapun mereka mencoba, kesepakatan yang mereka buat tidak dapat mereka ingkari semudah itu, kecuali mereka memang tidak masalah jika mereka harus berhadapan dengan Halilintar.
"Sudah selesai." Thorn berseru senang sambil meletakkan piring terakhir di lemari piring.
Taufan membantu Thorn mengeringkan tangannya dengan handuk kering. Taufan adalah salah satu saudara yang paling dekat dan perhatian terhadap Thorn, tetapi ia mengaku bahwa dirinya dan Thorn belum memiliki hubungan spesial.
"Ayo berangkat." Taufan mendahului Thorn berjalan menuju ruang tengah, di mana tas mereka sudah siap untuk mereka bawa.
Mereka tidak pernah membawa bekal karena sekolah mereka sudah menyediakan makanan yang cukup untuk mereka selama di sekolah, Gempa jadi tidak khawatir akan makanan yang dimaan saudaranya. Tentu makanan yang disediakan sekolah memiliki gizi yang cukup untuk ukuran anak remaja.
Taufan dan Thorn biasanya akan berangkat bersama Blaze, tetapi semenjak beberapa minggu ini Blaze lebih sering bersama Ice. Taufan enggan mengganggu kemesraan mereka dan lebih memilih untuk menemani Thorn.
"Hari ini aku akan ada ekskul." Thorn mengingatkan.
Kini mereka tengah menunggu bus datang ke halte terdekat. Saudara yang lain sudah pergi terlebih dahulu, mereka menikmati waktu bersama pasangan mereka masing-masing kecuali Solar.
"Pulang seperti biasanya 'kan?" Taufan melirik saudaranya.
Yang ditanya mengangguk semangat sambil tersenyum manis.
Mereka mengobrol, membuka topik tentang pelajaran sejarah yang cukup sulit untuk dimengerti. Sampai akhirnya bus yang mereka tunggu tiba, dan mereka melangkah masuk ke dalam bus yang sangat ramai penumpangnya.
Taufan selalu memegang tangan Thorn saat berada di dalam bus, agar saudaranya tidak hilang dari jangkauannya. Ia tidak mau sampai meninggalkan Thorn yang merupakan saudara terdekatnya.
Selama hampir tiga tahun di SMA, Taufan dan Thorn selalu berada di kelas yang sama. Hubungan mereka semakin erat saat Thorn tidak lagi memiliki teman bermain selain Taufan. Saat Solar lebih memilih untuk fokus pada tugas OSIS-nya dan saat Blaze lebih nyaman saat bersama Ice, hanya Taufan yang masih setia menemaninya mengobrol bahkan kadang berkebun bersama.
"Akhirnya kalian sampai juga, aku kira kalian akan terlambat." kehadiran Taufan dan Thorn disambut sapaan Gempa.
Keduanya membalas sapaan Gempa dengan senyuman lebar, tanpa menyadari bahwa tangan mereka masih saling bertautan. Gempa yang menyadari hal tersebut hanya dapat menggeleng pelan hingga kedua saudaranya ikut sadar.
"Gempa, hari ini aku ada kegiatan ekskul." Thorn berjalan ke arah Gempa usai tangannya dan Taufan tidak lagi saling bertautan.
"Usai ekskul, segeralah pulang." Gempa berpesan.
Taufan langsung menuju tempatnya yang berada belakang Gempa. Ia meletakan tas miliknya di atas meja.
"Oh ya, bagaimana keadaan Hali dan Solar?" Taufan melempar tanya saat wajah Solar tiba-tiba terlintas di dalam kepalanya.
Gempa membalikkan badan dan menatap Taufan yang sudah bersama dengan tatapan penuh tanda tanya. "Dia sudah meminta maaf."
"Benarkah? Bagaimana caranya meminta maaf?" pertanyaan kembali dilempar.
"Ia hanya datang ke kelas Solar dan mengatakan bahwa ia menyesal sempat mengacaukan hari Solar, tapi ia tidak akan ragu untuk bertindak jika Fang melakukan hal buruk. Kurang lebih seperti itu, aku melihatnya sediri tadi." Gempa menjelaskan panjang lebar, sedangkan kedua saudaranya yang lain hanya mengangguk mengerti.
"Kurasa masalah Hali dengan Solar sudah berakhir, aku harap tidak akan terjadi hal yang tidak kita inginkan." Gempa mengulas senyum lemah.
"Aku juga tidak mau mereka bertengkar!" Thorn berseru dengan polosnya. Namun matanya memancarkan semangat berapi-api, seakan semangat itu mampu melelehkan setiap perkara yang hendak menghampiri mereka.
Tidak lama akhirnya bel sekolah berbunyi, kelas Gempa –3 IPA 2 mendapat pelajaran Bahasa Inggris di jam pertama. Pelajaran ini kurang dikuasai oleh Thorn, sehingga ia melewati pelajaran ini dengan setengah hati.
Thorn terpaksa memperkerjakan otaknya untuk mempelajari bahasa asing, hal tersebut membuat Thorn cepat lapar. Hampir sama seperti Ice yang akan mudah lapar jika berpikir terlalu banyak.
Saat jam istirahat tiba, Gempa langsung pergi ke kelas Halilintar meninggalkan kedua saudaranya. Sedangkan Taufan menghampiri Thorn yang tampak seperti baru saja kehabisan sebagian nyawanya.
"Mau ke kantin bersama?" Taufan tersenyum lembut pada Thorn.
"Mau!" Thorn menyahut dengan bahagia.
Keduanya berjalan menuju kantin yang sudah cukup ramai. Mereka memutuskan untuk makan siang dengan menu lengkap, Gempa selalu menyuruh mereka untuk memakannya.
"Kau mau sayuran?" Taufan yang belum menyentuh makanannya langsung menawarkan sebagian miliknya pada Thorn.
"Mau!" Thorn menanggapinya denga positif.
Segera Taufan memindahkan semua sayuran miliknya ke piring makan siang Thorn. Namun Thorn terkejut saat saudaranya itu memberikan semua sayuran itu padanya, ia segera mengerucutkan bibirnya.
"Kau tidak boleh seperti itu, Taufan." Thorn menatap kesal pada Taufan yang baru saja memberikan seluruh sayuran yang ada di piringnya pada Thorn.
"Eh, kenapa?" Taufan meninggikan salah satu alisnya.
"Gempa bilang kalau kita tidak boleh tidak memakan sayur sama sekali." Thorn menyendok sebagian sayur yang ada di piringnya dan menyodorkannya ke depan mulut Taufan.
"Bukannya kau suka sayur?"
"Aku memang suka sayur, tapi bukan berarti kau tidak boleh memakannya. Ayo buka mulutmu, kau juga harus makan sayur." Thorn memajukan sendoknya mendekati mulut Taufan.
"TIdak perlu, kau saja yang makan." Taufan menolak.
"Kau harus tetap makan sayur, jika kau tidak makan sayur kau bisa sakit." Tatapan tajam dari Thorn mendarat di manik sapphire milik Taufan.
"Baiklah, baiklah, akan kumakan." Taufan segera menyantap sayur yang disodorkan oleh saudaranya. Ia tidak mau membuat Thorn sedih karena ia menolak permintaan Thorn.
Thorn tersenyum puas saat Taufan mengunyah sayur yang ia berikan pada Taufan, sedangkan Taufan sendiri hanya menikmati sayur yang sebenarnya ia sukai. Selanjutnya mereka menikmati makan siang mereka masing-masing sambil mengobrol ringan tentang game yang baru rilis beberapa minggu lalu.
Mereka hampir tidak pernah kehilangan topik karena keduanya nyaman dengan segala macam topic, mulai dari dunia basket hingga perkebunan. Taufan sering membantu Thorn dalam mengurus kebun kecilnya, sedangkan Thorn tidak jarang ikut menonton pertandingan basket di televisi bersama Taufan. Keduanya hampir tidak pernah terpisah.
Makan siang usai, mereka diharuskan untuk meletakkan kembali piring makan siang mereka ke tempat yang sudah disediakan kemudian boleh pergi. Mereka memilih untuk segera pergi ke kelas, karena tidak ada lagi tempat yang hendak mereka kunjungi.
Keduanya masih tenggelam dalam topik yang sama sambil beberapa kali tertawa lepas karena lawakan dari Taufan. Thorn merasa lebih baik setelah makan siang dan berbincang dengan Taufan, ia memang sering dihibur oleh Taufan yang selalu setia menemaninya.
"Taufan, kenapa kau berbeda dengan yang lain?" Thorn mengungkapkan isi hatinya.
"Berbeda seperti apa?"
"Kau berbeda, karena kau selalu setia menemaniku ketika yang lain meninggalkan aku."
-To Be Continue-
-Narake-
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Storyline
Fanfiction[COMPLETE] . . Volume 2 [On-Going] . . Kini ketujuh saudara itu sudah menginjak usia remaja. Semuanya sudah berada di jenjang terakhir dalam persekolahan, selanjutnya hanya perlu menaiki tangga perkuliahan. Di sini semua masalah, suka dan duka, tawa...