13. Ayo Bahagia

2.2K 181 14
                                    

Tangan Gempa dengan cekatan bergerak untuk menyuapi Halilintar yang tampak sangat senang dimanja oleh kekasihnya, ditambah mereka hanya tinggal berdua di ruang makan. Solar, Blaze dan Ice sedang berada di lantai dua mengerjakan kegiatan mereka masing-masing. Sedangkan Taufan dan Thorn masih belum menampakkan diri di rumah.

"Setelah ini kau harus segera menyiapkan makan malam, Hali." Gempa menyodorkan sendok dengan sebuah potongan pudding di atasnya.

Halilintar menyambut suapan Gempa dengan gembira. Berhubung tengah tidak ada orang lain, ia merasa tidak ragu untuk memperlihatkan sifat manjanya pada Gempa. Ia terlalu gengsi untuk memperliahtkan sikap manjanya di depan orang lain selain Gempa.

"Kau mendengarku 'kan, Hali?" Gempa memasang wajah kesal. Segera Halilintar mengangguk mengiyakan pertanyaan Gempa, sebelumnya ia terlalu fokus untuk menikmati pudding buatan Gempa sehingga tidak mendengar dengan jelas ucapan Gempa.

Gempa menghela napas panjang melihat Halilintar yang tampak sedikit mengabaikannya. Tangannya kembali bergerak untuk menyuapi Halilintar baru saja selesai mencerna suapan pudding sebelumnya.

"Kami pulang!"

Gempa dan Halilintar mendadak menegang mendengar suara dari arah ruang tengah, suara dari dua orang yang tidak asing bagi mereka. Thorn dan Taufan yang baru sampai segera melepas sepatu mereka, juga meletakkannya dengan rapi di rak sepatu. Langkah kaki mereka terdengar mendekati ruang makan, sehingga penghuni ruang makan pun panik.

Halilintar segera merebut gelas dan sendok dari tangan Gempa, ia tidak mau sifat manjanya terlihat oleh orang lain. Gempa yang mendapat perlakuan demikian tersentak kaget, ditambah saat Halilintar menghabiskan sisa pudding miliknya tanpa ragu. Tepat setelah Halilintar menghabiskan puddingnya, Taufan dan Thorn sampai di ruang makan.

"Syukurlah kita belum terlambat." Thorn menghela napas lega saat melihat keadaan ruang makan. Hanya ada Gempa dan Halilintar yang duduk berhadapan, dan Halilintar tampak baru saja selesai makan sesuatu yang ada di gelas.

Berbeda dengan Thorn, Taufan justru bergeming melihat keadaan ruang makan. Ia mungkin sudah mulai merelakan Halilintar sejak awal SMA, tetapi kali ini ia baru saja kembali membuka luka lama. Matanya lurus menatap Halilintar, bahkan hampir tidak berkedip.

"Akhirnya kalian pulang, kalian mau pudding?" Gempa berdiri dari kursinya dan berjalan beberapa langkah menjauhi Halilintar.

"Mau!" Thorn berseru seorang diri.

Gempa yang melihat tingkah aneh Taufan segera mendekatinya, ia takut terjadi sesuatu pada saudaranya. Tidak biasanya Taufan terlihat seperti itu, biasanya ia selalu ceria.

"Taufan, kau baik-baik saja?" raut wajah cemas Gempa tampakkan saat ia berada di depan Taufan.

Taufan menggeleng cepat, ia segera menepis segala cemas dalam diri Gempa dengan mengaku bahwa dirinya baik-baik saja. Ia menjelaskan bahwa dirinya hanya sedikit kelelahan setelah beberapa kegiatan tambahan setelah pulang sekolah.

Gempa tersenyum hangat dan menepuk pundak Taufan. "Beristirahatlah dulu, kau juga akan mendapat pudding seperti yang lain."

Perkataan Gempa membuat Taufan sedikit tenang. Setidaknya kini ia boleh mengontrol dirinya sendiri lebih baik dari sebelumnya. Ia mengangguk, mengiyakan ucapan Gempa.

Gempa segera melangkah menjauhi Taufan, pergi menuju dapur untuk mengambilkan pudding. Saat sampai di depan Halilintar, Gempa berhenti untuk berbicara dengan Halilintar. Tidak lama keduanya pergi ke dapur bersama-sama dengan tugas mereka masing-masing.

"Ayo duduk, Taufan." Thorn menarik seragam Taufan dengan perlahan.

Keduanya duduk di kursi masing-masing setelah Taufan mengiyakan ajakan Thorn. Kini penghuni ruang makan hanya mereka berdua, tetapi suara bising sama sekali tidak terdengar.

"Kau tidak boleh melakukannya lagi," ucap Thorn sambil melipat kedua tangannya di atas meja dan meletakkan kepalanya di atas kedua tangannya.

Mata biru milik Taufan melirik saudaranya. Ia berkedip cepat beberapa kali, seakan memberi tahu bahwa dirinya tidak mengerti tentang apa yang Thorn bicarakan.

"Kau memikirkannya lagi 'kan? Jika terus begitu kau tidak bisa bahagia." si mata hijau mengerucutkan bibirnya, ia kesal karena ia tidak dapat membuat saudaranya itu bahagia. Padahal baru saja ia mengatakan bahwa Taufan bisa bahagia, tetapi kini Taufan sama sekali tidak terlihat bahagia.

"Maaf, aku hanya tidak bisa melupakannya." ia tersenyum lemah sambil menghela napas singkat. Wajahnya seakan mencoba mencerminkan rasa bahagia, walaupun hatinya tidak demikian.

"Kau tidak boleh melupakan Hali, kau hanya perlu mengganti posisi Halilintar dengan orang lain." Thorn menegakkan tubuhnya dan mendekatkan dirinya pada Taufan yang masih bersama senyum lemahnya.

Taufan kaget dan memundurkan posisinya agar jarak antara dirinya dan Thorn tidak terlalu dekat. Wajah Thorn sudah cukup dekat dengannya, ia bisa melihat wajah menggemaskan itu tengah menatapnya kesal. Ia terkekeh kecil melihat tingkah Thorn yang semakin hari semakin menggemaskan.

"Baiklah, baiklah, aku akan melakukannya." tangan Taufan bergerak mengusap puncak kepala Thorn yang kemudian perlahan menjauh.

Beberapa saat setelahnya Taufan berhenti mengusap Thorn, kini ia tersenyum lebih cerah dibanding sebelumnya. Sementara Thorn di sana mengembangkan senyumnya yang secerah mentari pagi. Keduanya saling bertatapan mesra, mencoba saling berbagi rasa.

Suara langkah kaki yang mendekat membuat keduanya memutuskan tatapan mereka. Gempa baru saja keluar dari dapur dengan wajah kesal, mungkin sesuatu terjadi antara dirinya dan Halilintar.

"Ini." Gempa meletakkan dua buah gelas dan sendok di atas meja, lebih tepatnya di depan Thorn dan Taufan.

Keduanya terlihat senang melihat segelas pudding yang tampak menggoda selera makan mereka. Serentak keduanya mengambil suapan pertama dan memasukkanya ke dalam mulut mereka. Rasa dingin dan manis membuat keduanya menahan diri untuk berteriak.

"I-ini sangat enak!" Taufan kembali menyuapkan pudding pada dirinya sendiri.

"Uhn, uhn, uhn!" Thorn mengangguk dengan semangat, tangannya kembali bergerak untuk menyuapi dirinya sendiri.

Di depan mereka, Gempa tersenyum senang melihat kedua saudaranya menyukai pudding buatannya. Sekali lagi ia meminta masukan dari kedua saudaranya. Kali ini ia mendapat masukan untuk menambahkan buah pada puddingnya sehingga menciptakan perpaduan rasa yang baru. Gempa mencoba untuk menyimpan masukan tersebut.

Di tengah mereka menikmati pudding, Thorn berhenti makan. Potongan pudding yang berada di sendok miliknya batal memasuki mulutnya sendiri. Matanya melirik Taufan yang baru saja menelan pudding yang sudah dikunyah.

"Taufan." Thorn memanggil.

Yang dipanggil menoleh dan mendapati Thorn tengah mengulurkan sendok berisi potongan pudding padanya. Saat itu yang terkejut bukan hanya Taufan, tetapi Gempa juga. Namun Gempa terkejut karena takut jika sebenarnya Thorn melihat apa yang ia dan Halilintar lakukan sebelumnya.

"Buka mulutmu." Thorn meminta.

Si biru yang dipinta hanya menurut. Perlahan mulutnya terbuka untuk menyambut suapan manis dari Thorn. Sepertinya pudding itu terasa jauh lebih manis dari sebelumnya, mungkin karena saat itu Taufan juga melihat senyuman manis Thorn yang tengah menyuapinya.

Thorn menarik sendok miliknya dengan perlahan, enggan membuat gigi-gigi Taufan sakit karena menariknya terlalu kasar. Mulut Taufan bergerak mengunyah sedangkan matanya masih belum puas menatap Thorn yang masih mengembangkan senyum di bibirnya.

"Enak 'kan?"

-To Be Continue-

Our StorylineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang