30. Akhir Bahagia

2.8K 161 20
                                    

Kini Ice tengah berjalan bersama Blaze di tengah keramaian festival. Mereka tidak bersama dengan Taufan dan Thorn, seakan memberikan waktu untuk Taufan mempersiapkan diri dengan rencananya.

"Kurasa Taufan akan diterima, tadi pagi Thorn terlihat bersemangat juga karena Tau." Ice bergumam di tengah perjalanannya dengan Blaze.

Sekejap Blaze terkekeh geli mendengar gumaman Ice. "Aku sudah tahu itu sejak lama."

Ice melirik Blaze yang sesekali masih terkekeh geli karena ucapannya. Namun perlahan senyum mulai mekar di bibirnya, "Aku juga kagum pada kau, Blaze."

Blaze tersentak mendengarnya. "Aku? Kenapa?"

"Kau terlihat sangat antusias membantu Tau, aku tidak menyangka kau akan melakukannya." Ice menjelaskan. Jujur saja Ice memang tidak menyangka bahwa Blaze akan membantu Taufan sejauh ini, karena jarang sekali Blaze membantu seseorang sampai sejauh ini.

"Oh, itu karena Tau juga sering menghiburku. Karena aku tidak bisa menghiburnya, jadi aku membantunya." manik Blaze menatap langit cerah yang ada di atasnya sambil kembali mengingat kembali peristiwa di mana dia dihibur oleh Taufan.

Blaze dan Ice tidak mengatakannya secara langsung, tetapi keduanya memiliki keinginan yang sama. Mereka sama-sama menginginkan yang terbaik untuk Taufan dan Thorn, dan jika boleh mereka ingin rencana Taufan berjalan lancar.

Pasti Blaze akan menertawai Taufan habis-habisan jika rencananya gagal, karena hanya tinggal Taufan dan Thorn saja yang belum memiliki pacar. Bahkan sebelum hal itu terjadi Blaze sudah menahan tawa, sehingga Ice melihatnya dengan tatapan bingung.

"Aku yakin, kita menginginkan hal yang sama." Blaze menoleh ke wajah Ice yang terlihat lebih cerah hari ini.

Ice menyunggingkan senyum. "Kurasa tidak," balasnya.

Blaze terkejut mendengar balasan dari Ice."Kau tidak ingin rencana Taufan berha—"

"Aku ingin memakanmu." Ice memotong ucapan Blaze sambil menyunggingkan seringaian khas miliknya

"Ice!" seketika wajah Blaze merona merah.

Sementara Ice dan Blaze membuat sedikit kericuhan di tengah festival, Thorn dan Taufan tampak tengah menikmati jalannya festival dengan mendatangi banyak stan permainan. Keduanya tampak sangat bersemangat ketika mereka berniat untuk mengunjungi semua stan permainan bersama dan menikmati festival sampai larut.

"Yeay, menang!" Thorn berseru semangat ketika ia dan Taufan baru saja memenangkan sebuah permainan untuk kesekian kalinya. Ia berhasil mendapatkan hadiah yang ia inginkan, boneka beruang besar.

"Kau bisa mengambilnya nanti jika kau masih ingin berjalan-jalan di festival." Sang penjaga stan hendak memberikan selembar kertas kecil pada Thorn.

"Baiklah, aku akan mengambilnya nanti!"

Thorn pasti tidak ingin direpotkan oleh boneka besar yang harus ia bawa kemana-mana selama ia masih ingin menjelajah bersama Taufan, jadi ia memilih untuk menitipkannya.

"Jadi, apa lagi yang aka kita coba?" Taufan mendekati Thorn dengan senyuman khas di bibirnya. Ia perlahan mengusap peluh yang membasahi wajahnya karena teriknya matahari siang.

"Aku sedikit lelah, tapi aku masih inign berjalan-jalan." Thorn menatap mata Taufan.

Taufan menjepit dagunya dengan ibu jari dan jari telunjuknya, seraya tengah berpikir. "Kudengar ada stan bertema tumbuhan di sini, mau mampir?"

Wajah Thorn berubah berbinar setelah mendengar apa yang Taufan ucapkan. Ia segera meminta Taufan untuk menunjukkan jalan ke tempat stan tersebut berada, ia sangat bersemangat jika ada hal berbau tumbuhan.

Dengan senang hati Taufan mengantarkan Thorn ke tempat yang ia inginkan. Hingga sesampainya di sana ia mendapat banyak penjelasan panjang lebar dari Thorn mengenai tumbuhan-tumbuhan yang ada di sana. Pengetahuan Thorn tentang tumbuhan sangat luas, bahkan Taufan tidak menyangka bahwa Thorn sangat ahli dalam hal itu.

Walaupun ia tidak mengerti banyak soal apa yang Thorn katakan, tetapi selama ia dapat melihat wajah Thorn yang bersemangat itu bukan masalah. Ia ingin terus membuat Thorn senang, bahagia, dan selalu tertawa di depannya. Ia tidak mau melihat Thorn bersedih di depannya apalagi sampai menangis.

Setelah puas mengoceh tentang tumbuhan, akhirnya Thorn keluar dari stan tersebut dan berterima kasih pada Taufan. "Terima kasih karena sudah membawaku ke sini, Tau."

Taufan tersenyum lembut. "Tidak masalah."

"Setelah ini kita mau kemana lagi? Apa mau mencari yang lain?" Thorn menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari salah satu saudaranya yang mungkin saja tengah berada di dekat mereka.

"Mau ikut aku sebentar? Ada yang ingin aku bicarakan." Taufan mengulurkan tangannya pada Thorn sambil tersenyum lembut.

Uluran tangan Taufan langsung disambut baik oleh Thorn. "Mau!"

Taufan menggenggam tangan Thorn yang menyambut uluran tangannya. Ia membawa Thorn ke halaman belakang sekolah yang sepi, karena semua orang berkumpul di halaman depan tempat festival berlangsung.

Thorn menoleh ke kanan dan ke kiri melihat halaman belakang yang tampak begitu sepi, seakan hanya ada dirinya dan Taufan di sana.

"Aku ingin memberikan 'hukuman' untukmu karena waktu itu kau kalah bermain Pocky Game dariku." Taufan terkekeh setelah berhenti melangkah dan melepaskan genggamannya dari tangan Thorn.

Thorn terlihat kecewa ketika Taufan mengucapkan tujuan utamanya membawanya ke tempat itu. Namun Thorn tidak mau kabur karena nanti akan disebut sebagai seorang pengecut.

"Apa hukumannya?"

Taufan tersenyum lembut, dan senyuman itu sama sekali tidak menampakkan sebuah ide jahat. "Aku cuma ingin Thorn menjawab pertanyaanku dengan jujur, bisa 'kan?"

Perbuatan Taufan justru membuat Thorn bingung, ia meninggikan kedua alisnya dan mengangguk beberapa kali. Ia tidak membalas dengan perkataan dan membiarkan Taufan menyebutkan pertanyaan yang harus ia jawab dengan jujur.

Perlahan tangan Taufan kembali menggenggam kedua telapak tangan Thorn, tetapi kali ini digenggam lebih erat. Taufan juga terlihat mengambil napas dalam, seakan tengah mempersiapkan sesuatu.

Dalam Hati Taufan merasa kegugupan yang sangat hebat, ia bahkan hampir tidak bisa menahan diri untuk tidak berteriak. Jantungnya berdetak dengan tempo yang tidak semestinya. Apapun jawaban Thorn nanti, Taufan akan tetap berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan selalu berada di sisi Thorn.

"Apa Thorn mau ..." entah sengaja atau tidak, tetapi saat itu Taufan menggantungkan ucapannya tepat di depan Thorn yang tengah menunggu.

"Mau apa?" Thorn terdengar sangat tidak sabar untuk mengetahui kelanjutan dari pertanyaan Taufan. Dalam keheningan sejenak Thorn dapat merasakan Taufan yang mengeratkan genggamannya pada tangannya.

Satu napas dalam Taufan tarik, dan segera ia menatap Thorn dengan tatapan yang kali ini terasa berbeda. Jantung Thorn kali ini terasa berdetak lebih cepat tanpa alasan yang jelas.

"Apa Thorn mau menjadi alasanku untuk terus bahagia?" di akhir kalimat Taufan tersenyum begitu hangat, membuat hati Thorn ikut menghangat karenanya.

Sebelum menjawab, Thorn ikut mengukir senyum di wajahnya. "Tentu aku mau."

Taufan segera melepaskan tangan Thorn, dan ia merasa lega dalam hatinya yang terdalam. Mungkin dalam kesempatan hari ini ia tidak dapat mengatakannya, tetapi setidaknya hal ini sudah cukup untuk membuat Taufan terus bahagia.

Setidaknya sejak detik itu Taufan memiliki alasan kuat untuk terus bahagia.

"Aku sangat bahagia."

-End-

-Narake-

Our StorylineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang