17. Latihan Pertama

1.8K 152 21
                                    

Halilintar menoleh ke belakang dan menemukan saudaranya yang tengah tersenyum polos di sana. Kemudian saudaranya itu berjalan melewati Halilintar sehingga kini Fang dapat melihat sosok yang baru saja memberikan ijin padanya tanpa diminta.

"Thorn? Untuk apa kau datang ke sini?" kerutan pada kening Halilintar tercipta ketika Thorn sudah berdiri di depannya.

"Gempa memintaku untuk memanggilmu, jadi aku ke sini."

"Lalu apa maksudmu dengan memotong ucapanku tadi?"

Fang hanya diam melihat kedua saudara itu berada dalam atmosfer yang sedikit menegangkan, walaupun Thorn terlihat sama sekali tidak merasakan aura menyeramkan yang keluar dari tatapan Halilintar. Padahal sebelumnya ia mengira bahwa Gempa yang datang untuk menyelamatkannya, tetapi ternyata dia diselamatkan oleh seorang remaja kekanak-kanakan.

"Kemarin sebelum tidur Gempa mengatakan bahwa kau hanya berpura-pura tidak memberikan ijin pada Solar. Karena berbohong itu tidak baik, kurasa sekarang kau harus bicara jujur, Hali." Thorn menjelaskan sambil mengangkat jari telunjuk tangan kanannya sebatas kepalanya. Dari mata hijaunya tidak terlihat sedikit pun kebohongan, hanya ada kejujuran yang keluar dari seorang anak kecil yang masih terlalu polos untuk berbohong.

Halilintar merasa kesal, tetapi ia tidak bisa memarahi Thorn. Ia tidak sanggup memarahi saudaranya yang satu ini karena sikapnya yang terlalu polos, lagipula ia tidak berbohong. Semua ini berawal dari Gempa yang mengatakan demikian di depan Thorn.

"Bukannya kau sudah berjanji untuk tidak mencampuri urusan Solar?" kini Thorn memiringkan kepalanya ke kiri sambil menatap lurus ke arah mata merah Halilintar.

Fang yang dari tadi menyimak sedikit terkejut mendengar ucapan Thorn. Ia tidak menyangka bahwa Halilintar akan mengucapkan janji seperti itu.

"Tunggu, apa kau mendengarnya dari Gempa juga?" Halilintar melangkah maju untuk mendekatkan dirinya pada Thorn.

Anggukan dari Thorn menjadi jawaban untuk pertanyaan Halilintar.

Kali ini Halilintar tidak dapat mengelak lagi, karena ia memang pernah berjanji demikian. Mau tidak mau akhirnya ia memberikan ijin pada Fang secara langsung, tentu dengan Thorn yang masih ada di sana. Fang berterima kasih pada Halilintar yang sudah memberikan ijin padanya untuk pergi bersama Solar besok.

Thorn segera menyuruh Halilintar untuk mengikutinya, karena Gempa kini pasti sudah menunggu kehadiran mereka. Halilintar tidak dapat menolak. Namun sebelum mengekori Thorn, ia berbisik pada Fang yang masih berada di kelasnya.

"Aku lupa mengatakan ini, jika terjadi sesuatu pada Solar aku akan memastikan jiwamu tidak akan pernah tenang."

Fang merinding dari ujung rambut sampai ujung kaki mendengar bisikan dari seorang Halilintar. Terlebih setelah berbisik Halilintar langsung menatapnya tajam.

"Hali, ayo cepat!" Thorn yang sudah melangkah jauh berteriak pada Halilintar.

Setelah mendengar suara teriakan Thorn, si remaja kilat itu segera mengekori saudaranya untuk menemui Gempa. Bahkan ia sampai lupa menanyakan tujuan Gempa mengutus Thorn dan tidak menghampirinya secara langsung.

Akhirnya Taufan sampai di rumah bersama Ice dan Blaze. Saudara mereka yang lain masih memiliki urusan di sekolah, sehingga kini mereka hanya betiga di rumah. Keadaan ini adalah hal yang sengaja diincar oleh Blaze untuk memulai latihan untuk Taufan, meskipun sebenarnya Taufan tidak ingin melakukannya.

Ice ikut bersama mereka karena permintaan Blaze, dan Ice sangat yakin bahwa dirinya akan dijadikan objek untuk latihan kali ini. Jika Ice harus melakukan hal yang konyol, sudah pasti Blaze akan menerima hukuman darinya saat malam Minggu nanti.

"Karena hanya ada kita bertiga di sini, ayo kita mulai latihannya!" hanya Blaze yang terlihat bersemangat di sana. Ice dan Taufan tidak menunjukkan sedikit pun semangat dari raut wajah mereka.

"Aku tidak mengerti kenapa aku mau mengikuti rencananya." gumaman Taufan sampai ke telinga Blaze.

"Aku mencoba untuk membantumu, bahkan tanpa bayaran."

"Siapa yang mau membayarmu untuk melakukan hal konyol bersamamu?" Ice berkomentar sambil melihat kedua tangannya di depan dadanya.

"Sudah, sudah lebih cepat kita lakukan, maka lebih cepat pula kegiatan konyol ini selesai." meskipun Taufan ragu terhadap latihan yang akan diberikan Blaze, tetapi ia sedikit penasaran dengan latihan tersebut.

Dalam latihan pertama ini Blaze meminta Ice untuk berpura-pura menjadi orang yang disukai oleh Taufan, dan tentunya nanti Taufan akan pura-pura menyatakan cinta pada Ice. Blaze mempraktikan beberapa cara untuk menyatakan perasaan, mulai dari berbicara langsung dengan berhadap-hadapan, melakukan kabedon, berlutut sambil memberikan hadiah, memberikan surat secara langsung dan banyak lagi.

Dari semua cara yang Blaze praktikan, Taufan diminta untuk mencoba semuanya satu per satu sehingga ia dapat memilih cara yang tepat untuk menyatakan perasaannya pada Thorn nanti.

"Kita mulai saja dari yang pertama, katakana secara langsung." Blaze memberikan arahan pada Taufan.

Walaupun ini hanya latihan, tetapi ternyata Taufan dapat merasakan jantungnya yang berdetak cukup cepat. Ditambah ketika Blaze meminta Taufan untuk menganggap bahwa Ice yang berdiri di depannya adalah Thorn.

"Camera ... rolling ... ac—"

"Tunggu, kau pikir kita akan membuat film hah!?" Taufan yang sebelumnya tengah mempersiapkan diri untuk melakukan latihan langsung berbalik menatap Blaze yang menjadi pengarah.

"Iya." Blaze membalas santai dengan mengarahkan kamera ponselnya ke arah Taufan dan Ice.

"Kau gila ya!?"

"Jika kau melakukannya, aku akan memberikan jatah dua kali lipat minggu ini." tatapan tajam datang dari Ice yang masih berdiri menghadap Taufan.

"Tunggu, itu tidak adil! Ini hanya untuk dokumentasi!" Blaze yang sebelumnya duduk di tepi ranjangnya langsung berdiri mendengar ucapan Ice.

"Tunggu, jatah? Apa maksudnya ini?" Taufan justru bingung dengan topik pembicaraan yang dimulai oleh Ice.

Ice masih tidak bersuara, tetapi tangan kirinya terangkat sebatas kepala dan menegakkan jari tengah dan jari telunjuknya. Melihat tanda dari Ice akhirnya Blaze memilih untuk meletakan ponselnya, ia tidak ingin akhir pekannya hanya dihabiskan di kamar dengan badan yang pegal-pegal.

"Baiklah, ayo mulai!" sekali lagi Blaze memberikan komando.

Taufan melangkah mendekati Ice, dalam otaknya ia tengah membayangkan bahwa Ice yang ada di depannya adalah Thorn. Senyuman Thorn yang begitu tulus tergambar jelas dalam pikiran Taufan.

"Thorn ..." suara Taufan yang halus terdengar.

Dalam otak Taufan, ia justru mengingat kejadian kemarin. Kejadian ketika Thorn tersenyum padanya seakan memberikan alasan untuk ia bahagia. Mengingat ucapan Thorn saat memintanya untuk bahagia tanpa harus berusaha melupakan luka hatinya.

"Kau terlalu lama, Taufan!" bentakan dari Blaze membuat lamunan Taufan menghilang. Taufan mendapatkan kesadarannya dan menoleh ke arah Blaze.

"Ma-maaf, tadi aku melamun." Taufan bergerak menggaruk tengkuknya sendiri.

Blaze menepuk keningnya sendiri saat melihat saudaranya yang benar-benar membuatnya kecewa. Ia tidak menyangka bahwa Taufan akan menjadi lambat dalam melakukan hal ini.

"Jika kau terlalu lama mengatakannya, pada akhirnya nanti kau tidak akan jadi menyatakan perasaanmu." Blaze kembali duduk setelah sebelumnya berdiri karena ucapan Ice.

"Baiklah, baiklah akan kucoba lagi."

-To Be Continue-

-Narake-

Our StorylineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang