02. Maksud Baik

4K 267 63
                                    

"Aku berangkat ya," ujar Solar usai mengikat kuat tali sepatunya.

"Hati-hati di jalan, jangan sampai ada yang tertinggal." suara lembut Gempa terdengar seperti seorang Ibu yang tengah menasehati anaknya.

"Semuanya sudah aku cek, tidak ada yang tertinggal." Solar mengembangkan senyum di bibirnya.

"Jika ada masalah, hubungi kami." bahu Solar dihinggapi tepukan pelan dari Gempa.

"Pasti. Aku berangkat." Solar pergi dari rumah untuk memenuhi janjinya dengan Fang. Gempa melambaikan tangan perlahan meskipun ia tahu Solar tidak mungkin melihatnya.

"Dia sudah pergi?" Halilintar yang baru sampai terlihat kesal melihat Solar yang pergi tanpa restu darinya.

"Sudahlah, biarkan dia pergi dengan temannya. Dia bukan anak kecil lagi seperti dulu, kau harus ingat itu." Gempa membalikkan badannya memunggungi pintu keluar rumahnya.

"Kau mau dia pergi dengan orang mesum?" Halilintar menatap kesal lawan bicaranya.

"Satu-satunya yang mesum adalah kau, Hali." Gempa menggembungkan pipinya dan berlalu pergi meninggalkan Halilintar sendiri.

Halilintar merasa semakin kesal saat dirinya disebut mesum, terlebih oleh Gempa. Ia lebih suka disebut begitu saat tengah melakukan hubungan intim dengan Gempa dibanding saat ia hanya mencoba untuk mencumbu kekasihnya.

Ia menarik lengan Gempa dengan cukup kasar dan membalikkan tubuh Gempa sehingga netra merah dan netra kuning itu bertemu untu kesekian kalinya. Keduanya bertatapan beberapa saat sampai akhirnya suara salah satu kembaran mereka berteriak.

"Blaze, hentikan! Kau kasar sekali!" suara Ice terdengar begitu nyaring. Gempa dan Haliilntar mematung selama beberapa saat.

Memang hubungan Ice dan Blaze merupakan rahasia umum, tetapi sorakan Ice yang begitu keras membuat semua orang penasaran. Gempa segera melarikan diri dari Halilintar dan mendekati sumber suara.

Halilintar mengikuti Gempa, ia juga ingin melihat apa yang tengah terjadi.

"Akh, sakit! Kau sudah berjanji untuk tidak kasar!" sekali lagi sorakan Ice membuat Gempa mempercepat langkahnya.

"Aku sudah cukup ahli dalam hal ini, lebih baik kau diam saja. Awalnya mungkin sakit, tapi setelah ini kau akan merasa lebih baik." balasan dari Blaze justru memperparah keadaan.

"Blaze, Ice, apa yang kalian ..." Gempa melongo. Halilintar ikut melongo.

"Kalian kenapa? Aku hanya sedang memijat kaki Ice yang terkilir." Blaze segera mengusir pikiran kotor dari kedua saudaranya yang ada di ambang pintu kamar Ice.

"Kalian tidak ingat, ya? Dua hari lalu aku jatu di tangga karena tidur sambil berjalan." Ice menerangkan kembali kejadian dua hari lalu tanpa rasa malu. Karena memang sudah biasa melihat Ice berjalan sambil tidur, penyakit lama yang berbahaya.

"O-oh, aku ingat."

Halilintar dan Gempa malu saat menyadari bahwa pikiran mereka jauh lebih kotor dari kelakuan saudara mereka. Itu hanya yang mereka sadari, bukan yang sebenarnya terjadi. Tidak ada yang tahu seberapa kotor permainan Blaze dengan Ice saat malam Minggu tiba.

Di tempat lain, Solar tengah kesal menunggu seorang remaja bermahkota ungu yang sedari tadi belum juga tiba. Ia beberapa kali mencoba menghubungi remaja berkacamata itu, tetapi tidak kunjung tersambung. Setengah jam berdiri di pinggir jalan adalah hal yang menyebalkan.

"Sudahlah aku pergi sendiri saja." Solar berbalik usai bergumam, dan ia mendapati Fang yang baru saja hendak mengagetkannya dari belakang.

"Eh, h-hai!" Fang tertangkap basah.

Solar menekuk wajahnya, ia merasa kesal karena Fang terlambat. Fang meminta maaf dan berjanji akan membelikan sebuah buku untuk Solar sebagai permintaan maaf, Solar memaafkannya.

Keduanya berjalan berdampingan ke toko buku dan melihat jejeran buku dengan berbagai sampul menarik. Solar segera pergi ke rak buku pengetahuan, ia sangat menyukai ilmu pengetahuan alam dan sesekali membuat percobaan di rumah. Fang hanya mengekori teman kencannya yang sangat antuias dalam memilih buku yang hendak ia beli.

"Buku apa yang akan kau beli?" Fang melirik dua buah buku yang dipegang Solar dengan kedua tangannya.

"Aku masih bingung, aku ingin memiliki buku tentang ilmu Kimia, tetapi buku tentang Anatomi Tubuh Manusia ini juga tidak kalah menarik." sorot matanya terlihat sangat serius saat melihat kedua sampul buku tersebut bergantian.

"Jika kau suka keduanya, akan kubelikan keduanya." Fang tampak tidak masalah saat ia akan mengeluarkan uang lebih demi Solar, mungkin ini salah satu caranya untuk mendapatkan hati seorang Solar.

"Tapi buku ini mahal, lebih baik aku membeli salah satu dari mereka." tidak dapat dipungkiri jika Solar senang saat Fang mengaku akan membelikannya kedua buku itu, tetapi ia tidak mau terlihat seperti tengah memanfaatkan Fang.

"Tidak apa-apa, lagipula beberapa minggu lalu kau pernah membelikanku beberapa potong kue wortel yang enak. Anggap saja ini balasan dariku." ia tersenyum pada Solar.

Solar ikut tersenyum senang dan mengucapkan terima kasih yang mendalam.

Keduanya kembali berjalan usai membayar kedua buku yang Solar inginkan, Fang meminta Solar untuk menemaninya mencari barang yang sudah ia incar beberapa minggu belakangan ini. Solar dengan senang hati memenuhi permintaan Fang, suasana hatinya tengah bagus usai mendapat dua buku yang ia inginkan.

Namun sebelum Solar pergi, ternyata Halilintar sudah merencanakan sesuatu. Halilintar belum sepenuhnya percaya pada Fang, walaupun sebenarnya ia hanya overprotective pada saudaranya sendiri.

Ia tidak akan berencana untuk menggagalkan kencan Fang dan Solar, dia tidak sejahat itu. Ia hanya ingin memastikan bahwa saudaranya diperlakukan dengan baik.

"Kau sudah berlebihan, Halilintar." Gempa berkomentar usai melihat Halilintar baru saja melancarkan rencananya.

"Aku tidak berlebihan, ini adalah pilihan terbaik." Halilintar berbalik menghadap Gempa yang ada di belakangnya.

"Kau ini terlalu overprotective, bagaimana jika rencanamu justru akan menghancurkan hubunganmu dengan Solar?" Gempa melipat kedua tangannya di depan dada sambil menatap lurus kea rah Halilintar.

"Tidak, dia harus mengerti apa yang aku maksud. Karena maksudku ini baik, kuharap kau juga mengerti maksudku." Halilintar mendekati Gempa yang ada di depannya.

"Aku mengerti kau mengkhawatirkannya, tapi bukankah lebih baik jika memberikannya sedikit ruang untuk menjelajah? Jika kau terus mengekangnya, aku takut dia akan memberontak suatu hari nanti." ceramah Gempa langsung keluar di depan Halilintar yang terlihat tidak suka.

"Terserah padamu, tapi aku tetap pada pendirianku."

"Kau ini keras kepala sekali." Gempa berkomentar ketus di depan wajah Halilintar yang sedang kesal.

Hal tersebut memicu Halilintar untuk berbuat kurang ajar terhadap saudaranya, ia berencana untuk melanjutkan apa yang tadi pagi belum sempat ia selesaikan.

"Ngomong-ngomong kita masih ada urusan yang belum kita kerjakan." Halilintar semakin mendekat.

Gempa terdiam.

"Kau benar, kita harus belanja bulanan." Gempa segera pergi untuk mengambil dompet miliknya.

Halilintar berdecih kesal, kali ini tidak ada siapa-siapa kecuali mereka, seharusnya ia bisa menuntaskannya sekarang juga. Ia memilih untuk menarik lengan Gempa dan memutar badan Gempa. Segera ia memeluk pinggang Gempa, enggan kekasihnya pergi lagi meninggalkannya.

Tatapan Halilintar yang begitu tajam menusuk Gempa tanpa ampun. Gempa tertegun melihat sorot mata Halilintar yang seakan berusaha untuk membunuhnya.

"Aku tidak mau hal ini gagal untuk ketiga kalinya."

-To Be Continue-

-Narake-

Our StorylineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang