09. Beberapa Kejadian

2.3K 180 18
                                    

Blaze masih merajuk pada Ice yang masih setia duduk di sampingnya. Berbeda dengan Ice yang justru tampak menikmati saat di mana Blaze tengah merajuk padanya sambil mengerucutkan bibirnya.

Namun masa itu tidak bertahan lama karena bus yang mereka tunggu sudah tiba. Keduanya berdiri serentak menyambut kedatangan bus tersebut.

Pintu terbuka perlahan dan beberapa orang mulai keluar dari dalam bus. Setelah tidak ada lagi orang yang hendak keluar, baru lah Blaze dan Ice masuk ke dalam bus yang cukup ramai itu. Karena terlalu ramai, Blaze mendapat tempat yang kurang mengenakan.

Ia hanya dapat bersandar di samping pintu bus dengan Ice yang berada di depannya. Tangan Ice terpaksa ia letakkan di samping kepala Blaze karena takut dirinya mendesak Blaze lebih jauh. Singkatnya Ice tengah meng-kabedon Blaze.

Banyak orang yang menutupi keadaan mereka, sehingga mereka tidak menjadi pusat perhatian. Namun Blaze tidak dapat menyangkal jika jantungnya terasa aneh, apalagi dirinya mendapat tatapan dingin yang menyejukkan dari Ice.

Pergerakan di dalam sana sangat terbatas, tetapi beberapa orang seakan memaksakan diri untuk bergerak dengan tujuan yang berbeda-beda. Ada orang yang berusaha bergerak untuk mendapat posisi yang nyaman, ada pula orang yang bergerak secara paksa agar dapat meraih barang miliknya yang tertinggal di rak penyimpanan barang.

Halte selanjutnya sudah dekat, semakin banyak orang yang bergerak dengan paksa bahkan ada yang bergerak secara brutal. Bahkan Ice sampai terkena dorongan dari arah belakang, memaksanya untuk mendekat pada Blaze.

Tanpa sengaja, tanpa kemauan mereka jarak antara keduanya mulai terbunuh perlahan. Ditambah posisi mereka yang kini berada di dekat pintu, banyak orang yang bergerak mendekati pintu dan bersiap untuk keluar dari bus.

"I-Ice, kau terlalu dekat." merona wajah Blaze kala itu.

"Ma-maaf." Ice bersusah payah menjaga jarak yang tersisa.

Sampai akhirnya bus berhenti di halte tempat banyak orang akan keluar dan hanya sedikit orang yang masuk ke dalam bus. Ice dan Blaze akhirnya dapat bernapas lega, Ice melangkah mundur untuk memberi ruang bagi Blaze.

Di saat itu Ice baru menyadari perubahan raut wajah Blaze. Sebelumnya Ice terlalu fokus untuk menahan dorongan orang-orang serta berat tubuhnya sendiri dengan kedua tangannya.

Blaze tidak bergerak. Ia masih di posisinya yang sebelumnya ditemani wajahnya yang kemerahan. Ice tidak mendiamkan Blaze begitu saja, ia tahu kalau Blaze masih terkejut akibat kejadian tadi.

Ice menarik pelan tangan kanan Blaze, membawanya ke tengah bus sehingga kejadian tadi tidak akan terulang. Blaze hanya menuruti keinginan Ice, lagipula hal itu tidak akan memberikan dampak buruk bagi Blaze.

Keduanya harus berpegangan erat pada benda-benda yang tergantung di langit-langit bus, beruntung keduanya sudah cukup tinggi untuk menggapai benda itu. Namun mereka harus bertahan dalam keadaan itu cukup lama mengingat masih banyak halte yang harus mereka lalui.

"Wajahmu memerah." Ice berkomentar beberapa saat setelah bus berjalan.

"I-itu hanya karena tadi terlalu ramai." Blaze memalingkan wajahnya.

Ice tertawa kecil, membuat Blaze kesal dan memukulnya cukup keras. Ice mengaduh cukup keras, beberapa penumpang bus pun meliriknya dengan tatapan penuh tanda tanya.

Selama perjalanan menuju halte selanjutnya, Blaze dan Ice hanya terdiam tanpa berbincang sedikit pun. Ice tahu bahwa Blaze masih kesal padanya, tetapi hal itu tidak akan bertahan lama. Kejadian seperti ini sudah cukup sering terjadi, dan keduanya tetap dekat layaknya sepasang kekasih yang tengah dimabuk cinta.

Pada halte ketiga, Ice dapat melihat cukup banyak orang yang hendak masuk. Beruntung kali ini Blaze dan Ice berada pada keadaan yang tengah tidak memojokkan, setidaknya Ice dapat bernapas sedikit lega.

Pintu terbuka perlahan, sekitar dua atau tiga orang keluar dari bus kemudian disambut belasan orang masuk ke dalam bus. Orang-orang itu tampak terburu-buru untuk masuk sehingga mendorong penumpang yang lain. Blaze yang sebelumnya berada di dekat Ice tiba-tiba terbawa dorongan orang-orang yang baru saja masuk ke dalam bus.

Blaze mencoba menggapai jaket Ice, tetapi gagal. Beruntung Ice menyadari kepergian Blaze dan segera melingkarkan tangannya ke pinggang Blaze, membawa Blaze lebih dekat padanya.

Saat mereka sudah cukup dekat, Ice semakin mengeratkan pelukannya pada Blaze seakan tidak mau kehilangan Blaze. Sedangkan Blaze kembali merasakan kehangatan pada wajahnya yang merona.

"I-Ice." Blaze memanggil.

"Tolong jangan jauh dariku." dengan suara beratnya, Ice berbisik tepat pada telinga Blaze yang perlahan ikut memerah.

Di dalam dekapan Ice, Blaze hanya mengangguk singkat sambil meremas jaket Ice. Ia juga tidak mau jauh dari Ice.

.

.

.

Hembusan angin yang ringan membelai Taufan dengan lembut, seakan hendak menghipnotisnya untuk tidur. Namun rasa kantuk ia abaikan, ia memilih untuk menikmati lagu yang keluar dari earphone biru miliknya sambil duduk santai.

Untuk menjaga kesadarannya, Taufan memutarkan lagu soft rock untuk dirinya sendiri. Hal itu cukup manjur, dirinya dapat terjaga selama satu jam sejak ia berada di tempatnya sekarang. Atap sekolah, tempat yang biasanya menjadi tempat yang romantis di anime-anime Jepang. Namun Taufan hanya sendiri, hanya ada dirinya dan rasa khawatirnya pada Thorn.

Netra safir miliknya tidak berhenti memandangi saudaranya yang ada di halaman belakang sekolah, tengah bercocok tanam dengan anggota organisasi pecinta lingkungan. Bukan bermaksud untuk melarang Thorn untuk bersosialisasi dengan orang lain, ia hanya takut terjadi sesuatu pada Thorn.

Sesuai dengan keinginan Gempa, Taufan tidak pernah mencampuri urusan pribadi Thorn selama urusan itu tidak membahayakan Thorn. Ia tidak mau memicu masalah seperti Halilintar, ia cukup mengerti sejauh mana dirinya boleh menyentuh kehidupan Thorn.

"Lama banget kegiatannya." Taufan mengeluh.

Meskipun semua hal yang dia lakukan merupakan inisiatifnya sendiri, tetapi ia sedikit menyesal karena sudah berbuat terlalu jauh. Memata-matai saudaranya sendiri tampak cukup menyeramkan, ia tidak mau dicap sebagai stalker menyeramkan.

"Kalau begitu aku akan ke kantin saja." pada akhirnya Taufan menyerah pada kebosanannya. Ia bangkit dari posisi duduknya dan berjalan turun melewati tangga.

Di perjalanan ia menuju kantin, ia melepas earphone yang sebelumnya masih terpasang sempurna di kedua telinganya. Ia menghentikan pula musik yang diputar dari smartphone miliknya kemudian menyimpannya di tas.

Saat sampai di lorong kelas dua, Taufan melihat penampakan beberapa siswa yang masih berkeliaran di sekolah. Mereka tampak membawa beberapa kardus di tangannya, sepertinya mereka anggota OSIS.

Beberapa hari lagi akan diadakan festival ulang tahun sekolah mereka yang ke-62, tentu acara ini akan dirayakan dengan meriah. Taufan dan semua saudaranya sudah dipastikan akan ikut serta, karena festival tersebut selalu menghadirkan berbagai macam hal yang tidak pernah membosankan.

Tidak sedikit juga siswa dari sekolah lain datang berkunjung, mengingat festival ini akan dibuka untuk umum. Tentu siswa di sekolah ini akan mendapatkan tiket gratis, berbeda dengan siswa dari sekolah lain.

"Kita tunggu saja festival itu nanti." Taufan bergumam sendiri, kemudian lanjut berjalan menuju kantin.

-To Be Continue-

-Narake-

Our StorylineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang