Setelah mencoba praktik menyatakan perasaan secara langsung dengan berbicara, kali ini Blaze memberikan kesempatan untuk Taufan menulis sebuah surat cinta yang akan ditujukan untuk Thorn. Tentu Blaze memberikan beberapa saran yang dapat menjadi panduan Taufan untuk menulis surat.
"Baiklah, aku mengerti." Taufan menyahut setelah mendengar arahan dari Blaze.
"Kalau begitu kau pasti bisa!" dengan cukup kuat Blaze menampar punggung Taufan untuk menyemangatinya.
Blaze memberikan waktu sampai besok untuk Taufan menulis surat tersebut, ia ingin Taufan memikirkan dengan matang apa saja yang akan ia tulis di dalam surat tersebut. Setelahnya Taufan berterima kasih pada Blaze yang sudah melatihnya selama beberapa waktu, kemudian ia keluar dari kamar Blaze.
"Eh, Taufan? Kukira kau masih ada di sekolah." baru saja Taufan keluar dan menutup pintu, tiba-tiba ia dikagetkan oleh kehadiran Thorn yang baru sampai di rumah.
"Ah, iya, aku langsung pulang tadi." Taufan membalas.
Thorn mengangguk, mengiyakan ucapan Taufan tadi. "Katanya Gempa dan Hali akan pulang terlambat, jadi jika mau makan camilan kita bisa membelinya."
Hari itu Gempa dan Halilintar mendapat permintaan dari OSIS untuk turut serta membantu mereka untuk mempersiapkan festival yang sebentar lagi akan diselenggarakan. Tentu mereka hanya mendapat jatah ringan, seperti mengangkat beberapa barang. Namun karena festival ini akan sangat meriah, OSIS membutuhkan tenaga tambahan.
Karena Halilintar dan Gempa merupakan mantan pengurus OSIS, mereka akhirnya dimintai tolong oleh pengurus OSIS yang sekarang tengah menjabat. Mereka menganggap bahwa Halilintar dan Gempa sudah cukup berpengalaman dan akan membuat festival ini jauh lebih meriah dari tahun sebelumnya.
"Kau ingin makan camilan?" Taufan langsung mengajukan pertanyaan pada lawan bicaranya.
Thorn mengangguk semangat. "Tadi aku memang berniat untuk menghubungimu dan mengajakmu pergi ke supermarket bersama, tapi ternyata kita bertemu di sini. Kebetulan sekali, ya?"
Kali ini Taufan mendapat serangan jantung ringan dari Thorn. Selain karena senyumannya, Taufan juga merasa kaget saat mengetahui bahwa Thorn mencarinya. Ia merasa bahwa kehadirannya cukup berarti bagi Thorn.
"Kau mau menemaniku 'kan?" bahkan tanpa diminta pun Taufan pasti akan melakukannya.
Taufan mengangguk, mengiyakan permintaan saudaranya. Berkat latihan dari Blaze tadi, sekarang Taufan sedikit salah tingkah jika berada di dekat Thorn. Padahal biasanya Taufan dapat bersikap santai dan tampil apa adanya di depan Thorn, tetapi kini ia selalu ingin tampil sempurna.
"Kali ini aku akan mentraktirmu." satu kalimat yang diucapkan Taufan berhasil membuat Thorn melompat-lompat kegirangan. Ia terlihat sangat bersemangat ketika Taufan berucap demikian.
Dalam hatinya, Taufan berharap kalau Thorn tidak akan menghabiskan semua sisa uang yang ada di dompetnya.
Setelah Taufan mengambil dompetnya yang berada di kamarnya, ia bergegas menuju supermarket bersama Thorn yang tampak senang karena akan ditraktir saudaranya. Sementara Taufan terus memandangi Thorn yang rencananya akan ia 'tembak' beberapa hari lagi.
Selama perjalanan Thorn tidak berhenti bicara menceritakan apa yang terjadi selama ia masih berada di sekolah. Ia sempat membantu anggota OSIS untuk mengangkat beberapa barang, tetapi karena dia tidak cukup kuat akhirnya Gempa menyuruhnya untuk kembali ke rumah.
Selama di rumah Thorn belum bertemu dengan saudara lainnya kecuali Taufan. Ia tidak mendapat kabar soal Solar yang mungkin saja masih berada di sekolah karena persiapan olimpiade. Ia juga belum bertemu Blaze dan Ice setelah pulang sekolah.
Taufan menanggapi cerita Thorn dengan tersenyum hangat, mencoba mengirimkan perasaannya pada Thorn lewat senyumannya meskipun itu mustahil.
"Pilih saja apa yang kau mau." di supermarket Taufan langsung mempersilakan Thorn untuk mengambil camilan yang ia mau.
Kaki Thorn bergerak melangkah menuju rak yang dipenuhi camilan makanan manis. Tidak aneh jika seorang Thorn sangat menyukai makanan manis, sikapnya yang masih kekanak-kanakan membuat semua orang menganggap hal tersebut sangat wajar.
Tangan kanan Thorn mengambil sebuah kotak berwarna merah muda yang merupakan camilan berupa biskuit stik panjang yang dilapisi krim stroberi. Camilan tersebut sangat terkenal bahkan dijadikan sebagai objek sebuah permainan yang sering dimainkan oleh sepasang kekasih. Karena sudah sangat terkenal, permainan tersebut selalu diperingati setiap tanggal 11 November.
Taufan mengekori Thorn yang baru saja mengambil sebuah camilan yang ia inginkan. Ia sekaligus menghitung jumlah uang yang harus ia bayarkan nanti, ia takut jika uangnya tidak cukup untuk membayar semua keinginan Thorn.
"Kau hanya ingin itu?" Taufan menghampiri Thorn.
Thorn mengangguk dan mengiyakan pertanyaan Taufan. Ia menjelaskan bahwa Gempa selalu melarangnya untuk makan camilan terlalu banyak, karena hal itu akan membuat berat badannya naik. Jika hal tersebut terjadi maka Thorn tidak boleh lagi makan camilan.
Mendengar ucapan Thorn tadi membuat Taufan sedikit menahan tawa melihat tingkah polos saudaranya. Sementara Thorn yang melihat Taufan merasa jengkel, ia mengerucutkan bibirnya seakan ia tengah merajuk.
"Jangan tertawakanku, tidak ada yang lucu."
Ucapan Thorn justru membuat Taufan semakin ingin tertawa, tetapi ia berhasil menahannya. Kemudian Taufan menepuk puncak kepala Thorn dan meminta maaf. Bahkan sebagai permintaan maaf ia membelikan satu lagi camilan kesukaan Thorn.
"Tapi Gempa bilang aku tidak boleh makan camilan terlalu banyak." ujar Thorn yang baru saja menerima satu lagi kotak camilan kesukaannya.
"Kalau terlalu banyak untukmu, kau bisa membaginya denganku." si mata biru itu tersenyum lebar sampai memperlihatkan deretan gigi putih miliknya. Thorn mengangguk dan mengatakan bahwa dirinya akan membagi camilannya dengan Taufan nanti.
Kemudian mereka melangkah bersama menuju kasir untuk membayar dua kotak camilan yang dipegang oleh Thorn. Tentu Taufan memenuhi ucapannya dengan membayar kedua camilan pilihan Thorn dengan uangnya sendiri, lebih tepatnya sisa uang jajannya bulan ini.
Ketika keluar dari supermarket, keduanya melihat Solar yang tengah naik di motor yang dikendarai seorang remaja. Taufan dan Thorn menduga bahwa Fang yang mengendarai motor tersebut, karena memmang belakangan ini Solar sering pulang diantar oleh Fang.
"Apa mereka benar-benar tidak berpacaran?" dengan polosnya Thorn mengajukan pertanyaan acak entah kepada siapa.
"Kenapa kau berpikir begitu?" Taufan yang berjalan di samping kanan Thorn justru mengajukan pertanyaan.
"Mereka terlihat sangat dekat seperti Hali dan Gempa."
"Tapi tidak semua orang yang dekat seperti Hali dan Gempa adalah sepasang kekasih." Taufan memberi penjelasan pada saudaranya yang masih polos itu.
Thorn mengangguk perlahan. "Contohnya seperti kita ya?"
Kepala Thorn yang sebelumnya mengangguk mendadak menoleh ke arah kanan di mana Taufan berada. Ketika itu pula Taufan merasa canggung, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk menanggapi ucapan Thorn.
Tidak mendapat tanggapan apa pun dari Taufan, akhirnya Thorn memandang bingung. "Apa aku salah?"
"Ti-tidak kok. Ahahaha, kau benar, contohnya seperti kita." kali ini Taufan memang tidak merasakan sakit pada hati dan dadanya, ia hanya canggung atau lebih tepatnya kaget karena ucapan Thorn.
-To Be Continue-
-Narake-
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Storyline
Fanfiction[COMPLETE] . . Volume 2 [On-Going] . . Kini ketujuh saudara itu sudah menginjak usia remaja. Semuanya sudah berada di jenjang terakhir dalam persekolahan, selanjutnya hanya perlu menaiki tangga perkuliahan. Di sini semua masalah, suka dan duka, tawa...