24. Ayo Bermain!

2.3K 144 38
                                    

Langkah kaki Halilintar kembali membawanya melewati kelas Solar. Ia harus melewati kelas Solar karena ia harus segera pergi ke toilet sebelum kembali bekerja bersama anggota OSIS dan Gempa nanti. Kebetulan sekali Solar dan Fang keluar dari kelas ketika Halilintar lewat.

Halilintar berhenti berjalan dan menatap Solar bersama Fang yang katanya adalah partner Solar. Solar yang menyadari kehadiran Halilintar membalas tatapan Halilintar, tatapannya seakan menantang Halilintar yang terlihat tidak suka dengan dirinya bersama Fang.

"Solar," seru Halilintar.

Solar melangkah mendekati Halilintar tanpa ragu, dia tampak siap dengan perseteruan yang akan terjadi. "Apa?" .

Halilintar berdecih kesal, dan mengurungkan niatnya untuk mengoceh lebih lama. Ia juga tidak mau diomeli Gempa karena terlalu lama bersantai dan tidak segera membantu anggota OSIS lainnya.

"Nanti aku dan Gem akan pulang telat lagi. Mungkin besok kami juga akan pulang terlambat, aku harap rumah tidak berantakan saat kami pulang." Halilintar segera mengganti topik yang sebelumnya hendak ia bahas.

Solar mengangguk, tetapi sejujurnya ia sedikit heran dengan apa yang Halilintar sampaikan. Tidak biasanya Halilintar mau berbasa-basi dengannya, padahal informasi seperti itu bisa saja ia sampaikan lewat group chat keluarga. Semua rasa heran itu bertambah ketika Halilintar segera berlalu setelah menyampaikan hal itu.

"Ada apa?" Fang menghampiri Solar ketika si kilat merah itu sudah berlalu cukup jauh.

Solar menggeleng pelan, "Tidak apa-apa, ayo pulang."

Hari ini Fang kembali mengantarkan Solar pulang dengan motornya, sepertinya hal ini akan menjadi kebiasaan sampai nanti akhirna mereka berpisah karena kampus yang berbeda. Namun untuk sekarang ini mereka masih bisa menikmati waktu bersama di motor.

"Aku akan menjemputmu jam setengah delapan malam ini, jadi bersiaplah." Fang menjelaskan kemudian tersenyum pada Solar sambil memberikan sebuah helm.

Solar mengangguk sekali kemudian mengambil helm dari tangan Fang. Hari ini Solar tidak meminta macam-macam hal, ia masih harus bejalar untuk tes masuk olimpiade yang akan diadakan empat hari lagi. Fang juga tidak mau mengganggu waktu Solar untuk belajar, masih banyak hal juga yang harus ia lakukan selain menghabiskan waktu bersama Solar.

Sesampainya di rumah, Solar langsung mengurung diri di kamar. Tentu ia melakukannya agar dapat fokus pada materi yang akan diujikan beberapa hari lagi, ia harus mendapatkan ketenangan agar dapat fokus. Ia berharap jika saudaranya yang lain tidak membuat kegaduhan untuk mengacaukan fokusnya.

Di kamar lain, lebih tepatnya di kamar Thorn, ternyata Thorn dan Taufan juga tengah belajar bersama. Kali ini Taufan yang mengajari Thorn Bahasa Inggris, karena Taufan cukup mahir dalam pelajaran tersebut maka Thorn meminta tolong padanya. Gempa dan Halilintar tengah sibuk sehingga tidak dapat dimintai tolong, sedangkan Solar juga sibuk dengan ujian masuk olimpiade yang beberapa hari lagi harus ia ikuti.

"Bagaimana? Kau sudah paham?" senyum lembut Taufan dilempar pada Thorn yang masih memasang raut wajah penuh tanda tanya. Pemahaman Thorn terhadap materi bahasa cukup lambat, sehingga Taufan harus sabar mengajarinya dan harus dapat menemukan cara menarik agar Thorn cepat memahaminya.

"Aku sudah lebih paham dari sebelumnya, tapi ada beberapa hal yang masih belum aku pahami." Thorn menggaruk pelipisnya sendiri ketika melihat sebuah teks berbahasa Inggris di depan matanya. Penjelasan Taufan memang sangat membantu, tetapi ia masih saja lambat dalam memahami beberapa hal.

Taufan menghela napas, kemudian ia menepuk pundak Thorn dengan lembut. "Tidak perlu memaksakan dirimu, bagaimana kalau kita istirahat sebentar?"

Sudah sekitar satu jam penuh mereka bermain kata bersama, wajar jika Thorn kelelahan memahami beberapa grammar yang harus ia pahami. Istirahat merupakan hal terbaik yang dapat Taufan berikan, karena hari ini Thorn sudah berjuang keras untuk belajar.

"Yey, istirahat!" kedua tangan Thorn terangkat tinggi dan wajahnya berubah menjadi lebih ceria. Taufan memandang Thorn sambil sesekali tertawa ringan karena sikap Thorn yang menggemaskan, apalagi ketika Thorn berguling-guling di atas ranjangnya sendiri.

"Sudah, sudah, jangan berguling seperti itu nanti kau jatuh dari ranjang." Taufan mencoba menghentikan saudaranya yang tengah bertingkah menggemaskan. Ia tidak mengerti kenapa orang yang ada di depannya ini dapat bertingkah sangat menggemaskan sampai-sampai Taufan ingin mencubit pipinya setiap saat.

"Oh, ya, Tau mau camilan gak?" Thorn berhenti berguling-guling dan menatap Taufan yang duduk di atas ranjangnya. Taufan membalas tawaran Thorn dengan anggukkan kepala semangat.

Thorn segera beranjak dari ranjangnya dan mengambil camilan yang ia simpan di lemari bajunya sendiri. Ia mengeluarkan camilan yang kemarin ia beli bersama dengan Taufan. Tangannya perlahan bergerak membuka bungkus camilan tersebut. Namun sebelum melahap camilan tersebut, Thorn mendapat sebuah ide yang tiba-tiba terlintas di kepalanya.

"Tau mau main game? Aku baru menemukan game baru loh!" Thorn berjalan mendekati Taufan yang masih duduk manis di atas ranjangnya.

"Mau!" Taufan berseru dengan semangat sambil mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi. Bermain setelah belajar keras juga merupakan hal yang sangat menyenangkan, tidak ada lagi alasan untuk Taufan menolak ajakan Thorn.

"Ayo kita main pocky game!" Thorn mengangkat satu batang Pocky di tangan kanannya tinggi-tinggi.

Taufan speechless, ia tidak menyangka Thorn akan mengusulkan game itu. Terlebih lagi Taufan penasaran dari mana Thorn mengetahui tentang game ini.

"Dari mana kau tahu soal ini, Thorn?"

"Oh, aku pernah lihat Ice dan Blaze memainkan game ini. Ice bilang kalau game ini sangat menyenangkan, jadi aku ingin mencobanya denganmu!" wajah polos Thorn membuktikan bahwa dirinya masih memiliki sisa kepolosan dalam dirinya, dan hal itu membuat hati Taufan lega. Taufan berharap agar Thorn tidak mempelajari banyak hal dari Ice yang secara tidak sadar sering mengikis kepolosan pujaan hatinya, atau haruskah Taufan mulai menjauhkan Ice dari Thorn.

"O-oh, begitu ya." hati Taufan mungkin sekarang lega karena menyadari Thorn yang masih memiliki sisi polos, tetapi ia masih sedikit ragu untuk memainkan game tersebut bersama dengan Thorn. Ia takut kalau nantinya ia tidak dapat mengontrol dirinya ketika melihat wajah Thorn lebih dekat. Ia tidak mau 'mengotori' Thorn secepat ini, setidaknya ia masih ingin menikmati kepolosan saudaranya.

"Kau mau 'kan, Taufan?" Thorn memasang wajah memelas, hal yang paling membuat Taufan tidak dapat menolak setiap permintaan Thorn. Thorn sendiri juga sudah hapal kelemahan Taufan sehingga permintaannya selalu dikabulkan.

Taufan menghela napas panjang, ia tidak dapat mengatakan tidak sekarang. Sekali pun ia harus mati-matian menahan rasa dag-dig-dug, ia kaan melakukannya demi Thorn. Lagipula tidak akan ada yang dapat melihat mereka, Solar tengah sibuk belajar sedangkan Blaze dan Ice sibuk dengan urusan mereka sendiri.

"Baiklah, baiklah, tapi hanya satu kali ya?" senyuman hangat Taufan berikan pada Thorn yang bersorak semangat saat Taufan menerima ajakannya untuk bermain sebuah game bersamanya.

-To Be Continue-

-Narake-

Our StorylineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang