28. Rahasia Bahagia

1.8K 140 30
                                    

"Aku dan Fang jadian malam itu," ujar Solar tanpa berniat menatap salah satu dari keenam saudaranya. Jelas ia merasa malu mengakui hal tersebut di depan mereka, karena awalnya ia memang berniat untuk menyembunyikan hal ini dari saudara-saudaranya.

Namun tanpa disangka keadaan menjadi hening setelah Solar mengaku. Bahkan Halilintar tidak langsung berteriak memaki, ia justru terlihat mematung dengan tangannya yang masih digenggam oleh Gempa.

Sampai akhirnya Gempa memulai obrolan setelah beberapa saat mereka hening sambil menatap ke arah Solar. "Selamat, Solar. Kami ikut senang mendengar kabar dari—"

"Apa-apaan itu!? Kau berpacaran dengannya?" Halilintar langsung berdiri sebelum Gempa menyelesaikan ucapannya.

Jelas Gempa merasa kesal karena ucapannya dipotong dengan mudah oleh Halilintar, tetapi ia mencoba mengontrol emosinya agar tidak terbawa amarah seperti Halilintar. Perlahan ia berdiri dan menepuk pundak Halilintar sambil tersenyum hangat.

"Tidak perlu membentak seperti itu, Hali. Aku yakin Solar punya alasan mengapa ia melakukannya. Benar 'kan, Solar?" Gempa melirik Solar yang tengah ditatap galak oleh Halilintar.

Segera Solar mengangguk. "Kau dan Gempa juga berpacaran 'kan? Kalau kalian boleh kenapa aku tidak? Aku merasa berhak memilih siapa yang dapat menjadi kekasihku, entah itu saudaraku sendiri atau orang lain."

Halilintar mengeratkan kepalan tangannya mendengar ucapan Solar. Sekali pun ia sudah berjanji untuk tidak mencampuri urusan Solar, tetapi tampaknya ia masih memiliki sisa-sisa sikap brocon terhadap Solar. Hal itu Halilintar lakukan karena Solar adalah saudara termudanya, ia merasa harus menjaga Solar lebih dari saudaranya yang lain.

"Kau tidak salah, kau punya hak itu dan aku sama sekali tidak menentangnya. Bagaimana denganmu, Hali?" Gempa memandang Halilintar yang masih terlihat marah dan tidak percaya bahwa saudaranya yang paling muda itu sudah berpacaran dengan orang lain yang bahkan tidak dekat dengan keluarga mereka.

Halilintar akhirnya duduk tanpa menjawab pertanyaan Gempa, tetapi wajahnya masih terlihat kesal. Gempa pun mengambil alih suasana dengan mencoba menenangkan keadaan yang sebelumnya menegangkan.

"Ah, jadi karena itu kalian canggung di hari pertama kalian berpacaran?" Ice berkomentar dengan tujuan untuk mencairkan suasana.

Solar merasa malu mendengar kalimat yang Ice ucapkan. Ia hanya mengangguk mengiyakan ucapan Ice tanpa berbicara sepatah kata pun.

Taufan, Thorn dan Blaze ikut memberi selamat pada Solar yang sudah mendapat kekasih baru, atau lebih tepatnya kekasih pertamanya. Mereka semua memaklumi sikap Solar yang masih malu-malu kucing, karena ini pengalaman pertama Solar.

Gempa mengaku bahwa semuanya tidak akan mencampuri urusan Solar dan Fang selama mereka tidak melakukan hal buruk yang dapat mempengaruhi nilai mereka di sekolah, karena bagaimana pun juga Gempa ingin semua saudaranya fokus untuk urusan sekolah. Ini merupakan tahun terakhir mereka, maka mereka tidak boleh main-main.

Setelah mereka puas mengobrol, semuanya kembali ke kamar masing-masing kecuali Taufan dan Blaze yang harus mencuci piring terlebih dahulu. Dan di dapur mereka sempat berbincang berdua.

"Solar melangkah lebih dulu darimu, Tau. Kau juga harus segera melangkah." dengan sengaja Blaze menyenggol tangan Taufan menggunakan sikunya.

Taufan membalasnya dengan tawaan. "Besok aku akan melangkah, lihat saja nanti."

Wajah Blaze terlihat sangat senang mendengar pengakuan Taufan di depannya. Ia menepuk keras punggung Taufan dengan tangannya dan membuat Taufan meringis kesakitan. Kekuatan Blaze tidak dapat diremehkan mengingat ia cukup ahli berkelahi.

Besok adalah hari yang ditunggu banyak orang karena besok adalah hari di mana festival akan dilaksanakan. Kerja keras Gempa dan Halilintar akan ditampilkan besok, dan tentunya akan ada banyak kejutan lainnya. Kemeriahan festival akan menghiasi hari esok.

Pukul sembilan malam Gempa masuk ke kamar Solar dan menemukan bahwa Solar tengah melihat selembar foto di tangannya. "Sedang merindukan seseorang?"

"Ini tidak bisa disebut rindu, padahal baru tadi siang aku bertemu dengannya." Solar menunjukkan foto tersebut pada Gempa yang sebelumnya meminta foto tersebut dengan maksud ingin melihat isi foto tersebut.

Gempa mengukir senyum hangat sebelum mengembalikan foto tersebut. Ia duduk di samping Solar yang tengah duduk di pinggir ranjangnya. "Apa kau senang dengan pilihanmu?"

Solar meninggikan sebelah alisnya, "Maksudmu tentang aku dan Fang?"

Anggukan Gempa menjadi balasan.

"Ya, tentu saja aku senang." tanpa sadar Solar tersenyum setelah membalasnya. Rasanya sangat senang sampai ia tidak dapat menggambarkannya dengan kata-kata.

Gempa mulai bercerita tentang bagaimana awalnya ia dan Halilintar dapat berpacaran. Keadaannya tidak jauh berbeda dengan apa yang Solar dan Fang alami. Canggung. Namun lambat laun semuanya akan mulai terbiasa dan rasa canggung akan hilang dengan sendirinya.

Mendengar cerita dari Gempa membuat Solar merasa nyaman. Ia merasa senang karena hubungannya diterima dengan hangat di keluarganya sendiri, terutama Gempa yang paling terlihat mendukung hubungannya.

"Gempa dan Hali sudah seperti Ayah dan Ibu." tiba-tiba Solar berkomentar sambil menatap Gempa.

"Kau berlebihan," balas Gempa.

"Tidak, aku serius. Kalian mengurus kami seperti anak-anak kalian. Kau menjadi sosok yang lembut dan selalu mengayomi kami layaknya seorang Ibu, sedangkan Hali selalu mengawasi kami dan mencoba untuk menjadi pelindung kami layaknya seorang Ayah yang tegas." Solar menjelaskan panjang lebar sesuai dengan apa yang ada di kepalanya. Ia berbicara sejujur mungkin, sama seperti apa yang dirasakannya selama ini.

"Aku yakin yang lain juga merasakan hal yang sama sepertiku." Solar membaringkan tubuhnya di atas ranjangnya dan memandang langit-langit kamarnya.

"Aku hanya melakukan tugasku sebagai seorang saudara," balas Gempa.

Malam ini Solar banyak tersenyum ketika berbicara dengan Gempa. Ia bercerita banyak ketika Gempa masih berada di kamarnya dan berniat menemaninya sampai ia tertidur. Gempa menjadi pendengar yang baik untuk Solar, memberikan suasana terbaik untuk Solar menceritakan segala hal yang selama ini belum pernah ia ceritakan.

Dan ketika setengah jam berlalu, tanpa sadar Solar tertidur dengan Gempa yang masih setia menemaninya. Gempa menghela napas dan menyelimuti Solar sebelum pergi keluar dari kamar tersebut.

"Kau berbicara apa saja dengannya?" ternyata Halilintar sudah menunggu Gempa keluar dari kamar Solar. Ia bersandar terpat di samping pintu kamar Solar.

Gempa terkejut melihat kehadiran Halilintar yang sama sekali tidak diduga. "Kau mengagetkanku, Hali." Gempa mengelus dadanya sendiri.

"Seharusnya kau tahu kenapa aku sedikit tegas padanya." tatapan Halilintar jatuh pada manik sekuning madu milik Gempa.

Hembusan napas Gempa terdengar oleh Halilintar, tetapi tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Perlahan ia berjalan meninggalkan Halilintar yang masih berada di tempatnya.

Perbuatan Gempa membuat Halilintar berdecih kesal, ia segera menarik tangan Gempa. "Sebenarnya apa yang kau rencanakan?"

Gempa memegang tangan Halilintar yang menarik tangannya. "Aku hanya ingin melihatnya bahagia di tahun terakhirnya, apa itu salah?"

"Aku hanya takut hal itu terjadi lagi padanya, aku yakin kau juga tidak ingin hal itu terjadi. Benar 'kan?"

"Kita semua ... tidak ingin hal itu terjadi, Hali."

-To Be Continue-

-Narake-

Our StorylineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang